Balita Terlantar, Terjerat Sistem Sekuler
Oleh: Anita Ummu Taqillah
(Pegiat Literasi)
Lensa Media News-Balita adalah makhluk lemah yang butuh perhatian dan penjagaan istimewa. Terutama dari orang tuanya. Namun sayang, meskipun lucu dan menggemaskan, nyatanya banyak balita yang ditelantarkan oleh orang tuanya.
Dilansir republika.co.id (8/4/2023), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bergerak cepat melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah terkait kasus penelantaran bayi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Penelantaran tersebut diduga akibat hubungan di luar pernikahan. KemenPPPA pun berkomitmen akan terus memantau kasus ini agar hak korban sebagai anak tetap terpenuhi.
Definisi balita telantar menurut Permensos No. 8 Tahun 2012 adalah seorang anak berusia lima tahun ke bawah yang ditelantarkan orang tua dan atau keluarga tidak mampu. Mereka tidak mendapatkan pengasuhan, perawatan, pembinaan dan perlindungan, sehingga hak-hak dasarnya tidak terpenuhi serta dieksploitasi untuk tujuan tertentu.
Dari definisi diatas, kita temui fakta yang lebih mengejutkan, ternyata kasus-kasus penelantaran balita banyak terjadi di negeri ini. Data yang terhimpun pada tahun 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ada 4,59% bayi di Indonesia yang telantar. Dimana Kalimantan Utara menjadi provinsi dengan proporsi balita telantar tertinggi di Indonesia, yakni 12,16%, disusul Kalimantan Tengah dengan 11,36%, dan berikutnya 8,41% balita di Maluku (dataindonesia.id, 14/12/2022).
Jumlah data balita terlantar yang tidak sedikit, menjadi bukti bahwa negara terkesan belum mampu memberikan jaminan keamanan, dan pemenuhan hak-hak dasar balita. Meskipun diskusi dan sinergi di kalangan tokoh dan masyarakat sudah dilakukan, nyatanya belum memberi titik terang. Bahkan dalam pertemuan dan diskusi pada Januari 2023 lalu, KemenPPPA beserta perwakilan K/L dan pemerhati anak sepakat untuk lebih massif melalukan upaya pencegahan. Serta memiliki semangat dan pandangan yang sama bersinergi menyusun grand design solusi pencegahan dan penanganan permasalahan anak. Kemudian bergerak hingga ke wilayah terkecil desa, dengan upaya sosialisasi di tingkatan kecil masyarakat yaitu Rukun Tetangga (RT).
Namun solusi-solusi tersebut sejatinya tidak pernah menyentuh akar permasalahan. Sebab kasus penelantaran masih saja ada dan seolah tak menemui ujungnya. Apalagi penyebab utama seperti kehamilan diluar nikah juga masih merajalela.
Inilah buramnya pergaulan dalam sistem sekular liberal yang menjadi ruh kapitalisme. Pemisahan aturan agama dari kehidupan terus digencarkan. Agama dianggap hanya mengurusi ibadah ritual saja, sementara aktifitas kehidupan mengacu pada hak asasi manusia.
Hal itu menjadikan kebebasan berperilaku dijunjung tinggi, namun efek sampingnya tidak dipedulikan. Akibatnya sex bebas meraja lela, sehingga kehamilan diluar nikah sudah menjadi hal biasa. Dispensasi nikah pun dipilih, untuk menjaga aib agar seolah selamat dari kehinaan.
Namun, tidak sedikit pula yang kehamilan diliar nikah berujung petaka. Aborsi juga banyak dijumpai. Jika kandungan terlanjur membesar, maka akan terpaksa dilahirkan namun berujung pembuangan dan penelantaran. Astaghfirullah, na’udzubillah.
Islam sejatinya telah menyediakan solusi tuntas atas permasalahan penelantaran balita. Yaitu akan menuntaskan permasalahan dari akarnya. Yang akan dimulai dari pemberian edukasi dan pemahaman terhadap seluruh masyarakat, mulai dari jenjang pendidikan dasar agar selalu terikat dengan syariat Allah SWT. Salah satunya adalah edukasi tentang pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Dimana seharusnya kehidupan antara laki-laki dan perempuan adalah terpisah, tidak boleh campur baur. Kecuali hanya pada situasi yang diperbolehkan oleh syariat.
Sedangkan hubungan bersatunya antara dua insan laki-laki dan perempuan hanya melalui satu ikatan suci pernikahan. Tidak ada dalam Islam pacaran atau sejenisnya. Sebab, pacaran adalah pintu zina. Telah jelas sudah larangan Allah Ta’ala dalam Al-quran Surat Al-Isra ayat 32 yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Islam juga tegas menindak siapa saja yang melakukan perzinahan. Ada hukuman cambuk dan rajam yang pasti akan memberi efek jera bagi orang lain dan penebus dosa bagi pelakunya (QS. An-Nur: 2).
Selain itu Rasullulah SAW dalam sebuah riwayat juga telah jelas peringatannya. Beliau bersabda, “Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberi jalan keluar (hukuman) untuk mereka (pezina). Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam.” (HR Muslim)
Dengan demikian, apabila sanksi atau hukuman bagi pelaku zina benar-benar diterapkan, niscaya kasus-kasus hamil diluar nikah akan sangat minimal, sehingga penelantaran terhadap balita pun juga minimal. Wallahu ‘alam bishowab. [LM/ry].