Rencana Pemungutan PPN Melahirkan, Nasib Rakyat Kian Memprihatinkan

Oleh: Yulweri Vovi Safitria

 

Lensa Media News – Sebelumnya pemerintah berencana mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk kebutuhan pokok atau sembako. Wacana tersebut tertuang dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Di dalam draf revisi tersebut, sembako atau kebutuhan pokok mulai dari beras hingga gula konsumsi tak lagi termasuk dalam obyek yang PPN-nya dikecualikan. (Kompas.com, 9 Juni 2021).

Lagi-lagi pemerintah berencana mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada jasa pelayanan kesehatan medis khususnya rumah bersalin. Rencana tersebut tertuang dalam draft Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Adapun ketentuan dalam Pasal 4A dihapus dalam draft tersebut. Pada Pasal 4A Ayat 3, jasa pelayanan kesehatan medis yang terdapat dalam poin A dihapus dari jenis jasa yang tidak dikenakan PPN. Artinya, jasa pelayanan kesehatan medis, termasuk jasa rumah bersalin bakal dikenai pajak. (Okezone.com, 13 Juni 2021)

Rencana tersebut menimbulkan reaksi. Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menilai, dengan masuknya jasa rumah bersalin sebagai objek yang terkena PPN akan mengakibatkan biaya persalinan meningkat. Bima menambahkan, dampak dari pemungutan tarif PPN akan sangat dirasakan oleh rumah sakit, sebab yang bersalin di rumah sakit tidak hanya kelompok menengah ke atas, tetapi juga kelompok menengah ke bawah. Menurut Bima, filosofi pajak tersebut tidak menjunjung rasa kemanusiaan karena mengejar objek kesehatan. Harusnya, sektor kesehatan diberikan stimulus pada saat pandemi maupun pasca pandemi. Kurang bijak rasanya apabila mencari pemasukan dari pajak kesehatan.

Tentu saja bukan hal aneh jika pemerintah kerap mewacanakan pemungutan pajak. Bahkan slogan “orang bijak taat pajak” menjadi tagline yang terpampang di sejumlah pusat keramaian, juga di pinggir jalan. Hal ini tidak lepas dari sistem yang diadopsi, di mana pajak merupakan sumber pemasukan negara. Padahal kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan pemenuhannya merupakan tanggung jawab negara.

Dalam sistem Kapitalisme, pajak merupakan sumber pemasukan tetap bagi negara. Pemungutan pajak merupakan cara cepat mendapatkan dana untuk menutupi defisit anggaran, serta dianggap mampu menyelamatkan ekonomi yang sedang terancam akibat utang yang membengkak.

Maka wajar jika kemudian sejumlah sektor dikenakan pajak. Sosialisasi agar masyarakat taat pajak terus digalakkan, meyakinkan kepada masyarakat bahwa pajak adalah kewajiban yang harus segera ditunaikan. Apabila rencana pemungutan pajak pada bahan pokok, pendidikan dan kesehatan jika benar-benar direalisasikan, sungguh kesejahteraan yang diidamkan rakyat hanya sekadar impian saja.
Bisa dibayangkan, harga-harga akan mengalami kenaikan. Dampaknya akan sangat dirasakan oleh rakyat. Sedangkan saat ini saja, rakyat sudah menjerit akibat biaya yang serba mahal.

 

Pajak dalam Islam

Ya, dalam Islam juga dikenal istilah pajak, disebut dharibah. Akan tetapi penerapannya berbeda dengan sistem kapitalis sekular. Abdul Qadim Zallum, mendefinisikan dharibah sebagai harta yang diwajibkan Allah SWT kepada kaum Muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka, ketika kondisi baitul mal tidak ada uang atau harta.

Dharibah dalam Islam bukanlah sumber tetap baitul maal, namun bersifat insidental, berbeda dengan pajak yang pungutannya berkelanjutan. Pajak dalam Islam tidak dikenakan kepada seluruh rakyat, melainkan pada orang-orang tertentu yang memiliki harta lebih dan kepada mereka yang telah tercukupi kebutuhan pokoknya.

Shadaqah yang paling baik adalah yang berasal dari orang kaya”. (HR Bukhari)

Dengan demikian jelas sekali perbedaan pajak dalam sistem kapitalisme. Salah satu diantaranya adalah dengan membebankan kewajiban pajak kepada seluruh rakyat, yang tentu saja akan memberatkan rakyat, khususnya ekonomi menengah ke bawah.

Begitu juga apabila rencana pungutan pajak dari jasa melahirkan diberlakukan, nasib rakyat akan semakin memprihatinkan. Alangkah menyedihkan, bila untuk memiliki keturunan saja mereka harus merogoh kocek lebih dalam, padahal untuk biaya hidup saja rakyat sudah kesulitan dengan harga-harga yang melangit. Sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya para pengambil kebijakan untuk berhati-hati dalam membuat keputusan, sebagaimana peringatan Rasulullah saw terhadap pemimpin yang memberatkan dan menyusahkan rakyatnya. Karena konsekuensinya tidak hanya ditanggung di dunia, akan tetapi juga di Mahkamah Allah swt di akhirat kelak.

Rasulullah Saw. bersabda:
Ya Allah, siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia; siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia berlaku lembut kepada mereka, maka berlaku lembutlah kepada dia.” (HR Muslim dan Ahmad).

Wallahu’alam Bisshawab. 

 

[LM]

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis