Mudik Gratis dan Terfasilitasi dalam Islam
Oleh: Niswana Wafi
Lensa Media News – Di Indonesia, mudik sudah menjadi ritual budaya tahunan menjelang perayaan hari raya agama, terutama idul Fitri. Mudik juga menjadi momen untuk menjalin silaturahmi dengan anggota keluarga. Umat muslim yang hidup dan tinggal di berbagai kota berbondong-bondong kembali ke daerah asal mereka.
Namun sayangnya, penyiapan fasilitas oleh pemerintah untuk para pemudik sangatlah minim sehingga masih banyak terjadi kemacetan dan kecelakaan lalulintas. Banyaknya jalanan yang rusak serta pembangunan sarana dan prasarana yang terbatas menyebabkan tidak terakomodasinya jumlah kendaraan yang terlalu besar. Kementerian Perhubungan juga menyatakan bahwa sarana dan prasarana tidak didesain untuk menghadapi arus puncak mudik dengan alasan keterbatasan dana untuk pembangunan dan mubazir saat sudah tidak lebaran.
Di lain sisi, para pemudik yang melakukan perjalanan melalui angkutan umum terpaksa harus membayar mahal. Pasalnya penyedia transportasi umum didominasi oleh swasta yang berorientasi profit. Jasa transportasi yang disediakan oleh negara pun juga dikelola dengan prinsip profit oriented. Selain itu, kebijakan baru yang membuat BBM dinaikkan juga semakin membebani para pemudik. Tak hanya BBM, tarif harga tol juga mengalami kenaikan selama lebaran.
Semua kondisi ini bisa terjadi sebab mindset penguasa saat ini dalam mengurus kebutuhan rakyatnya sangat dipengaruhi oleh ideologi kapitalis. Orientasi profit menjadi asas dasar setiap kebijakan yang dikeluarkan. Mereka hanya bertindak sebagai regulator kebijakan tanpa mempedulikan nasib rakyatnya. Padahal seharusnya, menurut ajaran Islam, negara dan pemerintah wajib melayani semua kebutuhan rakyat (termasuk infrastruktur), serta sarana dan prasarana yang layak, tidak hanya saat momen mudik, melainkan juga untuk transportasi sehari-hari. Negara maupun pihak tertentu juga tidak boleh menjadikan mudik sebagai ajang untuk meraup keuntungan melalui transparansi publik. Mudik juga tidak boleh dijadikan sebagai ajang eksploitasi untuk kepentingan politik dan ekonomi, terlebih untuk kampanye. Diketahui sebelumnya terdapat ribuan pemudik yang diberangkatkan Pemkot Medan dengan mengenakan kaus putih bergambar Wali Kota dan wakilnya.
Dalam negara Islam (Khilafah), penguasa adalah ra’in atau pelayan rakyat sehingga kebijakan yang mereka keluarkan akan didasarkan pada jaminan, keselamatan, kemudahan, dan kenyamanan rakyatnya. Hal ini membuat mudik yang sudah menjadi tradisi misalnya, tidak akan menjadi masalah tahunan. Dalam khilafah, layanan transportasi, termasuk untuk mudik, harus dijamin oleh negara. Pemimpin negara Islam (Khalifah) wajib membangun infrastruktur yang baik, bagus, dan merata ke seluruh pelosok negeri. Khalifah juga menyediakan dengan sungguh-sungguh untuk kepentingan rakyat, bukan malah memberi celah rakyat dieksploitasi dan dimanfaatkan keberadaannya oleh berbagai kepentingan.
Flashback ke masa kekhilafahan, saat era Khalifah Umar Bin Khattab, beliau membangun infrastruktur di jalur rute para musafir. Beliau mendirikan pos semacam rumah singgah yang disebut sebagai Dar ad-Daqiq sebagai tempat penyimpanan sawiq, kurma, anggur, dan berbagai bahan makanan lainnya yang diperuntukkan bagi Ibnu Sabil yang kehabisan bekal makanan dan para tamu asing. Perbekalan yang layak bagi musafir dan dan keperluan air juga disediakan di jalanan antara Makkah dan Madinah, dan tentu semuanya adalah gratis.
Begitulah memang kegembiraan yang dirasakan oleh para musafir di negara Islam. Maka untuk urusan mudik, khilafah akan membangun infrastruktur dan menyediakan alat transportasi baik darat, laut, dan udara, di rute-rute mudik. Khilafah juga akan membangun jalur penghubung antarwilayah sehingga para pemudik mendapat kemudahan untuk mencapai daerah mereka. Semua masyarakat nantinya akan merasakan sarana transportasi yang memadai, murah, dan bahkan gratis untuk mudik. Negara tidak akan bekerjasama dengan pihak ketiga jika tidak bermanfaat untuk masyarakat. Tidak seperti sekarang dimana negara terjebak dengan jebakan hutang yang menjadikan posisi negara ini lemah di mata negara lain.
[LM]