Maraknya Konten Negatif di Negeri Mayoritas Muslim
Oleh: Emmy Emmalya
Lensamedianews.com– Banyaknya konten negatif yang berseliweran baik di media cetak maupun media elektronik, membuat miris bagi setiap orang yang masih hidup akal sehatnya dan ruh keimanannya kepada Allah. Konten-konten negatif berupa pornografi, penistaan terhadap agama, hilangnya rasa malu, ujaran kebencian, dan maraknya potret ketidakdewasaan oknum-oknum pejabat yang dipertontonkan di depan publik membuat miris bagi setiap orang yang akal sehatnya masih jalan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) hingga Oktober 2021 saja telah menemukan sebanyak 1,57 juta konten negatif berseliweran di internet. Konten negatif tersebut didominasi pornografi, yaitu mencapai 1,1 juta konten. (sindonews.com, 03/12/2021)
Devie Rahmawati (Tenaga Ahli Menteri Kominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa) menjelaskan, temuan konten negatif dengan jumlah fantastis tersebut menjadi persoalan serius bagi pemerintah.
Celakanya konten-konten negatif itu banyak yang mengamini dan ditiru tanpa filter sama sekali. Apalagi konten-konten ini berseliweran dengan bebas di tengah masyarakat yang minim terhadap pemahaman agamanya. Miris, di tengah kondisi umat yang minim pemahaman akidahnya, negara terkesan berlepas tangan terhadap permasalahan ini. Konten-konten negatif bebas melenggang tanpa ada payung hukum yang melindungi.
Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 100, telah mengingatkan agar seorang muslim tidak tergiur untuk mengikutinya. Karena memang tabiat keburukan itu memikat hati yang diliputi dengan kesenangan dan kebebasan tanpa batas, tapi jalan menuju ketaatan penuh dengan onak dan duri juga kepayahan.
قُلْ لَّا يَسْتَوِى الْخَبِيْثُ وَا لطَّيِّبُ وَلَوْ اَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيْثِ ۚ فَا تَّقُوا اللّٰهَ يٰۤاُ ولِى الْاَ لْبَا بِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Katakanlah (Muhammad), “Tidaklah sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat, agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah: 100)
Konten-konten negatif ini merupakan produk sistem kapitalis yang memandang sesuatu hanya berdasarkan banyaknya cuan yang dihasilkan, tak peduli apakah yang dijual itu perkara yang haram ataukah halal. Karakteristik sistem ini meniscayakan bahwa materi adalah segalanya. Walaupun sebuah kehinaan, selama masih bisa menghasilkan manfaat buat mereka maka itupun akan diperjualbelikan.
Prinsip hidup liberal yang diusung sistem ini menjadikan para pengemban dan penganutnya akan bersikap liar dan tak perduli pada sesama. Sikap individualis akan lebih mendominasi kehidupannya. Seperti konten-konten negatif yang beredar dengan bebasnya di negeri ini tanpa ada payung hukum yang tegas dan tidak bisa menindak individu-individu yang menyebarluaskan konten-konten tersebut.
Miris memang di negeri mayoritas Islam tapi regulasi hukum yang berlaku bertolak belakang dengan ajaran yang diyakini oleh umatnya. Akibatnya posisi sebagai umat mayoritas, tapi kedudukannya seperti minoritas yang tak memiliki kekuasaan untuk mengatur hidupnya sendiri. Inilah imbas dari tidak diterapkan hukum Islam, umat Islam hidup di tempat yang tak semestinya. Ibarat ikan yang tak hidup di air, dia akan terus menggelepar karena bukan di alamnya dan kemudian ikan itu akan mati.
Begitupun umat Islam, jika tak segera diselamatkan, umat akan mati keimanannya kepada Allah akibat kuatnya arus kapitalisme yang menerjang keyakinan mereka.
Umat Islam harus segera disadarkan akan keberadaannya, jangan terlalu polos memandang permasalahan dengan mengatakan itu merupakan kebebasan berekspresi. Lalu apa bedanya manusia dengan hewan jika nilai kebebasan yang dijadikan acuan. Bukankah manusia memiliki akal yang bisa menilai sesuatu itu layak ataukah tidak? Sebagai contoh seorang wanita yang memamerkan auratnya di depan publik sehingga merusak keimanan laki-laki yang memandangnya, apakah itu suatu yang layak untuk dipertontonkan? Apa urgensinya memamerkan keindahan tubuh di hadapan publik? Jelas, tidak ada sama sekali. Yang ada hanya akan merusak akhlak masyarakat.
Mengapa tidak menyebarkan konten-konten yang bersifat membangun, memotivasi, dan menginspirasi? Supaya masyarakat lebih dekat dengan Penciptanya dan lebih produktif dalam menjalankan kehidupannya. Bukan malah menyebarkan konten yang mematikan kreativitas dan produktifitas, serta menghancurkan akhlak umat.
Sudah saatnya umat melirik sistem Islam yang menawarkan sistem informasi yang menjunjung nilai-nilai kebaikan dan menjaga akhlak umat. Islam sangat memuliakan manusia sebagai makhluk Allah yang telah dimuliakan kedudukannya di atas makhluk-makhluk yang lainnya. Maka, konten-konten yang disebarluaskan dalam Islam adalah konten yang mengagungkan tentang keberadaan Penciptanya dan menaikkan derajat manusia serta mendorong manusia untuk terus produktif dan berinovasi dalam memajukan peradaban manusia. Wallahua’lambishshawab. [ah/LM]