Rela Anggarkan 8 Miliar Demi Mobil Anyar
Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd.
(Aktivis Muslimah Bali)
Lensamedianews– Berita mengejutkan datang lagi dari Istana Negara. Belum usai dana untuk pembangunan IKN yang masih menunggak dan rencana tukar tambah kapal perang, kini muncul lagi pengeluaran negara untuk membeli mobil dinas baru untuk menyambut para tamu yang datang ke Indonesia atau untuk acara kenegaraan.
Tak tanggung-tanggung anggaran yang dikeluarkan demi 4 buah mobil berjenis Sport Utility Vehicle (SUV), negara melalui Kementerian Sekretariat Negara harus mengeluarkan anggaran lebih dari Rp 8 Miliar (tribunnews.com, 08/02/2022). Sungguh anggaran yang fantastis.
Dikatakan bahwa rencana untuk membeli mobil tersebut telah ada sejak tahun 2018, tetapi baru terealisasi di anggaran tahun 2022. Mobil mahal ini tentu telah dilengkapi sistem keamanan yang tinggi untuk skala mobil nonmiliter. Oleh karena itu negara rela menganggarkan 8 miliarnya.
Mirisnya, anggaran ini tidak dibarengi dengan kondisi rakyat yang masih terpuruk. Rakyat rela menahan lapar dan tinggal di emperan toko, karena tidak mampu membeli makanan dan menyewa tempat tinggal yang layak. Ditambah lagi kondisi pandemi yang berlarut-larut.
Negara mengaku kasnya sedang kekurangan dana, bansos sementara waktu dihentikan, subsidi rakyat kecil sedikit demi sedikit dicabut, harga bahan pokok melambung tinggi, dan begitulah seterusnya. Namun di sisi lain, negara sedang gencar-gencarnya membangun proyek dan mempersiapkan pelayanan untuk para tamu internasional. Agenda pindah IKN, presidensi G20, dan pembelian mobil tamu inilah contohnya.
Inilah dualisme kehidupan yang saling bertolak belakang. Antara hitam dan putih, jelas sekali perbedaannya. Meski sudah menjadi rahasia umum, negara akan mempunyai beribu alasan untuk menyangkal kelalaian pemeliharaan dan pengurusannya pada rakyat. Anggaran belanja negara memang sudah ada pengaturannya di masing-masing pos. Akan tetapi, bukan berarti berjalan sendiri-sendiri atau bahkan saling menjatuhkan antarkementerian.
Negeri ini memiliki rakyat yang cerdas, tidak mudah untuk meluluhkan hatinya hanya dengan janji-janji palsu. Apalagi nampak di hadapan mereka para penguasa yang zalim. Meski terlihat lugu, rakyat tetap mengamati dan mengkritisi setiap kebijakan yang diambil oleh penguasa. Ketika sudah muak, lihat saja aksi yang dilakukan oleh rakyat. Opini yang dibangun di tengah-tengah masyarakat akan menyebar luas, bahkan seperti membangunkan singa yang tertidur.
Berbeda dengan pandangan Islam berkaitan dengan pengeluaran anggaran negara. Negara Islam membagi anggaran belanja negara dalam beberapa pos yang baku. Pengaturannya disesuaikan dengan hukum syara. Mulai dari sumber pemasukannya sampai pendistribusiannya.
Setidaknya ada dua bagian yang perlu digarisbawahi terkait pengeluaran anggaran dalam pelayanan masyarakat. Pertama, jika pengeluaran ini bersifat mendesak dan ditakutkan akan menimbulkan kerusakan yang lebih parah di tengah-tengah masyarakat, maka harus segera dikeluarkan. Jika kas negara kosong, boleh diambilkan dari pajak yang ditarik dari masyarakat yang tergolong kaya atau berutang pada negara lain. Contohnya adalah membangun jembatan yang putus dan jembatan ini menjadi satu-satunya sarana yang ada di suatu masyarakat tertentu.
Kedua, jika pengeluaran anggaran untuk membangun sarana pelengkap sementara kas negara kosong, maka pendanaan tersebut ditunda atau dihentikan sampai pelayanan kebutuhan pokok rakyat terpenuhi semua. Tidak dibolehkan menukar atau mengambil alih pos yang lain demi membangun pelayanan tambahan ini. Tidak dibolehkan juga menarik pajak dari masyarakat atau berutang pada negara lain.
Dengan pengaturan yang tertib, negara akan mendapat dukungan dari masyarakat. Apresiasi pun diberikan secara sukarela tanpa harus dipaksa. Hal ini akan berbeda jika pengeluaran anggaran negara justru pada perkara-perkara yang tidak mendesak, tetapi diberitakan seolah mendesak dan harus segera terealisasi. Rakyat akan merasa dikhianati dan tidak dipedulikan lagi. Bukan apresiasi yang diberikan, justru cemoohan dan umpatan kepada penguasa. Wallahu a’lam bishshawab.
[ah/LM]