Migrasi Kompor Listrik, Urusan Pelik bagi Wong Cilik
Oleh: Rery Kurniawati Danu Iswanto (Praktisi Pendidikan)
LenSaMediaNews.com – Pengalihan energi fosil ke energi listrik sedang menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Penggunaan energi listrik dinilai lebih ramah lingkungan karena menimbulkan efek emisi dan karbon yang rendah. Atas dasar inilah penggunaan berbagai peralatan antara lain kendaraan dan kompor listrik gencar dipromosikan.
Dari sudut pandang kepentingan global berkaitan dengan penggunaan energi terbarukan dan ramah lingkungan, kebijakan ini tentu sangat baik. Selain negara bisa menghemat penggunaan bahan bakar minyak dan gas, negara juga turut mendukung kebijakan dunia terkait mengatasi pemanasan global.
Akan tetapi, kebijakan ini juga perlu dilihat dari sudut pandang kepentingan bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Jumlah kelompok masyarakat ini lebih besar dalam struktur kependudukan di negeri ini dibanding kelompok masyarakat atas. Bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah, pengalihan berbagai perangkat menjadi berbahan bakar listrik bukanlah hal yang murah. Kendaraan berbahan bakar minyak harganya tentu lebih murah daripada yang berbahan bakar listrik. Demikian juga, kompor gas jauh lebih murah daripada kompor listrik.
Dari segi harga peralatannya saja sudah mahal. Belum lagi biaya operasional yang dibutuhkan juga lebih mahal. Sebagai contoh, satu kompor listrik induksi berdaya 1000 watt, akan menghabiskan sebagian besar kebutuhan listrik dalam satu rumah dengan daya 1300 watt. Hal ini juga menjadi alasan masyarakat enggan beralih menggunakan kompor listrik meskipun kompornya akan dibagi secara gratis. Sebagaimana diberitakan di liputan6.com (20/09/22).
Bagaimana dengan kebutuhan listrik untuk peralatan yang lain? Jika dikonversi dengan tarif listrik saat ini, maka kira-kira biaya yang dibutuhkan adalah dua ratus ribuan hanya untuk kebutuhan kompor listrik. Sedangkan jika menggunakan kompor gas, dalam sebulan hanya memerlukan kurang lebih 2 gas melon dengan kisaran harga Rp. 50.000; s.d Rp. 60.000; saja. Jauh lebih mahal jika menggunakan kompor listrik, bukan?
Bagi masyarakat golongan menengah ke bawah, pengalihan kompor listrik berakibat pada meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan setiap bulan. Ini berarti beban hidup kian bertambah.
Selain permasalahan tersebut, terkait infrastuktur dan instalasi listrik juga perlu diperhatikan. Infrastuktur di Indonesia belum mendukung, hal ini sebagaimana dilansir dari koran.tempo.co (21/09/22). Sedangkan instalasi listrik yang ada di ruang publik maupun rumah-rumah penduduk banyak yang tidak sesuai standar. Sebagai contoh, penggunaan kabel yang tidak sesuai dan saklar-saklar yang berdekatan, dapat memicu terjadinya korsleting listrik. Masalah ini sering terjadi terutama di tempat-tempat publik seperti pasar tradisional, pertokoan, dan di perumahan padat penduduk. Kebijakan pengalihan peralatan listrik harus dilakukan secara komprehensif termasuk membenahi komponen instalasi listriknya.
Satu hal yang tak kalah penting untuk dibenahi adalah manajemen pengelolaan listrik. Pembenahan yang harus dilakukan adalah pemerintah benar-benar mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi seluruh masyarakat. Dasar pemenuhan kebutuhan publik adalah pemerintah berperan sebagai pengurus dan penanggungjawab terpenuhinya kebutuhan rakyat. Pemerintah tidak boleh mengelolanya dengan prinsip bisnis atau menyerahkan penguasaan kekayaan alam yang digunakan sebagai bahan baku atau sumber energi listrik kepada swasta dan korporasi.
Selanjutnya, hal yang perlu dipertimbangkan jika akan mengalihkan penggunaan energi minyak dan gas menjadi energi listrik adalah kebijakan tarif listrik gratis. Jika kebijakan pengalihan peralatan listrik ini didukung juga dengan kebijakan listrik gratis, masalah peningkatan beban hidup masyarakat sebagaimana dibahas di awal tidak akan terjadi.
Mungkinkah tarif listrik bisa gratis? Mengapa tidak? Sumber daya alam yang dapat dikonversi menjadi energi listrik tersedia sangat banyak di negeri ini. Sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan kepakaran mengelola energi listrik juga banyak dihasilkan oleh universitas-universitas ternama di Indonesia. Tinggal pengaturan oleh pemerintah yang optimal dengan memanfaatkan seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki.
Demikianlah pengelolaan listrik sebagai kebutuhan bagi seluruh masyarakat. Kalaupun akan dilakukan pengalihan peralatan menjadi berbahan bakar listrik, tidak akan menambah beban hidup masyarakat, bahkan akan meringankan. Dengan demikian, urusan migrasi kompor listrik ini tidak akan menjadi pelik bagi wong cilik. Apapun kebijakan yang diambil pemerintah sudah seharusnya memudahkan urusan rakyat.
Mengenai pengurusan urusan umat ini, Rasulullah saw. pernah berdoa, “Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia, dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka maka mudahkanlah dia.” Hadist ini sahih berdasarkan riwayat Muslim dan Ahmad. Wallahualam bishowwab.
[AAH/LM]