Baju Adat Jadi Seragam Sekolah? Penting Banget Enggak, Sih?
Oleh: Faiza Kameela
LenSaMediaNews.com – Hai, Bestie! Boleh tahu enggak, nih, kamu dari daerah mana, sih?
Ada yang dari suku Sunda, Jawa atau Papua?
Kamu tahu enggak pakaian adat daerah kamu sendiri?
Eh, ngapain sih kok ngomongin pakaian adat?
Memangnya ada apa?
Sstt, kamu tahu enggak kalau baju adat bakal jadi seragam sekolah selain baju pramuka dan batik? Aturan baru tentang seragam ini dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) melalui Permendikbud Nomor 50 tahun 2022. Nah, dalam aturan tersebut tertulis, bahwa siswa dapat menggunakan baju adat pada upacara adat atau hari tertentu. Mengenai warna dan model ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) setempat.
Katanya sih, tujuan penggunaan baju adat sebagai seragam resmi sekolah ini adalah untuk menanamkan rasa nasionalisme dan menumbuhkan semangat persatuan juga kesatuan para siswa. Selain itu, untuk meningkatkan kesetaraan, disiplin dan tanggung jawab siswa (Suara.com, 25/10/2022). Hmm, kayaknya sih bagus, ya tujuannya.
Tapi ternyata enggak semua pihak setuju dengan kebijakan ini lho, Bestie. Ketua Komisi E DPRD Jateng Abdul Hamid menilai, kebijakan Mendikbud ini cuma bakal membebani orang tua dan guru honorer saja, karena harus sewa atau beli pakaian adat (TribunPantura.com, 28/10/2022). Kebayang dong, berapa biaya yang harus dikeluarkan. Harga baju adat kan, mihil bingit! Apalagi kondisi ekonomi lagi kayak gini, bikin pusing kepala mami.
Senada nih, dengan pendapat Pak Dewan. Luhur Kayungga seorang Budayawan sekaligus Sekretaris Jenderal Dewan Kesenian Surabaya (Sekjen DKS) juga enggak setuju dengan Permendikbud ini. Selain karena nambah beban biaya orang tua, kebijakan ini dinilai hanya formalitas dan enggak efektif kalau tujuannya buat ngenalin budaya dan nasionalisme. Seharusnya pemerintah fokus saja pada masalah kenapa pelajar sekarang enggak kenal budaya bangsanya dan bagaimana membendung arus budaya dari luar (SuaraSurabaya.net, 24/10/2022).
Penting Banget Enggak, Sih?
Bestie, dikeluarkannya aturan baju adat di tengah banyaknya masalah remaja dan pelajar saat ini seperti tawuran, narkoba, gangster dan pergaulan bebas, kok kayak enggak nyambung ya. Penting banget enggak sih? Harusnya kan pemerintah fokus cari akar masalah ada apa dengan pelajar kita. Terus berpengaruh enggak, sih, pakai baju adat dengan peningkatan kualitas pendidikan negara kita?
FYI, menurut worldpopulationreview.com negara kita ada di peringkat ke-54 Best Educational Systems atau negara dengan sistem pendidikan terbaik tahun 2021. Nah, peringkat ini ternyata berkorelasi dengan minat anak muda untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri. Hal itu karena dianggap kualitasnya jauh lebih bagus dari di negeri sendiri. Kalau buat horang kaya sih, gampang aja ya Bestie, tapi sayang gak berlaku buat rakyat missqueen. Duh, mengsedih!
Nah, biaya pendidikan di negara juga kan mahal. Katanya nih, ada harga ada mutu. Kalo mau dapet sekolah yang bagus, fasilitas lengkap, ya siap-siap aja ngeluarin biaya banyak. Kalo cuma pas-pasan, enggak usah mimpi lah bisa sekolah yang bagus. Belum lagi masalah guru honorer yang masih bikin miris. Kerja keras dan pengorbanan waktu, tenaga dan curahan pikirannya sama saja kayak guru ASN. Tapi gajinya kayak bumi dan langit. Apalagi kalau ngomongin fasilitas sekolah antara di kota dan di desa. Widih, jauh dari kata merata.
Belum lagi tingkat literasi alias minat baca di negara kita rendah banget, Bestie. Menurut UNESCO, minat baca di Indonesia cuma 0.001%. Riset lain dilakukan berjudul World’s Most Literature Nations Ranked dilakukan oleh Central Connecticut State University pada bulan Maret 2016, Indonesia ada di peringkat 60 dari 61 negara dalam minat baca (Utaratimes.com, 7/ 9/ 2022).
Visi Pendidikan Memengaruhi Kemajuan Negara, Lho!
Mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela mengatakan, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah dunia”. Hmm, tepat banget nih. Sistem pendidikan Islam pernah mengubah dunia pada masanya. Fakta sejarah sudah membuktikan kok, di masa Khilafah Islam terutama masa Dinasti Abbasiyah, pendidikan saat itu sangat diperhatikan. Khalifah membangun gedung sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi lengkap dengan sarana dan prasarana, seperti laboratorium, perpustakaan, ruang olah raga dll. Sekolahnya juga gratis dan bisa dinikmati semua warga negara, miskin, kaya, muslim bahkan kafir dzimmi.
Pengajarnya? So pasti, kompeten, amanah dan enggak diragukan lagi etos kerjanya. Kurikulum sekolah disusun berdasarkan akidah Islam. Siswa akan dididik agar punya kepribadian Islam dan taat pada syariat-Nya. Mahir juga dalam bidang sains. Ilmu dipelajari untuk kemaslahatan umat. Enggak heran kalau Khilafah Islam saat itu menjadi mercusuar bagi negara lain. Banyak penduduk negara di luar Khilafah yang berminat belajar. Keren enggak, tuh!
Nah, sudah tahu kan bedanya visi pendidikan dalam Islam dengan pendidikan ala kapitalis kayak sekarang? Kamu mau yang mana, Bestie?
[AAH/LMN]