Apakah Benar, Khilafah Tak Layak Lagi Diwacanakan sebagai Sebuah Sistem Pemerintahan? 

Oleh : Emmy Emmalya

(Pegiat Literasi) 

 

Lensa Media News – Muhammad Syauqillah Ketua Badan Penanggulangan Ektremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) menyatakan bahwa sistem khilafah telah selesai sejak lama. Karena itu, tidak perlu lagi diperdebatkan implementasinya dan mewacanakan sebagai sebuah sistem pemerintahan di Indonesia(Sindonews.com, 29/06/22).

Dalam sumber yang sama Muhammad Syauqillah juga mengatakan bahwa Kekhilafahan itu sudah berhenti di era Khulafaur Rasyidin karena setelahnya muncul berbagai dinasti hingga era Usmani (Turki) hingga pada tahun 1923.

Sungguh pernyataan Syauqillah itu tak berdasar dan menampakkan sekali keawamannya dalam memahami fiqh siyasi dalam Islam, karena dalam fiqh siyasi telah begitu jelas digambarkan bahwa sistem pemerintahan Islam itu bernama kekhilafahan yang dipimpin oleh seorang khalifah.

Apalagi memperjuangkan ajaran Islam, termasuk dalam hal ini khilafah adalah merupakan kewajiban bagi umat Islam dari Allah Swt maka adalah hal yang aneh jika memperjuangkan apa yang diyakini oleh umat Islam dianggap kriminal dan menyalahi aturan.

Bahkan Prof. Suteki dalam YouTube PKAD, Rabu, 29/06/22, mengatakan bahwa, Indonesia adalah negara religius nation state yang dasarnya jelas pada pasal 29 ayat 1 UUD’45 yang berbunyi : “Negara berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. “

Jadi, jika umat Islam menyakini bahwa Allah Swt memerintahkan untuk menerapkan Islam dalam bingkai khilafah maka memperjuangkan dan mendakwahkannya itu hak umat Islam dan dijamin oleh konstitusi terutama oleh pasal 28 UUD 1945 dan UU no.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Apalagi dalam pandangan Islam memperjuangkan penerapan Islam dalam bingkai khilafah itu merupakan tajul furudh alias mahkotanya kewajiban yaitu keberadaannya akan menentukan terlaksanakannya berbagai kewajiban artinya berbagai kewajiban tidak bisa dilakukan ketika dia tidak ada, contohnya itu adalah khilafah.

Ketika khilafah tidak ada, maka banyak kewajiban yang tidak bisa dilaksanakan seperti hudud, jinayat dan hukum-hukum lainnya. Oleh karena itu menegakkan khilafah menjadi perkara yang wajib kifayah.

Selain itu, pembahasan khilafah adalah pembahasan fiqih bukan pembahasan tarikh sehingga konsekuensinya hukum yang tertera di dalamnya harus diterapkan hingga yaumil akhir dan jika perkara yang terkategori kewajiban tidak dilaksanakan maka akan berdosa.

Maka, pernyataan Syauqillah yang menyebut tidak boleh lagi membahas khilafah sebagai wacana sistem pemerintahan di Indonesia adalah salah besar dan merupakan sesat pikir.

Apalagi Hal ini senada dengan apa yang pernah diungkapkan oleh David E. Kaplan dalam Heart, Mind and Dollars,(www.usnews.com), “AS telah mengeluarkan puluhan juta US dolar untuk mengubah masyarakat dunia Islam dan Islam itu sendiri agar tunduk pada sekularisme, pluralisme dan liberalisme.”

Dari sini sangat terlihat nyata bahwa hal ini terjadi karena rekayasa Barat yang menginginkan agar Islam tidak kembali lagi menjadi kekuatan dunia. Semua itu dilakukan dengan menggunakan tangan anak-anak kaum muslim sendiri yang mau dibayar dengan dollar recehan dan ditempeli gelar “intelektual muslim.”

Padahal semua umat Islam semestinya paham bahwa penegakan syariat dan khilafah adalah wajib kifayah yang dalilnya banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, As-sunnah dan Ijma Sahabat.

Salah satunya penjelasan kata Khalifah telah jelas disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 30 yang artinya :

Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat :” Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi,”

Meskipun sebagain besar ulama berpendapat bahwa yang dimaksud khalifah adalah manusia sehingga tidak menjadikan ayat ini sebagai dalil wajibnya Khilafah tapi Imam Ibnu Katsir, Imam Al Qurthuby menjelaskan bahwa ayat ini merupakan dalil wajibnya Khalifah.

Khalifah adalah untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara manusia, memutuskan pertentangan mereka, menolong pihak yang dizalimi dari yang menzalimi, menegakkan had-had, mengenyahkan kerusakan dan mengurus perkara penting lain yang tidak mungkin ditegakkan kecuali dengan adanya seorang imam, dan (apabila suatu kewajiban tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib.”( Imam Al-Hafidz Abu Al-fida’Ismail Ibn Katsir, Tafsirul Qur’anil Adzim, juz 1 hal 221).

Sedangkan dalil al hadits yang mewajibkan Khilafah salah satunya hadits dari Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ahmad yang artinya :

Siapa saja yang membai’at imam, laluia memberikan genggaman tangannya dan buah hatinya kepadanya, hendaklah ia mentaati imam itu sekuat kemampuannya. Kemudianjika datang orang lain yang hendak merebut kekuasaan imam itu maka penggallah leher orang lain itu.”

Hadits ini berarti menjelaskan kewajiban untuk mempertahankan adanya Khalifah yang tunggal. Maka, jika Khalifah itu tidak ada, berarti menegakkannya adalah wajib.

Dengan penjelasan tersebut sudah tidak ada lagi alasan bagi kaum muslim untuk tidak mewacanakan pembahasan Khilafah di manapun kaum muslim itu berada apalagi di negeri yang dihuni oleh mayoritas muslim.

 

[nr/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis