Antara Demokrasi, Korupsi, dan Remisi

Oleh: Nurfillah Rahayu
(Forum Literasi Muslimah)
Viral berita bebasnya 23 koruptor tanah air cukup mengejutkan masyarakat. Bagaimana tidak, saat banyaknya kasus yang belum selesai, tiba-tiba saja masyarakat harus menerima berita seperti ini. Seperti dilansir dari detiknews.com (07/09/2022), remisi koruptor jadi sorotan setelah 23 narapidana koruptor kini bebas bersyarat. Masa hukuman para koruptor itu menjadi lebih pendek karena dipotong remisi.
Bagaimana aturan remisi koruptor?
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 7 tahun 2022. Aturan baru ini sebagai buntut putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan PP Nomor 99 Tahun 2012 atau yang lazim dikenal PP pengetatan remisi koruptor. Dalam aturan Permenkumham Nomor 7 tahun 2022, disebutkan bahwa bagi koruptor yang ingin mendapatkan remisi koruptor sehingga dapat bebas bersyarat harus memenuhi persyaratan. Menkumham mensyaratkan bagi napi koruptor, syarat remisi koruptor adalah wajib sudah membayar denda dan uang pengganti.
Inilah potret sistem demokrasi yang sesungguhnya. Koruptor dibebaskan bersyarat tanpa penjelasan cukup ke publik. Pemerintah berdalih ini sesuai aturan. Begitu pula mantan koruptor tidak kehilangan hak mencalonkan diri dalam kontestasi politik. Maka hal ini makin menegaskan bahwa sistem demokrasi sangat ramah terhadap koruptor dan memberi banyak kesempatan agar koruptor tetap memiliki kedudukan tinggi di mata publik.
Padahal korupsi dalam kacamata Islam merupakan suatu perbuatan dosa, karena mengambil atau memanfaatkan harta orang lain untuk kepentingan pribadinya seperti yang dilakukan oleh para pencuri. Tentu saja korupsi hukumnya telah jelas, yakni haram dan tidak boleh dilakukan oleh umat Islam. Banyak sekali mudaratnya akibat tindakan korupsi.
Bersumber dari Mu’adz bin Jabal yang berkata, “Rasulullah saw. telah mengutus saya ke negeri Yaman. Ketika saya baru berangkat, ia mengirim seseorang untuk memanggil saya kembali, maka saya pun kembali.” Nabi bersabda, “Apakah engkau mengetahui mengapa saya mengirim orang untuk menyuruhmu kembali? Janganlah kamu mengambil sesuatu apa pun tanpa izin saya, karena hal itu adalah ghulul (korupsi). Barang siapa melakukan ghulul, ia akan membawa barang ghulul itu pada hari kiamat. Untuk itu saya memanggilmu, dan sekarang berangkatlah untuk tugasmu.” (HR. At-Tirmidzi)
Dan Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari hal yang dimurkai Allah (haram) dan neraka adalah paling tepat untuknya.” (HR. Musnad Ahmad 13919)
Sistem Islam mencegah sedari dini manusia untuk memiliki “niat korupsi”. Pada titik inilah, Islam memberikan solusi secara sistemik dan ideologis terkait pemberantasan korupsi.
Sekali lagi, ini menunjukkan keagungan dan keistimewaan Islam sebagai aturan dan solusi kehidupan dalam seluruh aspek kehidupan. Karena jelas, selama beberapa abad silam Islam telah memimpin dengan kesejahteraan yang merata dirasakan oleh seluruh elemen tanpa terkecuali.
Wallahu a’lam bishshawab.
[ah/LM]
Please follow and like us:

Tentang Penulis