Oleh: Ririn DW, S.T.P.

 

Lensa Media News – Dikutip dari Detik.com, (25/09/2021), Indonesia mengimpor garam untuk Industri sebesar 3 juta ton tahun ini. “Untuk menjamin ketersediaan bahan baku garam bagi industri dalam negeri, pada tahun 2021 telah disepakati alokasi impor komoditas penggaraman industri sebesar 3,07 juta ton,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam webinar, Jumat (24/09/2021).

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, kebutuhan garam nasional pada 2021 sebanyak 4.606.554 ton. Produksi garam dalam negeri diperkirakan mencapai 1.528.653 ton, sedangkan alokasi impor sebanyak 3.077.901 ton. Garam industri impor ini sangat dibutuhkan oleh banyak industri, posisinya sangat penting bagi rantai produksi merupakan input kunci untuk bahan baku.

Industri yang diperkenankan menggunakan garam asal impor tersebut terdapat empat sektor, yaitu industri klor alkali, aneka pangan, farmasi dan kosmetik, serta pengeboran minyak. Hal ini disebabkan standar garam petani garam belum sesuai dengan standar garam industri, terutama dari keempat sektor di atas, begitu juga cemaran industrinya. Kandungan NaCl garam petambak masih di bawah 94% (rata-rata 89%), sedangkan spesifikasi garam bahan industri dengan kualitas kandungan NaCl minimal 96% untuk industri soda kaustik dan minimal 97% untuk aneka pangan. Sedangkan untuk sektor pengeboran mnyak, farmasi, dan kosmetik kadar kemurnian minimal 99% dan berdasarkan standar mutu SNI 0303:2012 untuk garam industri soda kaustik dan SNI 8207:2016 untuk garam industri aneka pangan. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik & Hubungan Antar Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Hermawan Prajudi (garampedia, 27/9/2021). Bahkan kontaminan yang tidak memenuhi standar, menyebabkan industri pangan dan kosmetik tidak bisa memenuhi keamanan makanan di beberapa negara. Terlampir infografis perbandingan kualitas garam petambak dan garam industri.

Dari infografis, dapat kita simpulkan perlunya peningkatan kualitas garam petambak selain dari sisi kuantitas juga perlu ditingkatkan.

 

Impor Garam

Pada tahun 2020, diolah dari BPS, Indonesia mengimpor garam hampir 3 juta ton, dengan porsi terbesar ditempati oleh Australia dengan 2,2 ton dan 0,4 ton dari India. Sisanya dari beberapa negara lain. Fluktuasi ini, menurut data BPS, sudah terjadi dari 2010. Terdapat beberapa hal yang perlu ditingkatkan dalam industri garam ini, mengingat ketersediaan dalam negeri yang kurang memenuhi standar SNI yang sangat dibutuhkan dalam berbagai macam industri. Bahkan tercatat, penambak tradisional mengalami penurunan dari 30.688 jiwa pada 2012 menjadi 21.050 jiwa di 2016. Artinya ada sekitar 8.400 petani tambak garam yang beralih profesi karena tidak adanya jaminan kesejahteraan yang mereka peroleh dari profesi tersebut (BBC Indonesia, 01/08/2017). Muhammad Jakfar Sodikin, Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) menuturkan bahwasanya tidak semua pantai dijadikan lahan garam. Pantainya harus landai, selain itu pantai seperti di selatan Pulau Jawa tidak bisa untuk produksi garam karena ombaknya terlalu besar, yang berakibat akan menjebol tanggul lahan garam.

Untuk itu perlu langkah-langkah yang harus dilakukan negara dalam mendukung para penambak garam. Pertama, perlu edukasi dari pemerintah yang bekerja sama dengan ilmuwan atau praktisi garam industri di Indonesia terkait pembuatan garam agar sesuai standar SNI. Apa yang dilakukan petambak umumnya manual dan masih sederhana. Dari proses tersebut, kemurnian NaCl dalam garam yang didapatkan maksimal 88-92,5%. Hal ini bisa saja untuk kebutuhan garam konsumsi, dengan catatan, rendah cemarannya. Jika dibandingkan, maka pembuatan dengan cara Portugis, akan memberikan garam dengan NaCl sebesar 97-98%. Terlampir grafis perbandingan pembuatan garam. Edukasi dari sisi pentingnya garam untuk industri dan kesehatan juga perlu diberikan ke penambak, mengingat para penambak belum tentu dapat mengakses informasi yang relevan.

Kedua, perlu adanya bantuan pemerintah terkait pengadaan peralatan. Kepala Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, Semarang telah memiliki paten atas inovasi teknologi Proses Pembuatan Garam NaCl (Natrium Clorida) dengan Media Isolator pada Meja Kristalisasi, dan Paten atas Proses Produksi Garam Beryodium di Lahan Penggaraman pada Meja Kristalsiasi Dengan media Isolator. Kedua teknologi itu diklaim mampu meningkatkan produksi garam petani. Selain itu, teknologi tersebut juga mampu meningkatkan kualitas garam yang dihasilkan menjadi lebih bersih dan homogen. Dari hasil teknologi ini, dan dimanfaatkan penggunaannya oleh penambak dengan bantuan Pemerintah, diharapkan garam industri yang dibutuhkan Indonesia dapat terealisasi.

Ketiga, perlu dibuat road map ketahanan garam dan pengawalan atau pengawasan terhadap rencana ini oleh lembaga terkait.
Penanganan garam ini jika di dalam negeri berada di bawah penanganan Departemen Perindustrian atau Departemen Kemaslahatan Umat dan dalam kegiatan ekspor impor berada di bawah Departemen Luar Negeri. Majelis Umat disini mengawal adanya masukan dari masyarakat.

Wallahu a’lam.

 

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis