Kontestasi ala Demokrasi, Rawan Depresi

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

 

 

Lensamedianews.com– Pemilihan presiden dan para anggota legislatif akan segera digelar. Pesta demokrasi kali ini diwarnai dengan berbagai fenomena. Salah satunya dengan penyediaan sejumlah rumah sakit jiwa sebagai dampak gagalnya pencalonan.

 

Demokrasi, Sistem Gagal Niscaya Lahirkan Kegagalan

Sebagai bentuk antisipasi kegagalan kontestasi para calon legislatif, pemerintah telah menyiapkan sejumlah rumah sakit jiwa. Dilansir dari kompas.tv, 24/1/2024, rumah sakit Otto IskandarDinata menjadi salah satu rumah sakit yang disiapkan untuk merawat calon legislatif yang depresi akibat kegagalan dalam pemilihan umum. Tidak hanya itu, rumah sakit yang berlokasi di Soreang Bandung tersebut, juga menyediakan 10 ruangan VIP khusus korban pemilu dan dokter spesialis jiwa bagi para caleg yang stress.

Psikiater sekaligus Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional DR Dr Nova Riyanti Yusuf, SpKJ mengungkapkan calon legislatif yang mencalonkan diri tanpa ada tujuan jelas akan mudah mengalami gangguan mental (antaranews.com, 11/12/2023). Rasa kecewa yang berlebihan akan memicu pola pikir yang irasional. Inilah yang akan memicu depresi dan gangguan kejiwaan seseorang. Belum lagi fakta utang yang membelit para caleg. Tentu saja, kondisi ini akan semakin menekan berujung kondisi kejiwaan yang mengkhawatirkan.

Semua kondisi saat ini sangat rentan melahirkan individu rawan depresi. Terlalu berlebihan menatap masa depan yang tidak mampu menjanjikan kepastian membuat individu lupa diri. Terlalu cemas dan terlalu berharap menciptakan individu tidak mampu berpikir rasional. Berbagai usaha pun dilakukan demi meraup kursi kekuasaan. Termasuk mengusahakan dana fantastis agar masuk ke deretan calon pemimpin ala demokrasi. Ramai-ramai berhutang demi pungguk kekuasaan. Tentu saja, segala fakta yang kini ada menciptakan keadaan yang semakin buruk.

Pemilihan pemimpin dalam sistem demokrasi merupakan kontestasi berbiaya mahal. Tingginya biaya pencalonan diusahakan dengan berbagai cara. Tanpa menilik standar benar salahnya perbuatan. Demi meraih kursi kekuasaan. Tujuannya lagi-lagi untuk prestise dan kehormatan. Bukan demi pengurusan kepentingan rakyat. Di sisi lain, saat ini jabatan menjadi sesuatu yang diimpikan kebanyakan orang. Demi harga diri di mata publik. Bahkan tidak sedikit juga yang memimpikan suatu jabatan untuk memperkaya diri dan keluarganya. Tentu saja konsep ini adalah konsep keliru yang akan merusak sendi-sendi pengaturan rakyat. Wajar saja, kekuatan kekuasaan ala demokrasi selalu diwarnai dengan kasus korupsi.

Di sisi lain, dalam sistem saat ini, mental individu adalah mental yang lemah. Akidah dan aturan agama menjadi hal yang dijauhkan dari konsep kehidupan. Manusia yang lemah memaksakan dirinya untuk menang dalam pertarungan apapun. Termasuk pertarungan dalam kursi kekuasaan. Fakta ini membuktikan, sistem pendidikan yang kini diterapkan tidak mampu membentuk mental kuat dalam setiap diri individu. Depresi, gangguan mental menjadi kasus yang sering terjadi. Akhirnya, tatanan kehidupan dalam sistem cacat ini pun melahirkan kehidupan yang jauh dari harapan. Karena setiap individu menyandarkan tujuan pada hawa nafsunya saja.

 

Islam dan Kepemimpinan

Islam menetapkan bahwa kepemimpinan adalah konsep pengaturan setiap urusan rakyat. Kepemimpinan juga merupakan amanah yang wajib dijaga karena akan dipertanggungjawabkan di hari hisab kelak.

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Konsep pemilihan dalam sistem Islam pun tidak membutuhkan biaya mahal. Karena konsep tanggung jawab menjadi konsep utama dalam pemilihan pemimpin. Muslim yang jujur, adil, mampu menerapkan syariat Islam dengan menyeluruh dan tanggung jawab terhadap kepentingan rakyat, menjadi kriteria umum pemimpin dalam Islam.

Saat ini umat membutuhkan pemimpin yang benar-benar mampu menjaga kepentingan rakyat. Bukan pemimpin yang mengeruk harta rakyat demi kepentingan pribadinya. Kriteria-kriteria tersebut hanya mampu diwujudkan dengan penerapan sistem Islam yang sempurna dan menyeluruh dalam wadah institusi khilafah.

Dalam khilafah, sistem pendidikan yang diterapkan adalah sistem pendidikan berbasis akidah Islam dengan menjadikan syariat Islam sebagai panduan utama. Individu berakhalakul karimah dengan akidah Islam yang sempurna dan berwawasan politik Islam menjadi produk yang khas ala pendidikan dalam sistem Islam. Sehingga setiap kegagalan dalam pemilihan pemimpin akan mampu diterima dengan lapang dada.

Kepemimpinan merupakan bagian dari qadha Allah SWT demi kebaikan seluruh umat. Dan setiap individu mampu meyakini bahwa pemimpin yang terpilih adalah pemimpin terbaik bagi pengurusan urusan umat. Sehingga konsep demikian akan menjauhkan individu-individu dari gangguan mental. Wallahua’lam bisshowwab. [LM/UD]

Please follow and like us:

Tentang Penulis