Mengembalikan Fitrah Ibu ke Atas Relnya

Oleh: Carminih, S.E. 

(MIMم_Muslimah Indramayu Menulis) 

 

LenSaMediaNews.com__“Wanita adalah tiang negara. Jika wanitanya baik, baiklah negara. Jika wanitanya rusak, rusaklah negara.”

Ungkapan yang sangat terkenal di atas menjadi salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu negara berjalan baik atau menuju kehancuran. Kaum wanita menjadi standar bagaimana kondisi suatu negara.

 

Perkembangan zaman yang makin canggih serta standar materi sebagai tujuan hidup, menjadi sebab para wanita, khususnya di negeri ini berlomba-lomba untuk sukses secara duniawi. Mungkin ini akan berdampak positif dari sisi pencapaian ekonomi. Tapi kebalikannya, dari sisi moral makin banyak wanita kehilangan rasa malu hanya untuk memenuhi hawa nafsunya.

 

Seperti kasus yang belum lama terjadi. Masyarakat dihebohkan dengan video viral seorang ibu muda di Bekasi berinisial AK (26). AK ditangkap oleh Polda metro jaya karena telah mencabuli anak kandungnya. Sama seperti kasus serupa di Tangerang Selatan, AK nekat melakukan hal keji ini, karena tergiur tawaran uang dari sebuah akun di Facebook (metro.tempo.co, 08-06- 2024).

 

Sungguh miris, seorang ibu yang harusnya memiliki naluri kasih sayang, justru melakukan pencabulan terhadap anaknya sendiri. Mengapa hal demikian bisa terjadi?

Seorang ulama berkata: “Jika ingin menghancurkan suatu peradaban, buatlah para wanita malu menjadi ibu rumah tangga, buatlah para wanita sering meninggalkan rumah untuk mengejar kesuksesan dunia. Sehingga anak-anaknya menjadi generasi yang lemah. Buatlah wanita jauh dari agama sehingga merusak fitrahnya sebagai ibu dan pencetak generasi penerus. Jika ibunya telah rusak, maka awal kehancuran suatu negara dimulai.”

 

Inilah akibat dari penerapan sistem kapitalis-sekuler. Para wanita dibuat tidak paham agama dan lalai dari peran strategisnya. Wajar jika hanya kesenangan dunia yang dikejar. Mereka seakan tidak peduli lagi dengan kewajibannya sebagai ibu, bahkan naluri kasih sayang terhadap anak pun hilang.

 

Ditambah beban hidup makin berat akibat sistem kapitalisme, di mana akses menuju sejahtera hanya bagi kalangan pemilik modal saja. Sistem batil ini menjadi penyebab seseorang mudah stress dan depresi, karena dijauhkan dari agama. Mereka kerap mencari pelampiasan dengan menghalalkan segala cara.

 

Kasus di atas juga membuktikan bahwa wanita yang fisiknya lemah, bukan hanya menjadi korban kekerasan seksual, namun juga bisa menjadi pelaku. Betapa daya hancur kapitalisme-sekuler telah mengubah wanita yang fitrahnya pendidik anak, menjadi perusak anak.

 

Allah menciptakan manusia baik laki-laki maupun perempuan dengan fitrahnya masing-masing. Laki-laki diciptakan lebih kuat secara fisik maupun akal daripada wanita karena tugasnya sebagai pemimpin dan penanggung jawab keluarga. Sementara wanita diciptakan lebih lemah secara fisik serta lebih perasa karena dipersiapkan untuk menjadi ibu dan pencetak generasi penerus.

 

Wanita dipilih Allah SWT untuk melahirkan generasi agar manusia tidak punah. Wanita memiliki kodrat menumbuhkembangkan calon manusia dalam rahimnya selama sembilan bulan, kemudian melahirkan, menyusui, dan mendidik.

Ibu memiliki kedudukan yang sangat mulia dalam Islam. Tugas kaum ibu tidak hanya melahirkan dan membesarkan, tapi juga mendidik anak-anak supaya tumbuh dengan ketakwaan kokoh dan produktif. Sungguh tugas mulia ini tidaklah ringan.

 

Seorang ibu adalah sekolah pertama bagi manusia, karena itu seorang ibu harus berkualitas sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “tidak ada seorang yang dilahirkan melainkan menurut fitrahnya, maka kedua orang tuanya yang menjadikan yahudi, nasrani, atau majusi, sebagaimana halnya binatang yang dilahirkan dengan sempurna.” (HR. Bukhari Muslim)

 

Mengembalikan ibu pada fitrahnya haruslah dengan ilmu agama. Inilah kewajiban orang tua mendidik dan mempersiapkan anak perempuan dengan ilmu, agar tumbuh sesuai dengan fitrahnya. Juga didukung dengan sekolah yang memiliki kurikulum pendidikan berlandaskan akidah Islam, sehingga dapat menghasilkan output calon-calon ibu yang siap mencetak generasi penerus.

 

Dan tak kalah pentingnya adalah peran negara dalam mewujudkan aturan berdasarkan syariat Islam. Mengapa harus syariat? Karena syariat diturunkan oleh Allah Swt., untuk menyelesaikan segala persoalan kehidupan, agar hidup manusia menjadi tenang dan tentram.

 

Misalnya negara akan melarang media-media yang akan menyebar luaskan pornografi dari game online atau film, dan sebagainya. Negara juga harus memberikan sanksi tegas bagi mereka yang melakukan pelanggaran, sehingga tidak akan ditiru oleh yang lainnya. Penerapan aturan yang tegak di atas akidah Islam, akan menyelamatkan masyarakat dari berbagai kerusakan. Dan dengan izin Allah SWT., para wanita terkhusus kaum ibu, akan kembali pada fitrahnya.

Wallahu a’lam bish-shawwab. [LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis