UKT Mahal Mahasiswa Tercekik 

Oleh: Andini Ahza

 

Lensa Media News – Mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri (PTN), saat ini menjadi perbincangan hangat di masyarakat, pasalnya kenaikan UKT banyak menuai polemik khususnya bagi siswa yang akan melanjutkan pendidikannya ke universitas atau perguruan tinggi. Dampak naiknya UKT para lulusan SMA/SMK/sederajat berpikir ulang antara meneruskan pendidikan ke jenjang kuliah atau tidak kuliah dan memilih untuk mencari kerja.

Ironisnya, mahalnya UKT sangat bertentangan dengan konsep pendidikan yang merupakan hak bagi seluruh rakyat Indonesia. Alih-alih menurut Kemendikbudristek Nadiem Makarim, bahwa pendidikan tinggi/kuliah itu merupakan kebutuhan tersier, yang tidak termasuk dalam wajib belajar 12 tahun yakni SD, SMP, SMA. Mirisnya, ada siswa yang lolos SNBP di salah satu PTN, harus mengurungkan niatnya untuk kuliah, karena keterbatasan biaya/ekonomi keluarganya, sementara itu pekerjaaan orang tuanya hanya serabutan. Di tambah lagi bila siswa yang lolos SNBP tidak diambil kesmpatannya untuk daftar kuliah di PTN tersebut, siswa tersebut akan di blacklist dan tidak bisa mendaftarkan kuliah lagi di tahap berikutnya.

Sungguh disayangkan, pendidikan tidak bisa dijangkau rakyat kalangan menengah ke bawah karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan, rakyat tidak bisa merasakan mengenyam pendidikan di bangku kuliah, sejatinya belajar atau menuntut ilmu itu tidak ada batas ruang dan waktu, pendidikan pada dasarnya adalah sepanjang hayat.

Inilah potret pendidikan dalam sistem kapitalisme, orang-orang yang punya uang lah, yang bisa sekolah ke jenjang yang lebih tinggi (kuliah), bagi orang-orang miskin mungkin tidak bisa melanjutkan pendidikan tinggi karena mahalnya biaya. Jangankan untuk biaya sekolah atau kuliah untuk makan sehari-hari saja mereka harus bekerja keras agar terpenuhi kebutuhan primernya. Rakyat kian hari kian sulit, mencari kerja saja susah ditambah banyaknya pengangguran, disulitkan juga dengan biaya kuliah yang mahal.

Hakikat pendidikan dalam Islam adalah belajar sepanjang hayat, dari mulai buaian sampai ke liang lahat. Menuntut ilmu hukumnya wajib, sebagaimana hadis yang di riwayatkan Ibnu Majah, “menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”.

Adapun keutamaan menuntut ilmu, salah satunya adalah amal yang tidak akan terputus pahalanya walau sudah meninggal dunia. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputus semua amalnya (tidak bisa lagi menambah pahala) kecuali 3 orang, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan orang, atau anak shaleh yang mendoakan orangtuanya.” (HR. Muslim).

Oleh karena itu, negara seharusnya bertanggung jawab atas pendidikan rakyatnya, yang merupakan hak bagi seluruh rakyat. Baik rakyat miskin atau menegah ke bawah. Pendidikan bukan hanya untuk kalangan yang punya uang saja. Pendidikan harus didapatkan oleh seluruh rakyat secara adil dan merata. Sesuai dengan cita-cita bangsa dan negara ini yakni mencerdaskan anak Bangsa. Lalu dimanakah tanggung jawab Negara? yang harusnya menyelenggarakan pendidikan yang mudah dijangkau semua kalangan, bila perlu pendidikan digratiskan, rakyat difasilitasi agar mudah dalam mengenyam pendidikan. Dalam hal ini negara telah abai atas hak pendidikan rakyatnya.

Berbeda dengan sistem Islam, Negera memberikan fasilitas pendidikan gratis untuk rakyatnya. Karena pendapatan negara yang cukup banyak. Bukan hanya pendidikan yang gratis dalam bidang kesehatan pun gratis. Negara menjamin seluruh rakyatnya mendapatkan pendidikan secara adil dan merata, tidak ada perbedaan fasilitas pendidikan antara orang-orang kaya maupun miskin. Begitulah sistem Islam dalam mengatur problematika kehidupan, dalam ranah pendidikan.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis