Satgas Pornografi Anak dalam Sistem yang Melenakan, akankah Berhasil ?


Oleh : Ummu Rifazi, M.Si

 

LenSa MediaNews__Indonesia masuk peringkat empat secara internasional dan peringkat dua dalam regional ASEAN berdasarkan laporan yang dihimpun NCMEC dengan temuan 5.566.015 juta kasus konten pornografi anak di Indonesia selama 4 tahun terakhir. Kasus sebenarnya bisa jadi lebih banyak lantaran banyak korban yang masih menutupi dan belum berani melaporkannya.

 

Korban pornografi itu terdiri dari anak-anak tingkat PAUD sampai SMA, termasuk anak-anak didik di pesantren. Oleh karena itulah maka Menko Polhukam Hadi Tjahjanto membentuk satuan tugas (Satgas) yang melibatkan 11 lembaga negara untuk menangani kasus pornografi yang libatkan anak-anak (Cnnindonesia.com, 18-04-2024).

 

Sistem yang Menyuburkan Kemaksiatan

 

Sistem demokrasi sekuler di negeri yang 84,35% penduduknya beragama Islam ini telah membuat orientasi kemaksiatan berkembang subur. Selama masih ada permintaan, para pengusung kapitalisme akan terus memproduksi meskipun hal itu merusak generasi, termasuk pornografi yang dilegalkan dalam sistem ini. Apalagi dalam dalam ekonomi kapitalisme, produksi pornografi termasuk shadow economy, jadi bisa dipastikan dibiarkan bahkan dipelihara.

 

Sistem saat ini mencampuradukan antara yang haq dengan yang bathil, jelas tidak akan mampu mencegah kejahatan seksual merajalela di masyarakat. Peraturan dan sistem sanksinya mudah berubah dan diotak-atik oleh yang yang berkepentingan, tidak menyentuh akar persoalan, efeknya hanya sementara, berdampak duniawi saja dan tidak menjerakan.

 

Dalam sistem ini hal-hal yang mengundang syahwat bebas berada di mana saja. Wanita berpakaian seksi dan terbuka bebas berkeliaran dalam kehidupan umum yang akhirnya memicu dan menjadi biang kemaksiatan. tidak bisa dikenai sanksi Pasal 10 UU No.4 Tahun 2008 tentang Pornografi yang berbunyi : “ Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan ponografi lainnya”. Hal ini karena cara pandang yang berbeda dalam batasan aurat (bagian tubuh yang tidak boleh dilihat oleh yang bukan mahram). Wanita berpakaian seksi dan terbuka belum dapat dikategorikan sebagai ketelanjangan, karena menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud ‘telanjang’ adalah tidak berpakaian, sedangkan contoh dari eksploitasi seksual adalah seperti pelacuran dan pencabulan. Bahkan tidak ada peraturan yang “melarang” seseorang nonton film porno. Konten berbau seks, termasuk nonton video porno, hanya terkategori tabu bagi masyarakat karena bertentangan dengan norma kesusilaan (hukumonline.com, 11-06-2014).

 

Islam Menjaga Kehormatan dan Kemuliaan Umat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pornografi adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau untuk membangkitkan nafsu birahi atau bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi dalam seks. Oleh karena itu, jelaslah Islam memandang pornografi sebagai suatu bentuk kemaksiatan dan kejahatan yang harus dihentikan. Pelarangan pornografi dalam ajaran Islam tidak hanya berlaku untuk anak-anak, tapi juga bagi orang dewasa. Sehingga ketika aturan Islam diterapkan, industri maksiat jelas haram dan terlarang dalam Islam.

 

Dalam Islam batasan aurat sangat jelas dan tidak akan berubah. Aurat laki-laki adalah dari pusar hingga lutut, sedangkan aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan saja yang boleh terlihat. Kehormatan dan kemuliaan umat dijaga dengan syariat menjaga pandangan (ghaddul bashar) sebagaimana Firman Allah ta’alaa dalam QS An-Nur [24] : 30 dan 31. Tujuannya agar kemaksiatan yang bermula dari pandangan, tidak terjadi.

 

Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalaam “Pandangan mata itu laksana panah beracun dari berbagai panah iblis. Maka dari itu, siapa saja yang menahan pandangannya dari keindahan-keindahan wanita, niscaya Allah akan mewariskan cahaya yang menghiasi hatinya.” (HR Abdullah bin Mas’ud)

 

Islam memiliki sistem sanksi yang tegas berlandaskan keimanan yang terhubung dengan konsekuensi di akhirat sehingga efeknya menjerakan dan mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan tuntas dan adil. Menurut syariat Islam, kasus pornografi terkategori kasus takzir, yakni khalifah yang berwenang menjatuhkan sanksi kepada pelaku. Jenis hukumannya bisa dalam bentuk pemenjaraan hingga hukuman mati sesuai hasil ijtihad khalifah. Jika kasus pornografi ini berkaitan dengan kasus perzinaan, akan ditegakkan had zina sebagai sanksi bagi para pelaku. Ghayru muhsan mendapat 100 kali cambuk, sedangkan muhsan berupa hukuman rajam.

 

Oleh karenanya, jika kita ingin hidup mulia biridhallahi ta’alaa, marilah kita berjuang dengan segenap kemampuan kita, agar syariat Islam dapat diterapkan secara kaffah dengan tegaknya Daulah khilafah rasyidah ‘alaa min hajj an-nubuwwah, allahummanshuril bil islam, wallahu a’lam bishshawab.

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis