Gas Melon, Hak Rakyat Tanpa Syarat

Oleh: Farida 

(Muslimah Peduli Generasi) 

 

LenSaMediaNews.com__Terkait munculnya kasus pengoplosan gas LPG 3 kg di lingkungan Kab. Bandung, Bupati Dadang Supriatna mengultimatum akan memberikan sanksi bahkan sampai pencabutan izin operasional kepada para penyalur gas melon yang ‘nakal’. Ia juga menjelaskan bahwa peruntukan gas LPG 3 kg hanya untuk rakyat miskin saja. Bahkan, konsumen harus melampirkan KTP ketika membeli gas sebagai bentuk pemastian bahwa gas melon tersebut tepat sasaran (Detikjabar, 12-6-2024).

 

Sungguh menjadi pelik. Pertanyaannya, mengapa pemerintah membatasi penggunaan gas melon tersebut hanya bagi kelompok masyarakat tertentu saja? Bukankah gas LPG itu merupakan sumber energi yang menjadi bagian dari kepemilikan umum?

 

Menyikapi peliknya masalah yang terjadi, distribusi yang bersifat terbuka dipandang sebagai penyebab LPG bersubsidi ini tak hanya dimanfaatkan oleh masyarakat miskin saja, tetapi kalangan mampu juga turut menggunakan. Dan tak sedikit digunakan untuk aktivitas produksi, sehingga pemerintah daerah membatasi penggunaan LPG bersubsidi hanya untuk penduduk miskin. Dengan menetapkan strategi penyaluran secara tertutup, menggunakan KTP atau KK.

 

Sedang, yang dimaksud frase ‘penduduk miskin’ menurut pemerintah adalah mereka yang rata-rata memiliki pengeluaran di bawah garis kemiskinan yang dihitung berdasarkan perkapita perbulan.

 

Di tengah situasi ekonomi yang tak menentu saat ini, jangankan untuk pemenuhan kebutuhan barang sekunder atau tersier, sekadar untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat sangat kesulitan. Jelas bisa dipastikan penduduk miskin sebenarnya jauh lebih banyak, tetapi masyarakat dibiarkan menanggung beban sendiri.

 

Padahal dengan berlimpahnya potensi sumber daya alam (SDA) yang dimiliki negeri ini, semestinya bisa menyejahterakan dan meringankan beban masyarakat. Termasuk dengan cara memberi layanan LPG dan layanan publik lainnya dengan mudah dan murah.

 

Hal ini tidak akan terwujud karena dampak kebijakan ekonominya yang bersandar pada sistem kapitalisme. Sehingga penguasa hanya berpihak pada kepentingan pengusaha yang di-backup penguasa. Dalam sistem neoliberal, peran penguasa pada aspek pengurusan masyarakat seakan diminimalisir. Sehingga negara merasa cukup hanya sebagai regulator, sementara masyarakat dipaksa harus mandiri bersaing hidup dalam prinsip liberal.

 

Kondisi itu akan jauh berbeda jika konsep pemerintahan dikembalikan pada sistem Islam. Dalam sistem pemerintahan Islam, kepemimpinan adalah teknis bagi pengaturan urusan umat agar berjalan sesuai dengan arahan syariat.

 

Tata kelola negara Islam memberi seperangkat aturan yang menolak bentuk kezaliman. Sistem politik ekonomi Islam berorientasi pada pemberian jaminan kesejahteraan rakyat berdasar pada individu per individu. Sistem ekonomi ini memastikan setiap individu masyarakat terpenuhi kebutuhan asasinya, memperoleh kesempatan untuk meraih taraf kehidupan yang tinggi melalui pemberian akses yang luas terhadap faktor-faktor ekonomi. Dan bersandar pada pembatasan syariat terkait dengan jaminan kemaslahatan hidup masyarakat.

 

Di antara batasan aturan syariat tersebut terkait dengan konsep kepemilikan. Di mana Islam telah menetapkan batasan kepemilikan terhadap benda-benda tertentu. Ada tiga jenis kepemilikan, yakni milik individu, milik negara, dan milik umum.

 

Dalam konteks migas yang jumlahnya tak terbatas, Islam menetapkan sebagai milik umum bukan milik individu atau milik negara. Dilarang bagi negara melakukan swastanisasi maupun kapitalisasi.

 

Terkait migas yang terkategori milik umum maka sebagai pemilik kekuasaan dan pemegang amanah kepemimpinan,negara akan mengoptimalkan pengelolaan dan memanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat tanpa pengecualian, dan tanpa syarat, baik kaya maupun miskin.

 

Negara yang berparadigma Islam tidak akan membiarkan kezaliman terjadi pada rakyatnya. Kini sudah saatnya kita menyadari bahwa seluruh persoalan umat, termasuk dalam kapitalisasi migas yang menzalimi, hanya akan selesai tuntas jika umat kembali pada penerapan Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan.

Wallahua’lam bishawab. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis