Bencana Banjir: Antara Musibah dan Teguran

Oleh: Firda Umayah
Lensa Media News – Bencana alam kembali meliputi sejumlah wilayah negeri. Dilansir oleh katadata.com pada 5 Oktober 2022 lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan terdapat 2.654 bencana alam yang telah melanda Indonesia sejak 1 Januari hingga 4 Oktober 2022. Bencana alam yang paling banyak terjadi adalah banjir. Bencana banjir yang terjadi telah mencapai 1.048 kejadian.
Tak dapat dipungkiri, banjir merupakan bagian dari musibah. Dimana seorang muslim harus bersikap sabar dalam menghadapinya. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155) 
Namun, musibah seyogianya juga dijadikan bahan perenungan agar muslim dapat mengambil pelajaran akan musibah tersebut. Muslim juga perlu untuk melihat secara seksama tentang apa yang terjadi di balik terjadinya musibah. Hal ini agar muslim dapat membangun kehidupan yang lebih baik. Sebab, tak semua musibah murni karena fenomena alam. Namun ada kalanya dipengaruhi oleh ulah tangan manusia. Sebagaimana firman Allah SWT, “Musibah apa saja yang menimpa kalian itu adalah akibat dari perbuatan kalian sendiri. Allah memaafkan sebagian besar (dosa-dosa kalian).” (QS. Asy-Syura: 30)
Terkait dengan banjir, maka ini dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, dari aspek penyebab. Kedua, dari aspek penanganan. Ketiga, dari aspek pencegahan.
Dalam aspek pertama, penyebab banjir disebabkan karena naiknya air di atas permukaan. Kenaikan air ini bisa terjadi karena curah hujan yang tinggi, daya serap tanah terhadap air yang minim, air kiriman dari wilayah lain, atau yang lainnya. Dari faktor penyebab, hanya curah hujan yang murni merupakan kejadian alam yang tidak dapat dihindari manusia.
Sedangkan penyebab yang lain merupakan dampak dari perbuatan manusia. Misalnya saja daya serap tanah terhadap air yang minim. Ini bisa terjadi ketika banyak pohon atau tumbuhan yang memiliki daya serap air yang baik banyak dihilangkan. Seperti penggundulan hutan, pengalihan lahan tanam menjadi perumahan, rusaknya lingkungan karena limbah pabrik, atau yang lainnya. Begitu juga dengan limpahan air dari wilayah lain. Ini merupakan dampak dari tata kelola huni didalam sebuah negara yang kurang baik. Akibatnya daerah yang memiliki dataran lebih rendah selalu mendapatkan kiriman air dari dataran yang lebih tinggi.
Selanjutnya, dalam aspek penanganan, maka banjir yang disebabkan karena faktor ulah tangan manusia. Negara memiliki peran besar untuk menyelesaikannya. Negara harus memiliki anggaran dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terdampak bencana. Selain itu, negara juga harus memiliki tata kelola yang baik terhadap pengaturan lahan. Agar negara tetap memiliki daya tampung air hujan yang baik. Negara juga tidak boleh memberikan peraturan dalam undang-undang yang dapat merusak lingkungan dan alam sehingga terjadi krisis ekologi.
Sehingga dalam aspek pencegahan, negara dapat melakukan upaya menjaga ekologi dengan mempertahankan hutan dan lahan gambut yang memiliki daya serap air tinggi. Selain itu, negara juga harus memperhatikan efektivitas Daerah Aliran Sungai (DAS). Pemahaman akan penting menjaga lingkungan alam juga harus diberikan negara kepada semua masyarakat. Masyarakat harus ditanamkan rasa peduli untuk memelihara lingkungan. Yang pasti, negara juga tidak boleh memberikan kebijakan yang dapat menyebabkan terbuka lebarnya segelintir orang untuk merusak lingkungan.
Semua upaya penanganan dan pencegahan terhadap banjir seperti yang telah dijelaskan di atas, sejatinya hanya terdapat dalam sistem pemerintahan Islam. Sebab sistem pemerintahan ini hanya akan berjalan sesuai dengan syariat Islam.
Tidak seperti sistem kapitalisme. Sistem ini justru menjadi pemicu nyata bencana banjir. Sebab sistem kapitalisme telah memberikan ruang bebas bagi segelintir elit untuk menguasai sumber daya alam, dalam hal ini hutan atau padang rumput. Yang berimbas kepada pengelolaan yang hanya mementingkan keuntungan materi semata. Padahal, dalam pandangan Islam, Rasulullah saw. telah bersabda, “Kaum muslimin berserikat atas tiga hal yakni air, rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah). Sehingga haram hukumnya bagi negara jika menyerahkan pengelolaan lahan kepada pihak swasta atau asing.
Wallahu a’lam bishshawab.
[LM/Ah]
Please follow and like us:

Tentang Penulis