Bencana Karhutla, Butuh Solusi Tuntas

Oleh: Ajeng Erni S

 

Lensa Media News-Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) kembali terjadi, baru-baru ini terjadi di Provinsi Riau. Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau, Eddy Afrizal mengungkapkan bahwa selama periode Januari hingga Juli 2022 Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau telah mencapai 1.060,85 hektare (Kumparan.com, 05/08/2022).

 

Guna menanggulangi bencana tersebut, pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menyiapkan beberapa langkah dukungan untuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Sebagai upaya pencegahan, BNPB telah membentuk desa tangguh bencana karhutla serta melakukan edukasi kepada masyarakat terkait mencegahan karhutla.

 

Dilansir dari Kompas.com, Manager Kajian Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Boy Even Sembiring mengatakan, bahwa kebakaran hutan yang terjadi bukan saja ulah manusia, tetapi juga ulah negara sebagai pembuat kebijakan. Yakni, kebijakan pemberian izin yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah terkait pemanfaatan lahan, pembukaan perkebunan, dan berbagai kebijakan yang berimbas pada pembakaran hutan.

 

Dampak dari karhutla tentu akan merugikan masyarakat terutama pada kesehatan dan ekonomi bahkan hilangnya nyawa, akan tetapi tindakan pemerintah tidak menyentuh persoalan mendasar. Karena sebenarnya, persoalan karhutla adalah persoalan sistemis yaitu akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis.

 

Dalam sistem ekonomi kapitalis, hutan dan lahan milik negara bukan milik rakyat. Negara beranggapan memiliki wewenang menyerahkannya kepada pihak swasta atau korporasi dalam mengelola dan memanfaatkannya. Tentu saja korporasi akan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mengeluarkan modal yang besar. Sedangkan rakyat yang sejatinya berhak, sebab secara sifat hutan dan lahan adalah kepemilikan umum tak mendapatkan apapun.

 

Sementara itu, modal yang murah dalam mendapatkan lahan, karena cara pembukaan lahan dilegalkan dengan cara membakar hutan . Cara termudah, cepat dan murah sehingga sesuai target bisnis para korporasi. Jelaslah, akar persoalannya adalah penerapan sistem kapitalisme yang telah membiarkan para kapitalis mengambil keuntungan dari kebakaran hutan. Disini negara hanya bertindak sebagai regulator yang memuluskan penguasaan lahan para korporasi. Dengan demikian, hanya dengan sistem Islamlah bencana karhutla ini bisa diakhiri secara tuntas.

 

Dalam Islam, hutan merupakan salah satu jenis kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki oleh individu atau sekelompok orang. Rasulullah saw. Bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api.” (HR. Abu Daud).

 

Maka, yang berhak mengelola hutan dalam hal ini adalah negara , sepenuhnya untuk kemaslahatan umat. Kepemilikannya tidak boleh diserahkan kepada perorangan atau swasta, apalagi pihak asing. Selain larangan pemilikan hutan, negara juga harus memberi sanksi yang tegas kepada pelaku pembakaran hutan.

 

Negara adalah pihak yang bertanggungjawab menjaga kelestarian fungsi hutan. Rasulullah saw. Bersabda “Imam adalah ibarat pengembala dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya (rakyatnya).” (HR.Muslim)

 

Artinya, apapun alasannya negara haram bertindak sebagai regulator bagi kepentingan korporasi dalam mengelola hutan. Sebaliknya negara wajib bertanggungjawab langsung dalam pengelolaan hutan termasuk pemulihan fungsi hutan yang sudah rusak dan antisipasi pemadaman apabila terbakar.

 

Dengan pengaturan yang jelas tentang kepemilikan, maka akan tumbuh kesadaran umum dari masyarakat untuk menjaga lingkungan dan sanksi yang tegas bagi pelaku, akan menjadi solusi tuntas masalah karhutla. Akan tetapi, solusi masalah kebakaran hutan dan lahan ini tidak mungkin bisa diterapkan tanpa ada perubahan sistem.

 

Oleh karena itu, harus ada perubahan secara menyeluruh terhadap sistem yang rusak dan tentunya merusak ini. Yakni dengan kembalinya kepada penerapan hukum-hukum Allah Swt. Wallahua’lam bishowab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis