THR-ku Sayang, THR-ku Malang

Lensa Media News, Surat Pembaca- Hari Raya Idul Fitri adalah momen cairnya tunjangan hari raya (THR). Ini merupakan bonus yang ditunggu-tunggu oleh seluruh pekerja baik swasta maupun aparatur sipil negara. Namun, ada yang meresahkan dari cairnya THR tahun ini. THR tersebut akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) sesuai pasal 21. Perhitungan pajak dilakukan dengan metode tarif efektif rata-rata (TER) mulai 1-1-2024. Besaran pajak berdasarkan TER dibagi dalam tiga kategori yaitu A, B dan C dengan besaran potongan pajaknya sebesar 0,25 – 34% (tergantung besaran pendapatan bruto pekerja mulai dari Rp5,4 juta sampai pendapatan lebih dari Rp1,4 M) (Detik, 28-03-2024).

 

Kebijakan potongan pajak THR yang diberlakukan di awal 2024 ini adalah hal baru. Pasalnya, sebelumnya tidak pernah dilakukan potongan pajak pada tunjangan hari raya, bonus, dll. Potongan pajak sebelumnya hanya dilakukan pada komponen gaji yang dikenakan potongan pajak PPh 21.

 

Pemotongan pajak PPh 21 pada komponen THR jelas memberatkan pekerja, di tengah pengeluaran yang meningkat seiring dengan datangnya hari raya ditambah dengan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok sehari-hari. Cairnya THR bagaikan hujan di tengah gersangnya padang pasir.

 

Dalam negara kapitalistik, pajak merupakan pendapatan negara terbesar dibandingkan pendapatan non pajak. Apa pun yang bisa dikenai pajak, akan dipungut pajaknya. Tidak perduli apakah masyarakat mampu/tidak. Berbeda dalam sistem Islam, negara memiliki sumber pendapatan yang bermacam-macam. Pajak adalah pilihan terakhir yang negara pungut kepada rakyatnya, ini pun hanya dipungut pada rakyatnya yang kaya. Negara memiliki kewajiban untuk mengelola pendapatan negara untuk menyejahterakan rakyatnya bukan malah membebani mereka dengan berbagai macam pungutan pajak.

Wallahualam.

 

Lena Aulana,
Bogor

[LM, Hw]

Please follow and like us:

Tentang Penulis