Tebar Janji di Saat Harga Pangan Makin Menjadi

Oleh : Ummu Khielba

(Komunitas Pejuang Pena Dakwah) 

 

Lensa Media News – Ironis, di saat harga pangan makin melambung tak karuan. Rakyat kembali diobral janji para elite politik guna kepentingannya di pilkada. Kontestasi pemilu menjadi peluang yang katanya “wakil rakyat” untuk mendulang suara dengan pembagian minyak gratis di saat harga minyak kritis.

Minyak goreng langka tapi banyak yang bagi-bagi dan operasi pasar. Jadi sebenarnya siapa yang menimbun?,” tulisnya, Selasa, (8/3/2022). Fajar.co.id. Tokoh Nahdatul Ulama (NU) Habib Noval Assegaf melalui akun twitternya juga mengaku bingung atas banyaknya pembagian minyak goreng di tengah kelangkaannya.

PKL dan kaum ibu protes terhadap kelangkaan minyak yang makin parah. Rakyat  mempertanyakan posisi wakil rakyat yang nampak lebih sibuk menyiapkan diri untuk masa kontestasi pemilu. Bahkan partai pun bagi-bagi minyak goreng subsidi yg membuat publik berspekulasi bahwa mereka juga turut menimbun.

Watak rezim neolib dan elit politik sekuler dalam demokrasi kapitalis ini hanya ingin melanggengkan kekuasaannya bukan memprioritaskan kesejahteraan rakyatnya. Sampai-sampai, naiknya harga cabai malah disuruh nanam cabai di rumah, harga minyak naik disuruh merebus saja. Bagus sih, tapi kita berbicara stok nasional dengan potensi kekayaan alam yang melimpah ruah. Namun tidak dikembalikan kepada kepemilikan umum. Belum lagi negara ini dibombardir ambrolnya keran impor dalam semua produk pangan.

Wakil rakyat hanya berfungsi mewakili rakyat dalam pemenuhan kebutuhan dan hak sejahtera rakyat. Seharusnya wakil rakyat menjadi garda terdepan memperjuangkan aspirasi rakyat dan membela rakyat dalam semua situasi, bukan malah ikut kongkalikong dengan penguasa dan pengusaha.

Slogan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat hanyalah pepesan kosong. Suara rakyat hanya akan dimanfaatkan di pentas-pentas pemilu dan itu pun dengan pilihan calon yang sudah disiapkan oleh kelompok atau partai tertentu, maka artinya yang terpilih dari hasil terbanyak dari suara rakyat bukanlah murni dari pilihan rakyat sendiri.

Padahal Rasulullah saw. telah mengingatkan: “ Siapa yang diamanati Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia tidak memimpinnya dengan tuntunan yang baik, maka ia tidak akan dapat merasakan bau surga.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)”.

Berbeda dengan Islam, Islam menggariskan kepemimpinan seorang pemimpin diraih dengan syarat yang ditentukan syariat dan mendapat dukungan nyata dari umat karena dasar ketakwaan dan kapasitasnya untuk menjalankan seluruh perintah syarak dalam memimpin sebuah negara atau mengemban tugasnya. Seorang Pemimpin dalam timbangan Islam haruslah memiliki ilmu pengetahuan yang bukan saja piawai dalam mengatur urusan negara tapi juga berpengetahuan luas tentang agama.

Tujuan sebuah kepemimpinan dalam Islam yaitu ditujukan untuk menegakkan agama dengan melaksanakan syariat Islam secara keseluruhan dan menjadi pengurus bagi umat/rakyat yang dipimpinnya. Maka di dalam Islam adalah penting bagi umat untuk memilih pemimpin dengan cara yang sesuai dengan syarat yang disyariatkan serta mendapat dukungan murni umat. Bukan dengan penunjukkan yang sifatnya turun menurun dari keluarga ataupun partai politik yang sudah menyiapkannya untuk dipilih oleh rakyat.

Hal penting untuk dipahami, bahwa pilar utama dalam sistem pemerintahan Islam adalah kedaulatan ada di tangan Syarak yang menjadi pondasinya, oleh karenanya di dalam Islam tidak ada kekuasaan di tangan legislatif. Penguasa yang ditunjuk haruslah menerapkan Islam secara keseluruhan untuk segala aspek kehidupan.

Wallahu a’lam

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis