Palestina Kembali Dirundung Nestapa
Oleh : Umi Rizkyi
(Writer, Perindu Jannah)
Lensa Media News – Kejadian yang menimpa Palestina terus berulang. Pengeboman yang brutal terjadi lagi. Bukan masalah kita mengetahui berapa korban jiwa yang berguguran dan korban luka-luka, namun lebih dari itu, sampai kapan hal ini terus terjadi dan berulang? Berapa banyak korban jiwa yang harus melayang?
Adapun tanggapan dari negara-negara muslim hanya prihatin dan mengecam saja. Namun di balik itu semua, mereka masih berhubungan baik dan normalisasi dengan Israel tetap saja mereka lanjutan.
Misalnya saja, adanya kecaman keras dari Aqsa Working Group terhadap langkah zionis Israel yang kembali melakukan bombardir Gaza. Adapun memakan korban jiwa sebanyak 13 orang dan di antaranya gadis berusia 5 tahun. Sungguh sadis zionis Israel, tak kenal lelah untuk menguasai Palestina.
Sesuai data yang dilansir oleh Republika.co.id ” AWG mengutuk sekeras-kerasnya atas agresi zionis Israel. Serangan ini sekali lagi membuktikan bahwa mereka adalah rezim dzalim yang tersisa yang harus dimusnahkan dari muka bumi”, tulis AWG dalam keterangan tertulisnya Ahad (7/8/2022).
Menurut AWG klaim zionis Israel bombardir Gaza sebagai upaya pencegahan adalah tindakan mengada-ada. Tak selayaknya mereka respon dengan bombardir properti dan korban sipil bahkan anak-anak.
Selain itu AWG pun menyeru kepada pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia untuk memperkuat bantuan dan dukungan kepada rakyat Palestina dan menghindari sejauh-jauhnya hubungan dengan zionis Israel.
Selain itu berbagai negara yang mayoritas penduduknya muslim hanya menunjukkan sikap normalisasi semata. Masih tetap menjalin hubungan baik dengan zionis Israel dengan dalih jika tetap berbuat baik maka zionis Israel akan jinak dan berdamai dengan Palestina.
Adapun poin-poin yang menunjukkan adanya sikap normalisasi dengan zionis Israel antara lain, pertama normalisasi bukanlah bersikap “manis” terhadap Israel agar melunak dan mengakhiri kebrutalannya terhadap Palestina. Kedua, tak ada satupun isi perjanjian normalisasi yang mengarah pembahasan perdamaian Palestina.
Ketiga, masing-masing negara normalisasi terhadap Israel dan Amerika Serikat. Keempat, normalisasi adalah skenario dan tawaran kompensasi politik Amerika Serikat terhadap dunia Arab untuk menyokong Israel. Kelima, dunia internasional tidak mempersoalkan Israel yang menguasai 30% tanah Palestina yang jelas bertentangan dengan undang-undang internasional.
Keenam, Ambisi Israel untuk memiliki negara Israel Raya makin mudah diwujudkan dengan pihaknya dunia Arab-iIslam dan terus melemahnya Palestina. Ketujuh, Normalisasi membuat “solusi dua negara” mati dan berganti menjadi rancangan “satu negara Israel” yang menguasai semuanya. Kedelapan, normalisasi merupakan “jalan tol” menuju rezim supremasi Yahudi dari sungai Yordan ke Laut Mediterania.
Oleh karena itu, hendaknya ada tindakan nyata dari para pemimpin dunia dan seluruh komunitas internasional dituntut untuk merespon kedzaliman ini. Bukan sekedar gimmick-gimmick diplomatik semata. Apalagi menunjukkan sikap standar ganda, misalnya memberi kecaman namun masih menjalin hubungan mesra, atau mengutuk, memberi sanksi, memboikot Rusia atas invasi ke Ukraina tapi justru diam seribu bahasa terhadap kedzaliman yang dilakukan oleh zionis Israel terhadap Palestina.
Jika kita pahami, dasar dari problem Palestina-Israel adalah eksistensi zionis Israel di tanah Palestina. Bukan sekedar problem perbatasan wilayah semata. Meskipun selama ini ada meja perundingan dan gencatan senjata hanyalah merupakan solusi semu. Justru hal ini akan menguntungkan negara pemasok senjata dan menjadi komoditas politik mereka mendesakkan kepentingan kepada dunia Islam.
Oleh karena itu, satu-satunya solusi dari Palestina-Israel adalah adanya kekuatan kaum muslim yang mampu mengusir eksistensi Israel di bawah komando negara yang menerapkan sistem Islam yaitu khilafah. Hal ini akan mampu mengembalikan Palestina sebagai negara kharajiyah. Masjid Al Aqsa bukan hanya sebagai tempat ibadah semata, namun sebagai simbol kehormatan Islam dan kaum muslim. Dengan begitu langkah yang harus kita lakukan adalah menyadarkan umat pentingnya kepemimpinan Islam seluruh dunia.
Wallahu a’lam bishawab
[nr/LM]