Sepenting Itukah Kesetaraan Gender?
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Lensa Media News–Internasional Woman’s Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional diperingati setiap tahunnya pada tanggal 8 Maret. Perjalanan panjang sebuah pencapaian kesetaraan gender dan perubahan nasib yang lebih baik bagi perempuan di dunia.
Tema IWD tahun ini, ‘Invest in women: Accelerate progress’ yang artinya ‘Berinvestasi pada perempuan: Mempercepat Kemajuan’.
Kepala Program UN Women Indonesia Dwi Faiz menyebut bahwa menjamin pemenuhan hak-hak perempuan dan anak perempuan di seluruh aspek kehidupan adalah satu-satunya cara untuk memastikan perekonomian yang sejahtera dan adil, planet yang sehat untuk generasi mendatang, dan tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) (Liputan6.com, 1/3/2024).
Investasi terhadap perempuan secara konkret bisa dilakukan dalam dua hal yakni investasi publik terhadap kebutuhan perempuan dan investasi sektor swasta. Sementara dari sisi pemerintah, beberapa hal konkret yang bisa dilakukan adalah alokasi dana publik untuk menunjang kesetaraan gender semisal penyediaan penitipan anak, fasilitas dan subsidi untuk melakukan pekerjaan perawatan dan lainnya.
Investasi Benarkah Memuliakan Perempuan?
Persoalan perempuan dari tahun ke tahun seolah tak pernah selesai. Yang paling konsern dibicarakan adalah kesetaraan gender, ide persamaan perlakuan antara perempuan dan pria dalam aspek ekonomi, politik maupun sosial. Benarkah ini adalah fokus terpenting dalam setiap persoalan yang menerpa perempuan sehingga perlu terus diperjuangkan?
Negara didorong untuk memberikan kesempatan (investasi) kepada perempuan untuk belajar dan berkarya, termasuk menyediakan cukup dana dan fasilitas untuk mewujudkan kesetaraan gender.
Seolah menjadi simbiosis mutualisme, pekerja perempuan mendapatkan gaji, negara mendapatkan perolehan pajak penghasilan, atau jika bekerja di luar negeri negara akan mendapatkan devisa. Roda perekonomian akan bergerak dan negara maju rakyat sejahtera, kemiskinan terangkat.
Jelas ini adalah paradigma kehidupan ala kapitalisme dengan semua nilai turunannya. Dan sangat batil, yaitu menjadikan perempuan seolah komoditas atau barang. Padahal sudah jelas, para korporasilah yang mendapatkan keuntungan dari program ini.
Dari sisi ketenagakerjaan, upah perempuan lebih rendah dari pria, juga lebih mudah diatur. Bahkan di beberapa jenis pekerjaan cukup mengekploitasi kecantikan fisik sudah bisa menghasilkan uang. Namun bahaya dibalik pragmatisme kapitalis ini tak kalah mengerikan. Di antaranya adalah rusaknya generasi karena kehilangan sosok ibu dan pendidik utama dalam rumah tangganya.
Maraknya perceraian, KDRT, perselingkuhan, perzinahan, trafikking, pembunuhan dan lainnya adalah dampak lainnya ketika peran perempuan direduksi. Dialihkan bukan pada tugas dan tanggungjawabnya sesuai fitrah penciptaanya. Lantas, adalah sistem perlindungan hakiki untuk perempuan selain kapitalisme sekuler?
Islam Pelindung Umat yang Hakiki
Islam memandang perempuan dan pria sebagai sesama hamba Allah sama. Pria diwajibkan salat, puasa, zakat, bersikap jujur, amanah, begitupun perempuan. Pria diwajibkan menuntut ilmu, menerapkan ilmu demikian pula perempuan.
Dari sisi penciptaan fisik, Allah memberikan amanah khusus yaitu, hamil, melahirkan, menyusui dan mengasuh yang tidak dibebankan kepada pria. Sebaliknya, perempuan tidak berkewajiban menafkahi. Ia bahkan dinafkahi sepanjang hidupnya oleh ayah, walinya, suaminya hingga negara jika memang tak ada lagi yang menanggung nafkahnya. Allah memberi kelebihan kepada pria, bukan untuk mengalahkan perempuan namun untuk menjaga keseimbangan alam. Kelestarian manusia itu sendiri.
Islam menetapkan bahwa negara bertanggungjawab untuk memenuhi hak setiap individu termasuk pendidikan dan kesempatan yang sama untuk berkarya. Perempuan pun bisa berpolitik dalam majelis umat (wakil rakyat) misalnya, mengoreksi penguasa dan memberi masukan. Semuanya tak perlu ada kuota 30 persen bagi perempuan agar suaranya sah dan memiliki nilai politik. Jika pun Islam menetapkan ketentuan rinci atas perannya di masyarakat adalah untuk menjaga kemuliaannya.
Poin penting yang harus diingat adalah Islam menetapkan Perempuan sebagai ummum wa rabbatul bait ( ibu pengatur rumah tangga dan pendidik anak). Dan dalam Islam mendidik perempuan adalah investasi untuk membangun peradaban yang mulia bukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Urusan jaminan sejahtera itu ada pada negara, dimana negara sebagai wakil rakyat, mengelola harta kepemilikan umum, kepemilikan negara dan mengembalikannya kepada rakyat dalam bentuk pelayanan kebutuhan komunal.
Maka, tak penting bahkan kesetaraan gender dalam Islam tak pernah menjadi pembahasan. Sebab Allah yang Maha Adil sudah menetapkan sedemikan rupa untuk kebaikan manusia, dunia akhirat.” Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS Al Maidah :50). Wallahualam bissawab. [LM/ry].