Konflik Lahan yang Tak Pernah Tuntas
Lensa Media News–Dalam acara penyerahan sertifikat tanah untuk rakyat yang digelar di Gelanggang Olah Raga (GOR) Delta, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, pada Rabu, 27 Desember 2023. Presiden Joko Widodo menekankan bahwa pemerintah terus berupaya untuk mempercepat penyelesaian urusan sertifikat tanah milik masyarakat. Presiden pun mendorong agar urusan sertifikat tanah di seluruh Indonesia dapat selesai pada tahun 2024 mendatang.
Pemerintah menilai jika konflik sengketa tanah terjadi maka pemilik itu akan mati-matian mempertahankan tanahnya. Bahkan bisa memicu hal yang sangat berbahaya, misalnya saling membunuh. Maka dari itu, adanya sertifikat tanah merupakan solusi sebagai tanda bukti hak hukum atas tanah yang dimiliki.
Namun sebenarnya, pembagian sertifikat tanah tidak akan menyelesaikan konflik agraria. Kenapa? Karena memang tanah-tanah yang disertifikasi oleh pemerintah saat ini bukanlah tanah berkonflik, melainkan tanah masyarakat yang memang belum disertifikasi karena berbagai faktor.
Dan Konflik lahan merupakan sebuah hal yang pasti terjadi dalam sistem kapitalisme demokrasi yang melahirkan politik oligarki. Dimana dalam sistem kapitalisme demokrasi, penguasa dituntut oleh kekuatan global untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dengan banyak melakukan pembangunan.
Dan dengan dalih proyek pembangunan inilah, pemerintah justru memudahkan jalan perampasan terhadap lahan masyarakat. Lagi-lagi siapa yang menjadi korban? Tentu saja rakyat. Sedangkan penguasa begitu jelas berpihak pada kepentingan pengusaha.
Dalam Islam, hal seperti ini tentu tidak akan pernah terjadi. Karena Islam memiliki konsep yang jelas terkait kepemilikan lahan. Islam selalu meniscayakan adanya pengurusan urusan umat oleh penguasa. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. : “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.”(HR Muslim dan Ahmad).
Meski pengusaha punya modal besar, tidak boleh menguasai lahan milik umum. Penguasa (khalifah) tidak boleh memihak pada pengusaha dalam hal konflik lahan. Hal ini karena penguasa di dalam Islam berposisi sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) rakyat, termasuk pelindung dalam hal kepemilikan lahan.
Jadi jelas di dalam Islam, pembangunan lahan haruslah untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat. Bukan karena kepentingan segelintir orang ataupun kelompok. Dewi Wisata. [LM/EH/ry].