Amal yang Tak Dianggap

Oleh: Dina Wachid

 

Serbu – Sobat, gimana rasanya bila kita sudah berbuat sesuatu, susah payah, tapi tidak dianggap? Sedih dan pedih bukan?! Seperti itulah jika beramal, tapi disertai dengan riya‘. Bukan pahala yang didapat, malah amalan menjadi hangus dan mendapat dosa. Sia-sia bin celaka ini namanya! Na’udzubillah.

Menurut bahasa, riya’ berasal dari kata ru’yah yang artinya menampakkan. Riya’ berarti menampakkan ibadah atau amal kebaikan agar dilihat dan dipuji oleh manusia. Sedang menurut istilah, riya’ maknanya melakukan ibadah dengan niat supaya dipuji oleh manusia dan bukan untuk Allah.

Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitab Fathul Baari mengatakan bahwa riya’ adalah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia. Menurut Imam Al-Ghazali, riya’ berarti mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan.

Salat yang dibagus-baguskan supaya terlihat khusyuk oleh orang lain. Bersedekah banyak-banyak agar dianggap sebagai dermawan. Berpakaian amat sederhana biar terlihat sebagai pribadi yang zuhud. Rajin ngaji, ikut kajian ke sana kemari, bikin status dan postingan bernafas religi, de-el-el, namun tujuannya supaya imej terlihat salih/ah di mata orang lain. Itu semua namanya adalah riya’ atau pamer, bahasa bekennya.

Riya’ begitu samar, hingga kadang tak disadari. Serasa diri telah ikhlas beramal, nyatanya terselip di hati keinginan untuk disanjung. Begitu halus hingga seolah tak nampak. Tahu-tahu, diri telah jauh tersesat dalam pujian dunia yang melenakan.

Memang, tak dipungkiri bahwa manusia senang untuk dipuji. Apalagi di masa kini dimana era medsos begitu merajai pergaulan umat manusia. Mendapatkan pujian dan viral ke seantero jagad medsos menjadi impian banyak orang.

Tak jarang beramal atau beribadah, menjadi ajang pameran, sebagai konten di medsos, bukan lagi murni untuk Allah semata. Demi meraih popularitas di dunia maya dan nyata, urusan ibadah dipamerkan. Tipis sekali antara benar-benar berniat untuk syiar Islam dengan pamer pada netizen agar dipuja-puji.

Sungguh amat tragis nasib manusia yang demikian. Mungkin saja di dunia dia mendapatkan penghargaan dari sesamanya, mungkin juga tidak. Satu yang pasti dari amalan yang bernapas riya’ adalah ia tertolak dan pelakunya mendapat dosa. Dihargai dan terkenal belum tentu, sia-sia dan dosa itu pasti!

Allah Ta’ala berfirman:

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan amal perbuatan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Merekalah orang-orang yang di akhirat (kelak) tidak akan memperoleh (balasan) kecuali neraka dan lenyaplah apa (amal kebaikan) yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka lakukan” (QS. Huud: 15-16).

Sobat kudu tau nih! Bahwa orang yang melakukan riya’ itu sama artinya telah menyekutukan Allah, lho! Ini karena amalnya diniatkan kepada selain Allah SWT. Dengan kata lain, ia telah melakukan syirik kecil. Meski kecil, syirik karena riya’ tetap berdosa.

Amalan yang diniatkan untuk selain Allah pasti tertolak. Ia tidak akan diterima oleh Allah. Justru Allah akan menyuruhnya meminta balasan dari amalan tersebut kepada siapa ia diniatkan, kelak di hari akhir.

Waspada selalu terhadap yang namanya riya’ dalam beramal. Kalau tidak ingin amalan hangus dan mendapat dosa, maka jauhkan diri sejauh-jauhnya dari riya’. Jaga selalu amal agar tak dikotori oleh niat meraih tujuan sesaat, apalagi sesat. Segeralah ber-istighfar bila bisikan-bisikan menyesatkan itu datang, karena akan membuat kita celaka. Pastikan niat kita lillahi Ta’ala.

Tugas manusia adalah beribadah kepada Allah semata. Setiap helaan nafas yang dihembus, setiap langkah yang dijejak, setiap kata yang terucap, setiap huruf yang ditulis, dan setiap detik dalam hidup, dipersembahkan untuk Allah saja. Tiadalah setiap perbuatan manusia melainkan harus selalu terikat dengan aturan-Nya.

Tak usah sedih bila tak ada yang memujimu rajin salat, rajin ngaji, alim, pinter, dermawan, jujur, baik hati dan tidak sombong, atau pun penulis yang hebat, cetar membahana, misalnya. Sungguh tak mengapa. Penilaian manusia tak ada yang sama dan tak selamanya. Cukuplah kamu baik di hadapan Allah, Sang Kuasa. Rida Allah, itulah yang utama.

Diriwayatkan bahwa ‘Ali bin Abi Thalib ra. berkata, “Amal yang saleh adalah amalan yang kamu tidak menginginkan pujian dari siapa pun atasnya kecuali dari Allah” (Al-Ikhlas wa An-Niyyah, hal. 35).

Tanamkan selalu ikhlas di dada agar diri tak berakhir merana. Sebab amalan yang diiringi riya’ pasti akan membuat derita pada akhirnya. Jangan biarkan setan tertawa melihat kita sengsara dalam dosa. Ikhlaskan, ikhlaskan, ikhlaskan, semuanya hanya untuk Dia.

Wallahu a’lam bishshawab.

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis