Lautan Api yang Jadi Lautan Banjir

Mochammad Toha, seorang mujahid yang berjihad melawan penjajah Belanda kala itu meledakan gudang senjata. Tepat di wilayah yang saat ini menjadi bagian dari wilayah sekolah dasar. Ketika gudang senjata itu diledakan, saat itulah Dayeuhkolot menjadi lautan api, dan Mochammad Toha pun syahid dalam aksi pengusiran penjajah dari tanah Sunda ini.

Begitu heroiknya aksi tersebut hingga masuk kedalam materi pelajaran sejarah dalam buku-buku pelajaran. Tapi yang mengganjal dalam pikiran adalah bagaimana Dayeuhkolot dikenal bahkan dikenang saat ini? Satu kata, banjir. Terbaru, banjir terjadi sejak Jumat (2/12) malam dan hingga Sabtu (3/12) pagi masih belum surut (Kompas.com, 3 Desember 2022).

Persoalan ini bagai lingkaran setan yang tidak akan pernah selesai jika solusi yang diberikan tidak sampai pada akar masalahnya. Sistem kapitalis sekuler yang menempatkan keuntungan sebagai tujuan tidak akan memberikan solusi yang tidak menguntungkan pihaknya sendiri. Sistem inilah yang mengakibatkan banjir ini terjadi karena kepentingan para korporasi maka tanah yang seharusnya menjadi penyerapan air sudah berubah fungsi menjadi bangunan rumah elite. Maka saat ini warga yang tinggal disekitaran Dayeuhkolot yang merasakan dampaknya, mereka telah lelah setiap tahun harus selalu berhadapan dengan masalah ini.

Penanganan banjir tidak bisa diatasi bahkan airnya makin tinggi dan lama surutnya. Pemimpin bergantian namun tetap tidak ada perubahanu. Itulah pemimpin produk demokrasi kapitalis yang hanya mementingkan individu, para korporasi dan kelompoknya saja. Banyak janji yang mereka umbar kepada rakyat seperti akan melayani rakyat dan mensejahterakan kehidupan rakyat. Tapi janji-janji itu palsu karena untuk menangani banjir saja terkesan tidak serius dan penangananya sangat lama. Inilah kondisi rakyat yang akhirnya hidup sengsara karena harus mengungsi dan roda ekonomi terganggu akibat banjir tersebut.

Demikianlah sistem sekuler ini berjalan. Ia tidak akan pernah mensejahterakan kehidupan manusia. Berbeda dengan sistem Khilafah, dengan diterapkannya Syariat Islam maka kehidupan pun pasti terjaga. Pemerintah tidak akan tunduk pada korporasi, justru korporasilah yang harus tunduk patuh pada aturan pemerintah. Tidak akan pernah ada kongkalikong perjanjian yang menguntungkan satu pihak.

Negara akan sangat memperhatikan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) maka daerah yang menjadi penyangga untuk penyerapan air tidak akan dibangun gedung maupun perumahan. Selain itu penyebaran kebutuhan akan merata ke setiap daerah sehingga rakyat akan merasakan hidup sejahtera.

Bila terjadi bencana, Khalifah melalui para pembantunya akan sigap menolong dan memenuhi kebutuhan para korban terdampak. Tidak pernah ada janji manis yang dipaksa ditelan masyarakat selain karena memang janji itu telah terpenuhi dengan sempurna. Wallahu’alam. [LM/UD]

Danis Nur, Bojongsoang

Please follow and like us:

Tentang Penulis