Saat Eksploitasi Dianggap Prestasi

 

Oleh: Yuke Octavianty

(Forum Literasi Muslimah Bogor)

 

LenSaMediaNews.com – Lagu “Ojo Dibandingke” tengah melangit. Gara-gara penyanyi cilik, Farel Prayoga, yang membawakannya dengan penuh energik saat peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-77 RI lalu di Istana Negara. Para pejabat pun ikut bergoyang seiring meriahnya lagu. 

 

Serta-merta, sang penyanyi cilik plus pencipta lagu pun mendapatkan penghargaan. Farrel Prayoga dinobatkan sebagai Duta Kekayaan Intelektual oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly (kompas.com, 19/8/2022). Penghargaan ini disematkan pada Farrel, sebagai pelajar yang berprestasi di bidang Seni dan Budaya Tahun 2022. 

 

Fenomena ini mendapatkan perhatian khusus dari Seto Mulyadi, Pemerhati anak. Seto mengaku resah saat melihat berbagai fakta di lapangan. Anak-anak begitu fasih dengan lagu-lagu dewasa. Lagu tema cinta, perselingkuhan, putus cinta atau sejenisnya. Senada dengan lagu “Ojo Dibandingke”, bertemakan cinta muda-mudi yang tak mau dibandingkan dengan siapa pun, bahkan dengan apapun. Tentu ini bukan masalah biasa. 

 

Sebaliknya, kebijakan pemerintah memandang berbeda masalah tersebut. Bukankah dari kasus ini terdapat gap, yang memisahkan frekuensi pemikiran?

 

Lagu dewasa bertema cinta yang di-endorse oleh para pejabat. Mirisnya lagi, dibawakan oleh seorang anak di bawah umur. Tak hanya itu, penghargaan disematkan kepadanya. Bukankah ini sesuatu yang berlebihan? Kelewat batas. 

 

Ustadz Aab El Karimi, Influencer Dakwah, mengungkapkan bahwa potret tersebut memperlihatkan pada kita, negara ini tengah mengalami fenomena psikis dan krisis dunia pendidikan anak (twitter: @aabelkarimi1). Fenomena ini juga mencerminkan sikap minim empati. Di tengah ratusan kasus yang menimpa negeri, pantaskah para pejabat bersuka cita riang gembira?

 

Inilah kejamnya sistem kapitalisme. Sistem rusak yang menjadi penyebab utama segala kekacauan. Saat anak di bawah umur yang seharusnya dijaga dan diberi edukasi, justru dijadikan alat eksploitasi. Tentu saja, hal itu sulit untuk disadari. Mengingat sistem hari ini, menyandarkan segala proses kehidupan sebatas relasi untung rugi. Sedihnya, itu dianggap alami, bahkan kesalahan dipuja sebagai prestasi yang patut diapresiasi. Tentu pemikiran demikian adalah keliru. Pemikiran salah yang terus dipelihara akan merusak peradaban generasi. Destruktif. 

 

Tak hanya kapitalisme, sekularisme juga memiliki andil luar biasa terhadap kerusakan akal. Pemisahan ajaran agama dari kehidupan, menjadikan pola pikir dan pola sikap tak memiliki standar yang jelas. Samar mana benar, mana salah. Hingga akhirnya hidup pun tak memiliki arah.

 

Sebagai seorang hamba, sekaligus makhluk tak berdaya, selayaknya kita harus mengembalikan segala hal kepada aturan Sang Khalik, Allah SWT. Menjadikan segala aturanNya sebagai standar berpikir dan bersikap. Oleh karena hanya dengan Islam, maka segalanya menjadi jelas dihukumi. 

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: 

 

“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong.”

(QS. Az-Zumar: 54)

 

Segala sesuatu yang menyalahi aturan (syariat) Islam,  sudah selayaknya segera dicampakkan. Ditinggalkan. Kini saatnya kembali pada aturan yang dapat menjaga kemuliaan umat dan kehormatan generasi. Islam-lah satu-satunya penjaga peradaban dan gemilangnya kehidupan. Hanya dengannya, sukses dunia akhirat akan diraih. Sesuai teladan Rasulullah SAW, yaitu penerapan syariat Islam yang menyeluruh dalam naungan sistem amanah dan menyejahterakan.

 

Wallahu a’lam bisshowwab. 

[AAH]

Please follow and like us:

Tentang Penulis