Judi Online Menjerat Generasi Muda
Judi Online Menjerat Generasi Muda
Oleh : Akah Sumiati
LenSaMediaNews.com – Jeratan judi online kini bukan hanya menjerat orang dewasa saja, tapi kini judi online menyasar generasi muda, yakni para pelajar. Laporan terbaru PPATK menemukan 2,7 juta orang Indonesia berpenghasilan di bawah Rp100.000 per hari, terlibat judi online. Sebanyak 2,1 juta diantaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar. Menurut data PPATK, transaksi judi online 2017—2023 mencapai lebih dari Rp200 triliun.
Bukan hanya kecanduan judi online, anak-anak saat ini juga dikepung judi online berkedok game online. Direktur Center of Economics and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, bentuk aplikasi judi online kebanyakan mirip dengan game online sehingga terjadi gamifikasi perjudian pada era digital.
Kondisi ini sungguh miris dan memprihatinkan. Bagaimana jadinya masa depan generasi jika akal, pikiran, dan perilaku mereka sudah terpapar judi? Dampaknya jelas tidak main-main sebab judi bisa membahayakan generasi dan menghancurkan negara dan bangsa.
Anak terjerat judi online merupakan masalah besar yang wajib mendapat perhatian serius dari semua pihak, terutama negara. Jika kita simpulkan ada tiga faktor besar yang bertanggung jawab atas fakta miris ini yaitu keluarga, masyarakat dan negara.
Dalam sistem sekuler saat ini, peran keluarga sangat berat sebab sistem pendidikan sekuler yang tidak membentuk karakter mulia, anak-anak tumbuh pada era digital yang serba bebas. Penggunaan gawai yang tidak terkontrol merupakan salah satu penyebab anak dapat mengakses segala hal di dunia digital.
Kedua, faktor lingkungan atau masyarakat. Masyarakat yang terbentuk dalam sistem kapitalisme sekuler cenderung individualistis. Rasa peduli yang rendah membuat masyarakat tidak mau terlalu mencampuri urusan orang lain, tidak ada pembiasaan menyerukan kebaikan dan mencegah kerusakan.
Ketiga, faktor negara. Negara saat ini tidak serius menangani persoalan yang membuat rusak generasi.
Meski Kemkominfo sudah melakukan upaya pemblokiran situs hingga pembekuan rekening pelaku, nyatanya hal tersebut belum cukup mampu memberangus gurita judi online. Komitmen negara tampak masih kurang dalam memberantas segala hal yang merusak generasi. Bahkan, beberapa artis malah menjadi influencer judi online.
Perangkat hukum di negeri ini pun belum memberikan efek jera bagi pelaku kriminal. Dalam sistem sekuler saat ini, sebagian masyarakat menganggap judi online sah-sah saja, bukan perilaku yang harus dijauhi. Mirisnya lagi, judi online dianggap sebagai solusi masalah keuangan. Mereka memilih jalan pintas demi hasil instan.
Inilah fakta kerusakan generasi makin ngeri tatkala pelajar menjadi pelaku judi. Inilah salah satu potret buruk sistem kehidupan sekuler yang memisahkan agama (Islam) dari kehidupan. Aturan Islam cenderung dipinggirkan, dilupakan dan terlupakan ibarat aturan usang dan terbuang.
Berbeda dengan sistem Islam. Sepanjang sejarahnya, sistem dan peradaban Islam telah sukses mencetak generasi gemilang dengan segudang prestasi dunia dan akhirat. Islam telah berhasil mendidik generasi qur’ani, bukan generasi pecandu game atau judi.
Pendidikan dalam Islam menerapkan sistem berbasis akidah Islam di lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara. Dalam aspek keluarga, orang tua harus mendidik anak-anaknya menjadi hamba Allah yang taat, tidak bermaksiat, dan gemar beribadah. Anak-anak harus mengenal jati dirinya sebagai hamba Allah Taala. Inilah tugas orang tua dalam mendidik anak-anak menjadi generasi salih dan salihah.
Lingkungan dan masyarakat yang mendukung generasi menjauhi hal-hal yang diharamkan dalam agama, seperti judi online seperti melakukan amar makruf nahi mungkar yang merupakan salah satu kewajiban yang Allah ta’ala perintahkan.
Negara menerapkan sistem pendidikan Islam, berbasis akidah Islam yang akan membentuk pola pikir dan pola sikap pelajar sesuai arahan Islam. Pelajar akan memiliki standar perbuatan berdasarkan Islam. Bukan hanya kesenangan materi, tetapi mereka akan memilih aktivitas yang Allah ridai.
Dalam Islam, negara akan menutup setiap akses judi online bagi seluruh masyarakat. Negara juga akan melarang konten-konten yang memuat keharaman atau yang tidak mengedukasi masyarakat untuk taat. Tidak ada ruang bagi kemaksiatan dalam sistem Islam.
Selain itu, negara memberi sanksi hukum yang memberi efek jera bagi setiap pelaku kriminal dan kemaksiatan. Negara juga akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Sehingga, tidak ada lagi alasan terlibat judi online karena masalah ekonomi.
Tiga pilar penting ini tidak akan optimal berjalan tanpa penerapan sistem Islam yang kafah. Jika sistem Islam diterapkan maka akan terwujud individu dan masyarakat yang bertakwa, dan negara yang amanah dalam menjalankan perannya.
Wallahu’alam Bisshawab