Nestapa Desa Pantai Bahagia di Pesisir Bekasi, Nyaris Tenggelam karena Abrasi

Oleh: Irma Sari Rahayu, S. Pi.

 

Lensa Media News – Nama Desa Pantai Bahagia di Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi sungguh indah terdengar. Namun, siapa sangka justru nestapa lah yang menemani keseharian warga. Warga senantiasa berjuang melawan banjir rob dan abrasi pantai yang mengancam menenggelamkan desa mereka.

Ancaman tenggelamnya Desa Pasir Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi memang bukan omong kosong. Akibat abrasi pantai, air laut pun masuk ke rumah-rumah warga yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan di laut dan empang setempat. Banjir rob terparah adalah saat terjadi bulan purnama, dimana rumah warga tergenang hingga selutut orang dewasa (Detik.com, 28/09/2021).

Menurut Khainan, salah seorang warga Desa Pantai Bahagia, abrasi dan rob yang menerjang desanya sudah terjadi sejak tahun 90-an dan semakin parah di tahun 2000-an. Sementara, warga desa lainnya, Ali menuturkan penyebab banjir rob yang merendam desanya adalah karena abrasi akibat dibabatnya hutan mangrove untuk dijadikan empang (Detik.com, 28/09/2021).

Jika ditelusuri, kondisi desa di pesisir Bekasi ini di awal tahun 1990-an termasuk desa yang sejahtera. Penghasilan dari tambak nelayan bisa mencapai 10 juta dalam waktu seminggu. Bahkan salah satu kampung di Desa Pantai Bahagia mendapat julukan sebagai “Kampung Dolar”. Namun, badai krisis moneter di tahun 1998 telah mengubah wajah pesisir Muara Gembong. Akibat tekanan ekonomi, wargapun membabat hutan mangrove untuk dijadikan lahan tambak baru. Namun, akibat perluasan yang tak terkendali, pengelolaan tambak tak berlangsung lama dan banyak dibiarkan tak terurus. Akhirnya meninggalkan kerusakan lingkungan yang parah.

Apa yang dilakukan masyarakat Desa Pantai Bahagia saat itu memang untuk berjuang bertahan hidup. Krisis moneter yang menghantam negeri ikut berpengaruh terhadap kehidupan perekonomian mereka. Tingkat pendapatan menurun tajam, namun harga bahan pokok melambung tak terkendali. Akibatnya banyak warga pendatang yang kehilangan pekerjaan akhirnya ikut membuka lahan membuat tambak. Namun sayangnya, perilaku ini tidak disertai dengan pemberian edukasi, pendampingan, dan kontrol negara. Akibatnya, hutan mangrove yang sedianya sebagai pelindung pantai dari abrasi menjadi rusak.

Kawasan hutan mangrove Muara Gembong merupakan rangkaian ekosistem mangrove di pesisir utara Teluk Jakarta, dari Tanjung Pasir di Tangerang, Banten, hingga ke Ujung Karawang. Kepadatan penduduk dan desakan ekonomi mengakibatkan mangrove Muara Gembong hancur yang didasari alasan berbagai kepentingan. Berdasarkan data Perum Perhutani mangrove alami di Muara Gembong seluas 10.481,15 hektar rusak parah. Bahkan 93,5 persen kawasan yang tidak dipengaruhi pasang surut telah dirambah warga untuk dijadikan tambak dan area pertanian (Mongabay.co.id, 25/11/2021).

Pengabaian keselamatan rakyat adalah ciri khas dari bentuk riayah ala negara kapitalis. Demi sejumput materi, keselamatan warga seakan tak memiliki arti. Ketidakseriusan negara kapitalis dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya pun kian nampak, karena mereka dibiarkan memenuhi sendiri kebutuhan hidupnya. Meskipun dengan jalan merusak dan membahayakan kehidupan warga desa lainnya.

Pantai dan wilayah sekitarnya termasuk ke dalam kepemilikan umum menurut sistem ekonomi Islam. Setiap warga negara berhak mengambil manfaat darinya. Namun, negara berhak untuk melakukan proteksi terhadap sebagian kepemilikan umum demi kemaslahatan umat. Misalnya dengan menjadikan kawasan pantai sebagai kawasan konservasi dan melarang siapapun memasuki apalagi merusaknya.

Negara akan menjamin pemenuhan kebutuhan hidup nelayan dengan menyediakan wilayah yang diizinkan untuk mengambil ikan atau spesies laut lainnya di luar dari kawasan yang diproteksi. Negara tidak boleh berlepas tangan dan membiarkan kerusakan lingkungan mengancam nyawa masyarakat. Negara harus bersegera melakukan perbaikan untuk menahan abrasi pantai dengan membangun tanggul ataupun menanam hutan mangrove dalam jumlah yang cukup. Jika ternyata upaya ini tak membuahkan hasil, maka harus segera dilakukan relokasi warga ke tempat yang lebih aman.

Inilah perbedaan riayah ala negara penganut kapitalisme dengan negara Islam. Negara Islam dengan Khalifah sebagai pemimpinnya akan bertindak cepat karena keselamatan rakyatnya adalah prioritas utama dan menjadi tanggung jawabnya. Khalifah akan senantiasa bersungguh-sungguh menjalankan amanah yang diletakkan di pundaknya sebagai konsekuensi keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Jika saja pengelolaan negara ini sejalan dengan apa yang Allah SWT perintahkan, maka kehidupan warga Desa Pantai Bahagia akan berlangsung sesuai dengan namanya.

Wallahu a’lam bishshawab.

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis