HST Tolak Pengerukan “Emas Hitam”

Oleh: Baiti Najihah, S.Pd

 

Lensamedianews.com– Siapa yang tak tergiur ketika melihat harga jual batu bara, si “emas hitam” yang menjadi primadona di Kalimantan. Apalagi bagi para pengusaha, batu bara menjadi incaran utama mereka dalam berbisnis untuk memperkaya diri, bahkan mungkin harta mereka tak akan habis dalam tujuh turunan.

Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) menjadi salah satu dari incaran pengusaha karena gunung meratusnya yang banyak menyimpan batu bara. Namun masyarakat HST menolak adanya penambangan batu bara di pegunungan meratus. Menurut mereka, akan semakin banyak kerusakan lingkungan dan dampak negatif yang akan terjadi apabila ada penambangan batu bara, baik secara legal apalagi ilegal. (kalsel.antaranews.com, 27/01/24)

Masyarakat yang memiliki semoboyan Murakata (Mufakat, Rakat, Seiya, Sekata) sudah dari lama menolak gagasan adanya penambangan di kabupaten mereka, khususnya masyarakat Desa Banua Jingah yang semangat menghadiri kegiatan Reses anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang bertempat di Gedung Efatil Jalan Murakata, Kompleks Istiqamah Barabai (rri.co.id, 26/01/04)

Mereka mengungkapkan hampir di setiap tahun banjir selalu melanda HST dan menyebabkan beberapa kerusakan, bahkan sampai saat ini imbas dari banjir besar di tahun 2021 pun masih belum tuntas diatasi oleh pemerintah, Salah satunya pada sektor infrastruktur. (rri.co.id, 26/01/04)

Aktivitas penambangan batu bara bukanlah sesuatu yang dilarang, karena batu bara merupakan salah satu dari banyaknya Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia yang seharusnya dikelola oleh pemerintah sendiri dan hasilnya dikembalikan kepada negara. Sedangakan yang menjadi masalah saat ini adalah pengelolan bukan dari pemerintah dan hasilnya tidak dikembalikan kepada negara.

Sungguh miris, harta dari SDA namun keuntungannya hanya dirasakan oleh segelintir pengusaha, sedangkan dampak buruknya hanya dirasakan oleh warga negara. Sudah jatuh terimpa tangga pula, rasanya inilah pribahasa yang menggambarkan negeri, sudah tidak mendapatkan keuntungan, malah yang dirasakan hanya kerugian.

Negara dengan mudah memberikan izin pertambangan tanpa memikirkan keadaan rakyat yang akan terkena dampaknya. Namun, wajar saja, karena system saat ini didasarkan pada asas manfaat. Selama hal itu bagi mereka mendatangkan manfaat dan memiliki kepentingan yang sama maka mereka akan menyetujuinya meskipun orang lain menderita.

Padahal dalam Islam, batu bara termasuk harta kepemilikan umum yang seharusnya menjadi hak ummat. Negara hanya mengatur dan mengelola, negara tidak boleh memberikan izin kepada siapapun untuk meguasainya, apalagi memberikan izin bagi individu untuk memilikinya dan menikmati keuntungannya.

Dulu pada masa Rasulullah saw, seseorang pernah meminta tambang garam kepada Rasul sebagaimana dalam hadits Rasulullah saw, dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika Abyad bin Hamal ra. telah pergi, ada seorang lelaki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal).” (HR Abu Dawud dan At-Timidzi)

Kisah di atas memperlihatkan betapa tegasnya Rasulullah saw ketika menjadi kepala negara untuk mengambil kembali harta yang seharusnya menjadi kepemilikan umat. Harta yang seharusnya hanya boleh dikelola oleh negara tanpa campur tangan siapapun.

Lihatlah betapa Islam begitu peduli terhadap kesejahteraan. Islam begitu indah dalam mengatur kebijakan yang selalu berpihak kepada rakyat karena didasarkan pada aturan syara’, dimana pembuatnya adalah yang menciptakan manusia itu sendiri, yang paling mengetahui apa yang terbaik terhadap ciptannya. Wallahu a’lam bis shawwab. [LM/UD]

Please follow and like us:

Tentang Penulis