PLTU: Sumber Listrik yang Penuh Intrik
Oleh: Ferrina Mustika Dewi
(Penggiat Dakwah Remaja)
Guys, musim kemarau sudah berjalan lebih dari empat bulan lamanya. Bulan September adalah puncak dari kekeringan yang melanda Indonesia. Karena kemarau panjang ini, udara sekitar kita jadi mudah tercemar, dan polusi semakin meningkat juga. Hal tersebut jadi pemicu munculnya berbagai penyakit, salah satunya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada masyarakat.
Penyebab polusi udara beraneka ragam, mulai dari asap rokok, asap kendaraan bermotor, sampai asap hasil pembuangan PLTU, Guys. Polusi dari asap yang dihasilkan PLTU ini sangat berbahaya, lho! Warga yang tinggal di sekitar pabrik selalu mengeluhkan gangguan pernapasan. Anak-anak hingga dewasa pun mengeluhkan sakitnya karena polusi udara yang kian memburuk.
Banyak protes berdatangan dari kalangan masyarakat dan kelompok pemerhati lingkungan hidup terhadap adanya PLTU di sekitar tempat tinggal warga. Yang terbaru, nih, masyarakat Banten juga melakukan aduan secara resmi ke Bank Dunia karena pembiayaan untuk dua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara baru di Indonesia, (trendasia.org, 14/09/2023)
Padahal, kehadiran PLTU yang sebelumnya sudah berdiri juga menimbulkan protes dari warga. Misalnya PLTU Batubara Suralaya yang merupakan PLTU terbesar di Asia Tenggara. Dalam kawasan PLTU ini ada delapan unit pembangkit yang beroperasi hampir 24 jam. Bahkan rencananya, pengembang proyek PLTU akan membangun dua pembangkit lagi. Dampak dari pembangunan ini diperkirakan bisa melepaskan 250 juta ton karbon dioksida yang menyebabkan pemanasan global. Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) berbasis di Helsinki pun mengatakan, bahwa komplek PLTU Suralaya ini sudah memberikan dampak buruk pada kualitas udara di lingkungan sekitarnya. Udara yang tercemar pun bisa menggelontorkan biaya kesehatan tahunan mencapai lebih dari $1 miliar (voaindonesia.com, 14/9/2023). Nah, pencemaran udara tersebut jadi penyumbang kabut asap di Ibu Kota Jakarta yang menduduki peringkat pertama kota paling tercemar di dunia di bulan Agustus kemarin. Ngeri banget ya, Guys!
Sayangnya, pemerintah selalu menyalahkan masyarakat dalam permasalahan ini. Padahal, negara bisa menyetop pembangunan PLTU baru yang sebenarnya tidak diperlukan. Sebab kebutuhan listrik sudah terpenuhi dan jaringan listrik Jawa-Bali pun sudah kelebihan pasokan listrik.
Pembangunan yang sia-sia ini identik dengan sistem kapitalisme yang ingin memperoleh keuntungan dari proyek strategis negara. Semakin besar upaya mewujudkan proyek strategis, semakin banyak pula keuntungan yang mereka dapatkan. Tapi sebanding juga dengan semakin banyaknya perampasan hak rakyat. Meskipun beresiko dan berbahaya, tidak jadi hambatan bagi mereka untuk menghalalkan segala cara demi mendapatkan cuan.
Dalam sistem Islam berbeda, Guys. Negara harus fokus pada terpenuhinya pendistribusian instalasi listrik sampai ke daerah-daerah yang sulit terjangkau listrik. Di wilayah yang tidak terdapat instalasi listrik, negara bisa membangun pembangkit listrik sesuai kebutuhan rakyatnya. Listrik merupakan bagian dari Sumber Daya Alam (SDA) yang jumlahnya sangat besar, sehingga pembangunannya perlu peran dari negara agar manfaatnya bisa dirasakan masyarakat. Negara juga tidak boleh mengambil keuntungan dari hasil pembangunan instalasi listrik ini. Jadi, negara bisa memberikannya secara gratis atau masyarakat membayarnya dengan harga sangat murah.
Negara harus memetakan wilayah-wilayah yang membutuhkan instalasi listrik sehingga pendistribusian listrik bisa dipastikan dapat dinikmati rakyat dari pusat kota sampai pelosok desa. Pembangunan dalam Islam juga harus berorientasi demi kebaikan hidup manusia dalam menjalankan peran sebagai hamba Allah, yaitu menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Seperti yang tercantum dalam ayat Al-Qur’an: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Az-Zariyat : 56).
Seluruh bentuk pembangunan infrastruktur publik tidak boleh diserahkan kepada pihak lain, baik dalam bentuk investasi asing, utang, privatisasi, ataupun konsesi. Juga, pembangunannya harus dibiayai negara, ya, Guys. Negara seyogyanya memberikan sosialisasi dan edukasi menyeluruh kepada masyarakat tentang kewajiban menjaga lingkungan, memanfaatkan hasil SDA secara bijak, dan memberikan sanksi tegas bagi setiap warga yang merusak lingkungan, mengeksploitasi SDA sembarangan, dan aktivitas lain yang mengancam keseimbangan alam dan lingkungan (muslimahnews.net, 19/09/2023).
So, menjadi tugas pemimpin negara merangkul masyarakat untuk bahu-membahu membangun kehidupan yang bersih dan bebas polusi. Karena di pundak pemimpin negara lah Allah SWT memberikan amanah untuk menjadikan seluruh umat manusia tunduk kepada aturan-Nya. [LM/UD]