Ketaatan kepada Imarah

Oleh: Rifdah Nisa

 

Tsaqofah – Al Imarah, Ar raisah dan Al qiyadah memiliki makna yang sama yaitu kepemimpinan. Demikian juga Ar Rais, Al qoid, Al Amir memiliki arti yang sama yaitu pemimpin atau ketua. Sedang Khalifah adalah kepemimpinan umum kaum muslim di dunia. Khalifah adalah bagian dari Imarah dan masuk dalam cakupan Imarah. Kata Kholifah lebih khusus bagi kedudukan tertentu sementara kata Imarah umum mencakup semua Amir (pemimpin).

 

Amanah Dakwah

Islam hadir menjelajah setiap permukaan bumi karena dakwah. Aktivitas dakwah merupakan bagian yang tidak terpisah dari kehidupan para Nabi dan Rasul. Aktivitas yang mulia ini juga ditujukan bagi umat Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana firman Allah “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An Nisa: 125).

Sebuah kenikmatan yang luar biasa ketika seseorang telah tertunjuki mabda Islam. Bersegera memenuhi seruan Allah untuk menunaikan dakwah. Karena memahami bahwa dakwah merupakan jalan untuk meraih ridaNya. Namun setiap orang yang telah menceburkan diri ke dalam aktivitas dakwah bersama jamaah harus memahami bahwa dakwah bukanlah karir (pencapaian hidup) atau sebagai aktivitas sampingan untuk mengisi waktu luang. Jangan sampai tujuan bergabung dalam dakwah berubah. Tidak lagi untuk meraih rida Allah akan tetapi beralih mengharap pujian, privilage (hak istimewa) atau sekedar mengisi waktu kosong.

Memaksimalkan kontribusi amanah dakwah muncul dari keimanan yaitu akidah Islam. Amanah bisa membawa pemiliknya ke surga juga ke neraka Allah Ta’alah memperingatkan kita “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercaya kepadamu sedang kamu mengetahui” (QS. Al Anfal: 27).

Kepemimpinan dalam Jamaah 

Pengangkatan Amir yang dilakukan oleh setiap kelompok atau jamaah dia antara kaum muslimin, serta melaksanakan suatu urusan (kepentingan) bersama diantara mereka adalah kewajiban bagi jamaah tersebut. Sedang jika urusan tersebut khusus bagi setiap muslim dan bukan merupakan urusan orang lain. Maka kelompok tersebut tidak diperintahkan untuk mengangkat Amir. Jadi Imarah didirikan atas kelompok dalam urusan bersama agar Amir memiliki kekuasaan dan otoritas untuk memutuskan. Realitas adanya urusan bersama dalam kelompok apapun mengharuskan mengangkat Amir. Jika tidak, maka urusan (kepentingan) mereka bersama akan kacau dan akan terjadi kerusakan di dalamnya.

Mengangkat pemimpin bagi kelompok yang akan mengerjakan urusan bersama adalah wajib bagi kaum muslimin. Hal ini berdasarkan riwayat Ahmad bin Hambal dari Abdullah bin Amru bahwa Nabi Saw bersabda: “tidak halal bagi orang yang berada di Padang Sahara kecuali mereka mengangkat salah seorang diantara mereka untuk menjadi amirnya”.

Rasulullah memerintahkan untuk mengangkat seorang Amir ketika berada di Padang Sahara. Beliau juga mengangkat Amir dalam hal yang lebih penting dari perjalanan. Beliau mengangkat Amir dalam haji, peperangan dan pemerintahan.

 

Ketaatan kepada Imarah

Ketaatan adalah hal yang pokok bagi terwujudnya ketertiban dalam kehidupan. Al Quran mengajarkan ketaatan dalam banyak ayat meskipun ada wahyu, mukjizat, risalah dan kepribadian Rasulullah Saw. Semuanya cukup untuk mewujudkan ketaatan. Ayat-ayat telah memerintahkan yang mengharuskan pelaksanaannya. Hal ini harus menjadi karakter seorang muslim. Namun melarang ketaatan saat hukum Syara’ melarangnya. Serta menganggap sebagai sesuatu yang harus dijauhi oleh seorang muslim secara pribadi.

Adapun dalil ketaatan pada rasul “Barang siapa mentaati rasul, maka sesungguhnya dia telah mentaati Allah” (QS. An Nisa: 80). Allah memerintahkan ketaatan dalam ayat ini dengan ketaatan yang mutlak. Ketaatan disebut tanpa batasan.

Rasulullah Saw juga memerintahkan ketaatan pada para penguasa dan wali dalam keadaan apapun, kecuali jika yang diperintahkan adalah kemaksiatan.

Rasulullah menganggap tidak adanya ketaatan kepada Amir sebagai bentuk pemisahan diri dari jamaah, Abu Raja’ Athridi menceritakan hadis: Aku mendengar Ibnu Abbas Ra, dari nabi Saw, beliau bersabda: “barangsiapa melihat sesuatu yang tidak disukai dari amirnya maka hendaklah ia bersabar atas itu, karena barang siapa memisahkan diri dari jamaah sejengkal saja, lalu dia mati, maka dia mati seperti kematian jahiliyah” (HR muslim)

Ayat dan hadis diatas memerintahkan ketaatan. Hanya saja ketaatan ini dengan batasan-batasan Islam, karena itu terdapat hadis lain yang melarang ketaatan dalam maksiat kepada Allah. Rasul Saw bersabda: “tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada khaliq” (HR. Muslim). Ketaatan di perintahkan Allah ketika itu adalah demi ketertiban umum. Sementara jika ketaatan itu adalah demi menentang Islam atau demi jalan selain jalan Allah, maka Islam melarangnya. Wallahu a’lam bishowwab.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis