Akankah Kasus Penistaan Agama Berakhir ?
Lensa Media News-Kasus penistaan agama kembali terjadi. Viral seorang WNA Australia berinisial MBCAA usia 48 tahun membentak dan meludahi seorang imam Mesjid Jami Al-Muhajir Buah Batu, Kota Bandung. Diduga pelaku merasa terganggu dengan suara murattal Al-Qur’an. Polisi segera turun mengusut kasus tersebut (cnnindonesia.com, 29/4/2023).
Menurut Kapolrestabes Bandung Kombes Budi Sartono, status pelaku sudah dinaikkan dari saksi menjadi tersangka. Pelaku dikenai Pasal 335 dan 315 KUHPidana tentang perbuatan tidak menyenangkan dan penghinaan (Kompas.com, 30/4/2023).
Selain Kasus WNA, ada juga kasus video Lina Mukhereje. Selebgram ini ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama karena mengucapkan Bismillah saat makan olahan babi. Pelaku terancam hukuman enam tahun pidana penjara dan denda 1 Miliar.
Publik tentu merasa kesal terhadap berulangnya kasus penistaan agama. Walaupun pelaku di proses secara hukum dan dipenjarakan, efek jera tampaknya tak dirasakan. Ini tampak dengan bermunculan kasus yang baru.
Kebebasan telah menjadikan seseorang bebas untuk berpikir dan berekspresi. Kebebasan berpikir dan berekspresi lahir dari rahim sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan. Sekulerisme telah menjadikan agama berada di wilayah privat, sementara urusan masyarakat di wilayah yang lain. Bagi seorang Muslim, tentu ide ini tak layak untuk diadopsi. Karena Islam telah menetapkan perbuatan dan tingkah laku seorang Muslim wajib terikat dengan hukum syara’.
Seorang Muslim yang secara terang-terangan melakukan penistaan agama akan dikenai sanksi yang tegas. Sanksi yang diberikan bersifat jawabir (efek jera) dan jawazir (menghapus dosanya di akhirat). Bagi kafir dzimmi ( kafir yang tunduk kepada kekuasaan Islam), jika melakukan penistaan agama juga akan mendapat sanksi yang setimpal. Bahkan jika warga negara asing melakukan penistaan agama, negara tersebut akan diperangi. Dengan sanksi yang tegas, setiap individu dan negara asing tidak berani melakukan penistaan agama. Negara akan menjaga agama dan kesucian ajarannya. Ini mustahil dilakukan di dalam sistem demokrasi. Maka ilusi jika berharap kasus penistaan agama akan berakhir di sistem selain Islam. Putri Iranovianti. [LM/Em/ry].