Representasi Buruknya Kapitalisme dalam Mengatur Hak Pekerja

Oleh: Leora Andovita

 

Lensa Media News – Selama beberapa dekade, cara kerja sistem kapitalisme dalam mengatur perekonomian terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan pekerja makin menyebabkan ketidakpastian. Fokus kapitalisme pada maksimalisasi keuntungan dapat mengarah pada eksploitasi tenaga kerja. Beberapa pemberi kerja mungkin berusaha meminimalkan biaya tenaga kerja dengan memberikan upah rendah, menawarkan kondisi kerja yang buruk, atau menolak tunjangan bagi pekerja.

Disamping itu, kapitalisme dapat berkontribusi terhadap ketimpangan pendapatan yang signifikan. Sebagian kecil individu atau pemilik bisnis mungkin mempunyai kekayaan yang tidak proporsional, sementara banyak pekerja berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kesenjangan pendapatan ini dapat menimbulkan keresahan sosial dan ketidakstabilan ekonomi. Perekonomian kapitalis dapat menyebabkan krisis keuangan dan resesi ekonomi secara berkala, yang dapat mengakibatkan hilangnya pekerjaan.

Lemahnya kapitalisme tidak dalam menjamin kesejahteraan para pekerja memaksa mereka menghadapi tekanan tanpa henti untuk meningkatkan produktivitas dan bekerja lebih lama untuk memenuhi permintaan pasar. Akibatnya, praktik outsourcing tidak dapat dihindari sehingga berdampak ketidakadilan pemberian upah diantara pekerja. Dehumanisasi ini dapat menimbulkan stress di kalangan pekerja yang berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan fisik dan mental. Semua ini bertentangan dengan sistem Islam dalam mengatur ketenagakerjaan.

Bekerja dalam Islam dipandang sebagai aspek kehidupan manusia yang berpedoman pada seperangkat prinsip dan pertimbangan etis. Ajaran Islam menekankan pentingnya pekerjaan serta hak dan tanggung jawab baik pengusaha maupun pekerja. Islam menjunjung tinggi harkat dan martabat buruh. Umat Islam didorong untuk melakukan pekerjaan produktif dan diajarkan bahwa kerja jujur adalah sarana untuk mendapatkan berkah Allah.

Islam mengangkat nilai tenaga kerja dan memerintahkan manusia bekerja, baik untuk mencapai kehidupan yang layak dan menghasilkan barang-barang dan jasa yang menjadi keperluan hidupnya, maupun untuk amal shaleh, karena bekerja itu sendiri bersifat ibadah semata-mata kepada Allah SWT. (QS At-Taubah (9): 105). Al-Quran mengajarkan bahwa dengan bekerja sebaik-baiknya dan menjaga peraturan-peraturan agama secara proporsional, berarti bersyukur kepada Allah SWT dan ia akan diberi kehidupan yang layak. (QS An-Nahl (16): 97 dan QS Hud (11): 10). Berikut ini beberapa cara Islam mengatur tenaga kerja

Pembayaran Upah: Islam menekankan pembayaran upah yang adil dan tepat waktu kepada karyawan. Menunda atau menahan upah dianggap tidak adil dan tidak dianjurkan. Hal ini berdalil dengan hadis dari Abdullah bin Umar RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah).

Saling Menghormati: Harus ada rasa saling menghormati dan mempertimbangkan antara pengusaha dan pekerja. Pengusaha didorong untuk menunjukkan kebaikan dan kasih sayang kepada pekerjanya, sedangkan karyawan diharapkan rajin dan jujur dalam bekerja.

Hak-Hak Buruh: Buruh mempunyai hak-hak tertentu dalam Islam, seperti hak atas upah yang adil, hak atas kondisi kerja yang aman, dan hak atas cuti untuk menjalankan kewajiban agama. Hak-hak ini harus dijunjung dan dihormati. Islam mengakui pentingnya perjanjian kontrak dalam perburuhan. Kontrak kerja yang jelas dan adil dianjurkan, dengan menetapkan syarat dan ketentuan kerja, termasuk upah, tunjangan, dan tanggung jawab pekerjaan. Islam dengan tegas melarang kerja paksa dan praktik perbudakan. Semua individu berhak atas kebebasan dan martabatnya.

Kesejahteraan Sosial: Islam mendorong sistem kesejahteraan sosial yang mencakup dukungan terhadap mereka yang tidak dapat bekerja karena cacat atau alasan sah lainnya. Tanggung jawab masyarakat adalah memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.

Amal dan Sedekah: Umat Islam dianjurkan untuk memberikan sebagian dari kekayaan mereka kepada orang miskin dan membutuhkan, termasuk mereka yang mungkin menganggur atau menghadapi kesulitan keuangan. Pemberian amal ini dikenal sebagai “zakat” dan merupakan salah satu dari Lima Rukun Islam.

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin memperhatikan pekerja dengan baik dengan serangkaian aturan yang humanis karena prinsipnya yakni setiap orang berhak memperoleh kesejahteraan. Tujuan Syariah Islam untuk merealisasikan kesejahteraan manusia tidak hanya terdapat pada kesejahteraan secara ekonomi, tetapi juga persaudaraan dan keadilan sosioekonomi, kedamaian dan kebahagiaan jiwa, serta keharmonisan keluarga sosial. Dengan demikian, konsep sistem eknonomi Islam sangat tepat dijadikan rujukan karena didalamnya menjunjung tinggi prinsip kejujuran, keadilan, kehalalan dan tanggungjawab yang bertumpu pada nilai-nilai tauhid.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis