Menyoal Keliru Konsep Nasionalisme dan Negara Bangsa
Oleh: Agu Dian Sofiyani, S.S.
Lensa Media News – Ada satu pertanyaan yang ada di benak penulis ketika membaca berita tiga nelayan Aceh yang pada tahun 2020, menyelamatkan Muslim Rohingya, dihukum 5 tahun penjara serta denda sebesar Rp500 juta (PikiranRakyat.com, 17 Juni 2021). Pertanyaan itu adalah, apakah menyelamatkan sesama manusia, apalagi sesama Muslim yang menderita adalah sebuah kejahatan di negeri ini?
Apa karena Muslim Rohingya berbeda bangsa dengan Indonesia maka menolong mereka dianggap sebagai sebuah kejahatan? Jika alasannya memang demikian, maka jelaslah bahwa paham nasionalisme yang menghasilkan konsep negara bangsa bukanlah sebuah ikatan yang layak digunakan oleh kaum Muslim.
Apalagi nasionalisme adalah sebuah konsep yang sangat asing bagi Islam karena menyerukan persatuan yang berdasarkan pada ikatan kekeluargaan dan kesukuan. Sementara Islam menyatukan manusia berdasarkan pada akidah semata, yaitu keimanan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya.
Ada banyak hadis yang melarang menyatukan manusia berdasarkan ikatan kesukuan atau kebangsaan. Sabda Nabi Saw.:
“Bukan dari golongan kami orang-orang yang menyeru kepada ‘ashabiyah (nasionalisme/sukuisme), orang yang berperang karena ‘ashabiyah serta orang-orang yang mati karena ‘ashabiyah.” (HR. Abu Dawud)
Dalam riwayat lain, diceritakan oleh At-Tabrani dan Al-Hakim bahwa dalam satu insiden beberapa orang membicarakan dan merendahkan Salman Al-Farisi. Mereka membicarakan inferioritas orang Persia dibandingkan dengan orang Arab. Ketika mendengar hal ini, Rasulullah Saw. menyatakan dengan tegas:
“Wahai Salman, engkau adalah bagian dari kami, ahlul Bayt (keluarga Rasul).” (HR. Thabrani)
Pernyataan Rasulullah Saw. ini memutuskan seluruh ikatan berdasarkan pada faktor keturunan dan kesukuan. Peristiwa ini juga menunjukkan bahwa ikatan kesukuan tidak mendapatkan tempat sama sekali dalam Islam.
Kaum Muslim diperintahkan untuk berdiri bersama-sama dan tidak memisahkan diri satu sama lain hanya karena mereka berasal dari suku yang berbeda. Karena dalam Islam, sesama Muslim itu bersaudara, sebagaimana firman Allah Swt.:
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu, damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (TQS.al Hujurat:10)
Bahkan Rasulullah Saw. bersabda:
“Setiap muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak menyakiti dan juga tidak disakiti. Jika seseorang membantu saudaranya yang sedang membutuhkan, maka Allah akan membantunya ketika ia membutuhkan; dan jika seseorang menghilangkan kesukaran dari muslim yang lain, maka Allah juga akan menghilangkan kesukaran daripadanya besok pada hari kiamat; dan jika seseorang menyembunyikan aib muslim yang lain,maka Allah akan menyembunyikan aibnya pula pada hari kebangkitan.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Dalam sabdanya yang lain, Rasulullah Saw. menyampaikan:
“Orang-orang yang beriman, dalam kecintaannya, kasih sayangnya dan persatuan yang kuat, laksana satu tubuh, ketika satu bagian menderita sakit, maka seluruh tubuh akan menyambutnya dengan menggigil dan demam.” (HR. Muslim)
Begitulah persaudaraan di antara sesama Muslim. Sebelum tahun 1924, kaum Muslim bersatu dalam sebuah ikatan persaudaraan akidah yang kuat dalam satu kepemimpinan Khilafah Islam. Namun, sejak Khilafah Islam diruntuhkan tahun 1924, kaum Muslim terpecah belah menjadi kurang lebih menjadi serpihan 50 negara kecil.
Salah satu penyebab keruntuhan Khilafah Islam ini disebabkan paham nasionalisme yang dihembuskan orang-orang kafir Barat kepada kaum Muslim. Jadilah saat ini umat Islam yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh sekat-sekat negara bangsa. Mereka tidak merasa sebagai satu saudara satu sama lain.
Padahal, mereka mengimani Allah dan Rasul yang sama.
Maka, apa yang terjadi pada tiga nelayan di Aceh adalah fakta menyakitkan sekaligus fakta yang semakin menguatkan bahwa konsep nasionalisme dan negara bangsa adalah racun yang mematikan bagi persatuan dan persaudaraan kaum Muslim.
Nasionalisme dan konsep negara bangsa menjadi penghalang kaum Muslim menolong saudaranya yang lain. Tidak mustahil dampak hukuman pada nelayan Aceh karena menyelamatkan Rohingya, akan membuat Muslim lain di Aceh takut untuk menolong kembali Muslim Rohingya yang menepi di Aceh. Tentu bukan ini yang kita inginkan.
Maka, sudah sangat terang konsep nasionalisme dan negara bangsa adalah sebuah konsep yang keliru dan sudah seharusnya umat Islam tidak mengambilnya sebagai ikatan pemersatu. Ikatan yang sahih bagi umat Islam hanyalah ikatan akidah. Namun, ikatan akidah hanya akan bisa terwujud jika ada institusi politik yang menerapkannya.
Institusi politik inilah yang bernama Khilafah Islam. Maka, menjadi sebuah kewajiban bersama bagi kaum Muslim untuk segera menegakkannya kembali. Wallahu a’lam. [LM/Mi]