Komersialisasi Jaminan Halal, Bolehkah?

Oleh: Marlina, S. Pd

(Pemerhati Sosial dan Masyarakat)

 

 

Lensamedianews– Kementerian Agama mewajibkan pedagang makanan dan minuman memiliki sertifikat halal. Termasuk dari kalangan pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) wajib mengurus sertifikasi halal. Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag, mengungkapkan bahwa pelaku usaha wajib mempunyai sertifikat halal pada masa penerapan pertama aturan ini yang berakhir 17 Oktober 2024. (Kompas.com)

Ada biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku UMK dalam Pengurusan sertifikat halal ini. Dan negara telah menyediakan layanan sertifikasi halal gratis sejak Januari 2023. Namun, layanan gratis itu terbatas hanya untuk satu juta pelaku usaha, tidak mencukupi untuk seluruh UMK di Indonesia. Apalagi sertifikasi ini juga ada masa berlakunya, sehingga perlu sertifikasi ulang secara berkala.

Jika kedapatan pedagang yang tidak mempunyai sertifikat halal maka akan dikenakan sanksi. Sanksi yang akan diberikan, berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Tentu hal demikian akan memberatkan bagi pelaku usaha.

Ada tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal. Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. (Tirto.com)

Perkara halal dan haram pada makanan adalah bagian dari aqidah Islam. Sebagai wujud keimanan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Hal ini berdasarkan firman-Nya dalam QS Al-Baqarah: 168, “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”

Di masa sekarang, adanya sertifikasi halal pada produk makanan adalah hal yang penting bagi umat Islam. Umat akan merasa tenang karena yakin akan kehalalan produk yang dikonsumsi. Ada konsekuensi tidak diterimanya ibadah dan doa ketika masuk makanan yang tidak halal.

Sabda Rasulullah saw. riwayat Imam Muslim, “Seorang lelaki melakukan perjalanan jauh sehingga rambutnya kusut dan wajahnya berdebu. la menengadahkan kedua tangannya ke langit dan berkata, ‘Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!’ Padahal, yang dimakannya adalah haram maka bagaimana akan diterimanya doa itu?”

Dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram, kecuali neraka lebih utama untuknya.”

Oleh karena itu, peran masyarakat dan negara sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa setiap produk yang beredar di wilayah kaum muslim adalah halal. Karena tidak cukup hanya mengandalkan individu untuk memastikan kehalalan produk
Sudah selayaknya negara memberikan layanan sertifikasi halal secara gratis sebagai bagian pelayanan terhadap rakyat. Negaralah yang hendaknya aktif mengawasi setiap produk yang beredar di masyarakat dan memastikan hanya yang halal saja yang beredar.

Namun dalam sistem kapitalisme, semua bisa dikomersialiasasi. Rakyat dibebani untuk mengurus sertifikat dengan biaya yang tidak murah. Padahal, ketika menjalani usaha, rakyat sudah terbebani banyak pungutan, seperti pajak, IMB, perizinan, dan lain-lain. Alhasil, harga produk menjadi mahal.
Islam menjadikan negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat, termasuk juga dalam melindungi akidah/agama. Oleh karena itu Negara harus hadir dalam memberikan Jaminan halal. Apalagi kehalalan produk berkaitan erat dengan kondisi manusia di dunia dan akherat, baik secara jasmani maupun Rohani.

Negara yang bisa bertanggung jawab penuh terhadap tugas penjaminan kehalalan ini hanya Khilafah karena tegak di atas akidah Islam. Khilafah juga akan mengedukasi pedagang dan setiap individu rakyat agar sadar pentingnya kehalalan pada produk. Khilafah juga akan menjamin pembiayaan sertifikasi halal dan melayani dengan kemudahan birokrasi secara cepat dan mudah. [LM/UD]

Please follow and like us:

Tentang Penulis