Silaturahmi Idul Fitri Jadi Momen Merajut Toleransi Beragama? 

Oleh : Ummu Rifazi, M.Si

 

Lensa Media News–Uskup Keuskupan Bogor Mgr Paskalis Bruno Syukur bersama umat Katolik mengunjungi kediaman Wali Kota Bogor, Bima Arya untuk melakukan silaturahmi dan menyampaikan ucapan selamat Idul Fitri dalam kegiatan Open House, Rabu (10/04/2024).

 

Paskalis mengatakan bahwa Hari Raya Idul Fitri merupakan momen kebersamaan dan toleransi antar umat beragama dan mengapresiasi kemampuan Bima Arya memimpin Kota Bogor dan membangun relasi kebersamaan antar umat beragama (radarbogor.id, 10/04/2024).

 

Pada momen tersebut, Bima Arya menitipkan pesan kepada Paskalis agar keberagaman di Kota Bogor tetap dijaga dan mengapresiasi kepada seluruh tokoh lintas agama yang sudah menjaga keberagaman tersebut. Bima Arya pun menceritakan bahwa selama 10 tahun terakhir, 10 kali lebaran, Uskup Bogor dan para tokoh lintas agama selalu jadi tamu pertama Open House Idul Fitri dirumahnya (Bogor.suara.com, 12/04/2024).

 

Bias Toleransi Beragama

 

Pemkot Bogor memasukkan nomenklatur kerukunan toleransi dan perdamaian ke dalam Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 14 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2019-2024.

 

Bima Arya membuat program dialog lintas agama, merayakan secara terbuka perbedaan dan keberagaman, menarasikan kembali kearifan lokal Kota Bogor melalui perhelatan kesenian dan kebudayaan di acara Bogor Street Festival CGM 2020 (mediaindonesia.com, 12/09/2022).

 

Atas upayanya, Bima Arya menerima penghargaan Kepemimpinan Toleransi Terbaik tingkat kota dari Setara Institute. Penghargaan diserahkan pada Launching dan Penghargaan Indeks Kota Toleran tahun 2023 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Bima Arya juga menitipkan agar ke depan siapapun pejabatnya, siapapun walikotanya, Indeks Toleransi di Kota Bogor harus terus menguat tidak boleh mundur dan jangan pernah mundur (radarbogor.id, 31/01/2024).

 

Makna Hakiki Toleransi Beragama

 

Sebagai seorang pemimpin sekaligus seorang muslim, para kepala daerah hendaknya tetap berpegang pada aturan Allah ta’ala mengenai batasan toleransi beragama. Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi.

 

Makna Toleransi berbeda dengan Sinkretisme. Sinkretisme adalah pencampuradukan keyakinan, paham atau aliran keagamaan. Hal ini terlarang di dalam Islam. Contohnya perayaan Natal bersama, pemakaian simbol-simbol agama lain, ucapan salam lintas agama, doa lintas agama, dan dan lain-lain. semua ini bukanlah makna toleransi yang shahih.

 

Pencampuradukkan ajaran agama merupakan refleksi dari paham pluralisme yaitu paham yang mengakui kebenaran setiap agama. Pluralisme haram hukumnya dalam Islam, dan telah difatwakan oleh MUI tahun 2005 berdasarkan firman Allah QS Ali Imran ayat 19, bahwa agama yang diridhai Allah ta’alaa hanyalah Islam. Dan Allah menegaskan dalam QS Al Kafirun bahwa muslim harus menghargai agama orang lain, tapi tidak mencampuradukkan ritual agama satu sama lain.

 

Toleransi dalam Islam sudah berlangsung selama ribuan tahun sejak masa Rasulullah Muhammad saw. sampai sepanjang masa kekhalifahan Islam setelahnya. Baginda Rasul yang mulia melakukan transaksi jual-beli dengan non-muslim.

 

Rasulullah saw. juga memimpin negara Islam di Madinah dengan cemerlang dalam kemajemukan agama. Umat Islam, Nasrani dan Yahudi hidup berdampingan satu sama lain. Dalam naungan pemerintahan Islam, masyarakat non-muslim mendapatkan hak-hak yang sama dengan kaum muslim sebagai warga negara, dalam jaminan keamanan dan kebebasan beribadah sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing.

 

Para khalifah pengganti Rasulullah saw. juga menunjukkan sikap toleransi yang sangat jelas. Ketika Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. membebaskan Yerussalem Palestina, beliau menjamin warga Yerussalem tetap memeluk agamanya dan tidak memaksa mereka memeluk Islam.

 

Beliau pun tidak menghalangi mereka untuk beribadah sesuai dengan keyakinan mereka. Sikap tenggang rasa juga terukir agung ketika Muhammad al-Fatih sukses menaklukkan Konstantinopel. Saat itu kaum Kristiani menggigil ketakutan di sudut gereja. Namun faktanya, Muhammad al-Fatih membebaskan mereka tanpa ada yang terluka maupun teraniaya dan tak ada yang dipaksa untuk memeluk Islam.

 

T.W. Arnold, seorang orientalis dan sejarahwan Kristen, juga memuji toleransi beragama dalam negara Khilafah. Dalam bukunya, “The Preaching of Islam: A History of Propagation Of The Muslim Faith (hlm. 134)”, dia antara lain berkata: “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh Pemerintahan Khilafah Turki Utsmani—selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani—telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa.” (Buletin Kaffah, No. 120, 23 Rabiul Akhir 1441 H-20 Desember 2019 M).

 

Marilah kita semua memperjuangkan kembali diterapkannya Sistem Islam secara kafah agar semua pihak merasakan kerukunan umat beragama dan kesejahteraan yang sesungguhnya. Maasyaa Allah, allahummanshuril bil Islam, Wallahu a’lam bisshowwab. [ LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis