Oleh: Dina Wachid

 

Tsaqafah –  Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi)

Betapa pentingnya urusan takwa. Sebab, bila takwa tak ada, maka kacaulah urusan manusia. Takwa menjaga kita dari segala perbuatan yang dimurkai Sang Pencipta. Takwa tidak hanya menyelamatkan kita dari azab dunia, tetapi juga dari siksa api neraka.

Di kondisi sulit seperti sekarang ini, pandemi berimbas pada seluruh aspek kehidupan. Semua orang merasakan dampaknya. Mencari pekerjaan begitu susah, bahkan sampai ada yang mengatakan bahwa jangankan yang halal, yang haram pun sulit didapatkan. Akhirnya, dengan berdalih untuk memenuhi kebutuhan hidup, pekerjaan haram pun dilakukan. Naudzubillahi min dzalik!

Padahal, sebelum pandemi banyak masyarakat yang telah hidup menderita. Berbagai kesulitan hidup berkelindan dengan kemaksiatan begitu eratnya. Kerusakan terjadi di mana-mana. Kejahatan telah merajalela. Kriminalitas menjadi bagian kehidupan masyarakat yang susah dilenyapkan. Adanya pandemi dijadikan pembenaran untuk melakukan bermacam penyimpangan dan pelanggaran.

Itulah bila takwa diabaikan, bahkan disingkirkan. Demi memenuhi urusan perut, segala cara dihalalkan. Demi memenuhi nafsu syahwat, yang haram diperbolehkan. Kemaksiatan dilegalkan untuk mendapat keuntungan. Kejahatan dibiarkan demi mendapat kekuasaan. Pelanggaran dianggap sebagai kebiasaan.

Berbagai kerusakan yang terjadi, baik di daratan, lautan dan udara tak menjadi pelajaran. Bencana alam dan kemanusiaan tak dijadikan peringatan. Dosa seolah tak ditakutkan. Hati tertutup dari kebenaran.

Adalah takwa yang menjadi jalan penyelamat manusia dalam mengarungi kehidupan. Dengan takwa, diri terhindar dari segala permasalahan. Sebab dengan takwa, Allah berikan jalan keluar dari setiap persoalan. Allah berikan pula rizki dari jalan yang tak disangka-sangka bagi hamba yang menetapi jalan ketakwaan.

Takwa sendiri berarti melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Ini sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hasyr ayat 7:

“… apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”

Menafkahi keluarga dengan cara yang halal, itulah takwa. Meninggalkan riba yang bisa mendatangkan kelimpahan materi, itu juga takwa. Memakai jilbab secara sempurna ketika keluar rumah, meski hanya di depan pagar, itu takwa pula.

Menolong saudara yang kesulitan, meski diri sendiri juga kesusahan, itulah takwa. Membela kehormatan dan menutupi aib saudara, itulah takwa. Mengajak saudara untuk ikut kajian dan berdakwah, itu juga takwa.

Melakukan amar ma’ruf nahi munkar walau beresiko kehilangan semua yang dimiliki, itulah takwa. Bersungguh-sungguh menuntut ilmu agar bisa bermanfaat bagi umat dan agama, itulah takwa.

Menolak suap dan korupsi, meski diiming-imingi milyaran rupiah, itulah takwa. Menegakkan hukum dengan adil tanpa diskriminasi dan tebang pilih, itulah takwa. Menjalankan tanggung jawab sebagai pemimpin dengan amanah, itu takwa juga.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)

Takwa menjadikan setiap perbuatan terikat pada syariat-Nya. Selalu berhati-hati dalam bertindak karena menyadari adanya konsekuensi atas semua yang dilakukan di dunia. Apa yang dikerjakan saat ini, kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya.

Adakah urusan yang lebih penting daripada takwa? Urusan perut hanya sementara. Bila telah kenyang, ia akan berhenti, terkecuali syahwat yang berbicara. Namun, itu pun juga memiliki batasnya, yakni hingga ia tak sanggup menampung atau ajal yang menjemputnya.

Urusan dunia juga tak selamanya. Ia akan diganti dengan urusan lainnya. Sebagaimana dunia yang fana, segala urusan di dalamnya juga akan berhenti bila tiba masanya.

Di sinilah pentingnya takwa. Memastikan jalannya kehidupan tetap pada relnya, yakni sesuai syariat. Segala urusan kita di dunia mungkin selesai, namun tidak dengan implikasinya. Dampak dari yang kita lakukan di dunia akan terus berlangsung hingga di akhirat.

Kita tentunya ingin mendapatkan kebahagiaan yang kekal abadi, bukan hanya di dunia, tetapi juga bahagia di surga-Nya. Untuk bisa meraihnya, maka mutlak takwa itu harus menjadi prioritas. Tersebab surga hanya bisa dicapai bila kita menjadi hamba yang bertakwa.

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali ‘Imran: 133)Wallaahu a’lam bi ash-shawab. [LM/Mi]

Please follow and like us:

Tentang Penulis