Penggunaan Air Tanah Harus Izin : Bentuk Kapitalisasi Sumber Daya Air

Oleh : Yuchyil Firdausi

 

Lensa Media News – Sejumlah daerah di Indonesia mengalami kekeringan dan krisis air bersih. Namun, di tengah kondisi seperti ini justru muncul aturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mewajibkan warga meminta izin khusus dari pemerintah jika ingin menggunakan air tanah (bbc.com, 31/10/2023). Tentu saja kebijakan ini menjadi sorotan sejumlah pihak di tengah kondisi rakyat yang sedang kesusahan.

Dilansir dari bbc.com, pemberlakuan aturan ini berlaku untuk individu, kelompok masyarakat, instansi pemerintah, badan hukum, atau lembaga sosial yang menggunakan air tanah dan sungai minimal 100.000 liter per bulan. Aturan ini juga berlaku jika air tanah dipergunakan untuk kebutuhan pokok sehari-hari serta pertanian di luar sistem irigasi yang sudah ada. Untuk pengajuan izin penggunaan air tanah pun harus memenuhi beberapa persyaratan. Pemohon harus mengajukan permohonan persetujuan penggunaan air tanah kepada Menteri ESDM melalui Kepala Badan Geologi ESDM dengan melampirkan delapan persyaratan (bbc.com, 31/10/2023).

Air merupakan kebutuhan umum, seharusnya negara menyediakan secara gratis dan juga mengusahakan dengan berbagai cara demi tercukupinya kebutuhan pokok ini. Dengan harus membayar air pada jumlah tertentu, negara jelas melakukan kapitalisasi atas sumber daya air. Air yang seharusnya merupakan kebutuhan pokok bagi umat malah menjadi sasaran pajak oleh negara. Bahkan negara telah menyiapkan sanksi bagi rakyat yang melanggar aturan tersebut.

Tujuan pemerintah menerapkan aturan tersebut adalah untuk menjaga keberlangsungan ketersediaan air tanah di masyarakat. Namun, hal ini justru kontradiksi dengan kebijakan pemerintah selama ini yang memberikan ijin pengelolaan air oleh perusahaan yang memiliki modal besar. Pihak swasta dibiarkan mengeskploitasi sumber daya air demi kepentingan bisnisnya. Hal ini menggambarkan secara nyata penerapan sistem kapitalisme. Dalam kapitalisme, air dipandang sebagai barang ekonomi yang boleh diperdagangkan. Tata kelola air dengan cara privatisasi ini telah membiarkan perusahaan-perusahaan swasta menguasai sumber daya air, sehingga mereka yang bermodal besar bisa membeli alat canggih yang bisa menyedot air tanah jauh ke dalam bumi.

Di sisi lain, keinginan pemerintah menjaga cadangan air di lapisan tanah tidak diiringi dengan upaya maksimal untuk mencegah terjadinya krisis air, di antaranya menurunkan aksi pembabatan hutan hingga menurunkan konversi lahan produktif menjadi pemukiman dan industri. Padahal 2 hal tersebut adalah bentuk eksploitasi sumber daya air tanah. Apalagi diketahui bahwa negeri ini memiliki 2 musim yaitu musim kemarau dan penghujan. Sehingga ada potensi kekeringan sungai di musim kemarau. Potensi kekeringan ini seharusnya diantisipasi oleh pemerintah dengan menerapkan kebijakan yang menjamin tersedianya kebutuhan air bersih. Inilah bentuk abainya negara terhadap kebutuhan rakyatnya. Negara hanya bertindak sebagai regulator yang seringkali melegalisasi regulasi yang hanya berpihak pada korporasi.

Tata kelola air dalam kapitalisme ini jelas jauh berbeda dengan tata kelola air dalam islam. Negara yang menerapkan sistem islam wajib menyediakan dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat termasuk air. Air dipandang sebagai kepemilikan umum (rakyat), sebab ketiadaannya atau penguasaannya oleh segelintir pihak akan mengantarkan pada bahaya/mudharat. Oleh karenanya, keberadaan sumber air tidak boleh dijadikan sebagai bahan komersialisasi atau kapitalisasi demi keuntungan pihak tertentu.

Keberadaan sumber daya air di alam semata-mata ditujukan untuk kepentingan umat. Pihak swasta boleh saja mengkonsumsi air, sebab mereka adalah bagian dari umat. Namun mereka dilarang untuk menggunakan alat pengeboran yang malah membuat sumur-sumur warga di sekitarnya menjadi mati atau kering. Apalagi jika dengan pengeboran tersebut justru menimbulkan bencana ekologis yang merugikan banyak pihak.

Pengelolaan dan penyediaan air bersih dan air minum yang berkualitas akan dilakukan oleh negara dan didistribusikan kepada rakyat secara gratis. Selain itu negara juga akan membuat bendungan, penampungan air, dan juga danau dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan rakyat. Negara juga akan menjaga ekosistem air dengan melakukan tata kelola hutan dengan baik. Hutan diposisikan sebagai kepemilikan umum (rakyat) yang tidak boleh dikelola oleh swasta ataupun asing dengan seenaknya. Hal ini dilakukan untuk mencegah masifnya laju penebangan.

Demikianlah, negara dengan sistem Islam akan melakukan berbagai cara yang efektif untuk menyediakan air bersih dan bisa dikonsumsi untuk rakyat. Semua itu sebagai upaya negara untuk menghindarkan rakyat dari krisis air. Semua ini hanya bisa terwujud jika negara menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam aspek kehidupan.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis