Negara Maju, Tidak Cukup dengan Keluarga Berkualitas

Oleh: Haritsa
(Pemerhati Generasi dan Kemasyarakatan)

 

Lensamedianews.com–  Dalam pidatonya pada agenda konsolidasi Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), ketua BKKBN Dr. dr. Hasto Wardoyo, SPOG(K) menyatakan bahwa keluarga adalah pondasi utama tercapainya kemajuan bangsa. BKKBN kemudian mendefinisikan pembangunan keluarga itu adalah untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas, yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Menurutnya, Indonesia Emas 2045 menjadi tantangan serius karena ada batu loncatannya, tahun 2030 harus terlampaui dengan baik, seperti tidak ada yang kelaparan, tidak ada kemiskinan ekstrem, dan stunting seharusnya sudah turun jauh. Kemudian, angka pendidikan harus bagus (republika.co.id, 28/10/2023).

Sepintas, apa yang dikatakan tentang keluarga tampak benar, bahwa keluarga-keluarga yang berkualitas akan mewujudkan kemajuan negara. Namun bagaimana peran keluarga sesungguhnya bagi negara?

 

Negara Sebagai Pengayom Keluarga

Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam kehidupan manusia. Unit sosial yang lebih besar adalah jamaah, komunitas dan masyarakat. Dan yang terbesar adalah negara. Lingkup terbesar menaungi yang lebih kecil. Selain itu meskipun keluarga sebagai unit-unit penyusun masyarakat dan negara, akan tetapi keberadaan keluarga terpisah satu sama lain. Faktanya, tatanan negara menentukan dan mempengaruhi keluarga. Sebagai contoh, meskipun secara mandiri keluarga harus bekerja dan menghidupi diri untuk sejahtera, namun bagaimana keluarga bisa menghasilkan nilai ekonomi sangat tergantung pada aturan-aturan sistem yang diberlakukan negara.

Karenanya keluarga sangat penting dalam menjalankan fungsi khusus. Akan tetapi, lebih penting lagi lingkup komunitas dan negara. Ketika sistem negara berjalan, keluarga dan masyarakat akan terimbas semua dampak dan pengaruh dari tatanan yang ada.

Fakta hari ini, keluarga begitu tertekan dalam segala aspek kehidupan. Kemiskinan terjadi bukan karena individu malas bekerja, tetapi lebih karena akses kepada sumber ekonomi menyempit. Sistem ekonomi kapitalisme dengan prinsip kebebasan kepemilikan menjadikan ekonomi dikuasai oleh pemilik modal. Para kapitalis menguasai aset strategis seperti lahan, barang energi bahkan merambah pada usaha-usaha kecil rakyat. Inilah kemiskinan struktural sistematis oleh sistem kapitalisme.

Negara tidak berdaya menyediakan jasa-jasa publik seperti kesehatan dan pendidikan karena jasa-jasa itu dikomersialkan dan dialihkan pada pemain swasta. Pada rakyat berlaku prinsip hukum rimba dan survival of the fittest dalam rimba sistem ekonomi kapitalisme.

Problem-problem cabang atau turunan muncul seperti stunting, rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan, rendahnya kualitas lingkungan hidup dan sejenisnya. Walhasil, keluarga tidak bisa optimal berkontribusi dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

Dengan demikian, keluarga bukanlah fondasi negara maju dan generasi emas. Keluarga justru memerlukan negara untuk mengayomi dan melindungi. Di sisi lain, adalah perkara aneh ketika negara melimpahkan tanggungjawab menjadi negara maju tersebut kepada keluarga. Hal ini mencerminkan negara tidak memiliki visi ideologis, abai pada kewajiban sebagai pengayom dan pengurus rakyat serta tidak memahami persoalan.

Yang harus bertanggungjawab adalah penguasa negeri ini dan sistem yang diberlakukan. Indonesia tak akan mampu menjadi negara maju jika masih berlandaskan kapitalisme, karena akan selalu berada dalam posisi terjajah dan tergantung kepada negara lain.

Sistem Islam dengan seluruh hukum syariat menjadikan negara memiliki arah dalam mengatur segala aspek kehidupan. Dalam ekonomi, syariat akan mengarahkan negara mengelola kepemilikan umum yang meliputi aset-aset strategis milik rakyat secara kolektif. Pengelolaan sumber daya alam milik umum akan memampukan negara memenuhi jasa-jasa publik seperti kesehatan dan pendidikan. Sistem ekonomi Islam juga akan membuka unit-unit usaha pada rakyat dengan kepemilikan pribadi yang ditetapkan syariah.

Negara juga akan mengarah pada pembangunan industri berat, yaitu industri mesin, alat-alat nerat, instalasi dan transportasi. Sejalan dengan visi industri berat, pendidikan dan riset akan dirancang dengan basis aqidah Islam. Pendidikan mencetak generasi yang paham agama sekaligus menguasai ilmu-ilmu kehidupan.

Semua tatanan tersebut adalah penerapan syariah secara menyeluruh dalam bingkai sistem politik pemerintahan yang disebut Khilafah. Visi ideologis khilafah menjadikan negara maju dengan generasi emas, generasi luhur, mulia dan unggul, rahmatan lil alamiin.
Wallahu a’lam bish shawab. [LM/UD]

Please follow and like us:

Tentang Penulis