Minyak Kita Langka, Islam Datang Mengurainya
Minyak Kita Langka, Islam Datang Mengurainya
Oleh: Ida Lum’ah
(Aktivis Muslimah
Peduli Generasi dan Peradaban)
LenSaMediaNews.com- Bagaikan air dengan minyak, keadaan tidak cocok antara dua kondisi, tidak bisa di campurkan. Manusia yang hakikatnya ciptaan Allah SWT ini tidak akan kunjung selesai jika Islam tidak dijadikan penyelesaiannya. Persoalan minyak langka akan terus berulang sebagaimana kondisi saat ini yang juga pernah terjadi sebelumnya.
Minyak goreng curah kemasan sederhana merk “Minyak Kita” akan segera banjir di pasar tradisional. Menteri perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan, nantinya para konsumen yang ingin membeli wajib menunjukkan Kartu Tanda Penduduk atau KTP. Jumlah pembelian pun dibatasi, konsumen hanya diizinkan membeli maksimal 5 liter. Dengan catatan untuk konsumsi pribadi, bukan diperjualbelikan lagi. Mendag, juga menegaskan para pedagang yang menjual “Minyak Kita”, tidak boleh menaikkan harga jual. Yakni dilarang menjual di atas harga Rp. 14.000; per liter, juga dilarang membolehkan konsumen membeli melebihi batas ketentuan. Jika pedagang melanggar maka akan ditindak oleh Satgas pangan.
Diketahui “Minyak Kita” saat ini tengah dipersiapkan oleh produsen minyak goreng sebanyak 450.000 ton per bulan. Kemudian akan disebarkan di pasar-pasar tradisional. Tidak disebar lagi di ritel maupun market place atau e-commerce. Langkah ini diambil sebagai antisipasi kelangkaan stok, seperti yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Ketersediaan minyak goreng mengundang polemik dan menyusahkan rakyat. Mulai dari harganya yang tinggi, karena di-klaim harga CPO sedang naik. Namun ketika ada berita harga CPO sudah turun, harga minyak masih tetap tinggi, dan langka. Sedangkan posisi petani sawit justru memilukan rakyat. Harganya fluktuatif bahkan terjun menyentuh harga terendah.
Kebijakan larangan ekspor juga menghasilkan masalah lain, yang jelas merugikan petani. Minyak goreng tetap langka dan harganya masih tinggi di pasaran. Realita ini sangat tidak wajar karena Indonesia dikenal sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Namun harga minyak goreng justru mahal, dan langka di masyarakat. Hal ini mengisyaratkan ada praktik kartel di dalamnya, kong kalikong antara pengusaha dan produsen minyak kelapa sawit. Praktik kartel memang menyengsarakan rakyat karena hanya menguntungkan segelintir pihak yang memiliki modal besar untuk memonopoli barang. Kelangkaan minyak goreng juga disinyalir akibat adanya penimbunan.
Kondisi ini, jika pemerintah punya Satuan Tugas pangan untuk mengawasi di lapangan, tidak akan terjadi. Maka efeknya kelangkaan tetap ada. Anehnya, sekalipun praktik kartel telah diketahui oleh banyak pihak, akan tetapi sanksi hukum tidak tegas. Pemerintah meninggalkan perannya untuk menindak secara hukum dalam hal itu. Seperti inilah dampak ketika urusan masyarakat diatur oleh sistem kapitalisme.
Bagaimana solusi Islam dalam mengatasi kelangkaan minyak?
Sebagai khadimatul ummah atau pelayan umat, ___karena para penguasa dalam khilafah sangat memahami perintah dari Rasulullah SAW dalam hadis, imam atau khalifah adalah ro’in atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (H.R Bukhari)___ maka urusan minyak goreng pun akan menjadi perhatian khalifah. Jika ketersediaannya tidak mencukupi, khalifah akan mencari akar masalahnya. Apakah kelangkaan itu terjadi karena pasokan dan permintaan atau karena penimbunan? Jika permasalahannya adalah pada pasokan dan permintaan, khilafah tidak akan mengintervensi harga. Hal itu karena menentukan harga oleh negara dilarang dalam Islam.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslim untuk menaikkan harga atas mereka maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada hari kiamat kelak” (H.R Ahmad Al hakim dan Baihaki).
Harga jual akan diserahkan berdasarkan mekanisme harga pasar. Konsep ini akan membuat seluruh lapisan masyarakat bisa menjangkau harganya. Namun khilafah diperbolehkan untuk mengintervensi barang yang didatangkan dari luar wilayah. Sehingga ketersediaannya akan kembali normal. Sebagaimana pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab selaku khalifah pada masa kepemimpinan beliau. Khalifah Umar memerintahkan pada gubernur yang berada di sekeliling Hijaz agar mengirimkan barang yang dibutuhkan ke wilayah yang terserang wabah.
Serangan wabah itu membuat pasokan berkurang. Dengan konsep ini, khilafah dapat menjamin ketersediaan minyak di kalangan masyarakat. Bahkan khilafah juga boleh mengambil sejumlah hutan, milik umum untuk ditanami sawit. Kemudian mengolahnya dan hasilnya diberikan kepada rakyat. Khilafah juga bisa menanggungkan biaya operasionalnya saja kepada rakyat. Sehingga harga menjadi murah. Jika kelangkaan disebabkan karena penimbunan. Khilafah akan menerapkan sanksi takzir kepada pelaku karena perbuatan mereka sudah membuat masyarakat tidak tenang.
Sanksi Islam memiliki ciri khas yakni ketika diterapkan akan memberi efek jawabir sebagai penghapus dosa dan efek jawazir sebagai pencegah kejahatan. Inilah solusi yang diberikan khilafah agar polemik minyak goreng tidak berlarut-larut menyusahkan rakyat.
Wallahu A’lam Bisshowab.