Haji Batal Terselenggara, Tanggung Jawab Siapa?

Oleh: Zulfa Nusaibah

(Pemerhati Kebijakan Publik)

 

Lensa Media News – Keputusan pemerintah Indonesia yang resmi membatalkan keberangkatan jemaah haji 2021 sebagaimana dituangkan dalam Keputusan Menag No. 660/2021 menuai polemik. Rakyat Indonesia harus kembali menunggu untuk dapat melaksanakan ibadah haji. Antrean pun bertambah panjang hingga tahun 2065.

Pemerintah berdalih, pembatalan terjadi karena Arab Saudi belum membuka akses layanan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2021. Arab Saudi juga belum mengundang Indonesia untuk menandatangani nota kesepahaman tentang persiapan penyelenggaraan haji (cnbcindonesia.com, 6/6/2021).

Jika benar demikian, bukankah komunikasi dapat dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya? Sebetulnya pemerintah memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk protokol kesehatan covid-19 sebab haji hanya diselenggarakan setahun sekali. Bukankah negeri lain juga mengalami pandemi, namun dapat tetap memberangkatkan haji warga negaranya? Tak ayal, muncul spekulasi di tengah masyarakat. Sebetulnya, sejauh mana tanggung jawab negara dalam menjamin pelaksanaan ibadah haji bagi warga negaranya?

 

Haji dan Peran Negara

Allah SWT. telah menetapkan haji sebagai fardhu ‘ain bagi kaum Muslim yang memenuhi syarat. Allah SWT. menyatakan dalam Al Quran: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (TQS. Al-Imran [03]: 97). Nabi SAW. bersabda, “Wahai manusia, Allah SWT. telah mewajibkan haji kepada kalian, maka berhajilah” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Dalam rangka menyempurnakan pelaksanaan ibadah haji, syariah Islam menetapkan imam/kepala negara untuk mengurus pelaksanaan haji dan keperluan para jemaah haji karena imam adalah ra’in (pengurus rakyat). Sabda Nabi SAW.:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR. Bukhari).

Pemeliharaan negara mencakup jaminan pelaksanaan ibadah warga negaranya. Haji adalah ibadah yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus. Dibutuhkan beragam fasilitas dan akomodasi bagi jamaah. Negara juga wajib memberikan jaminan kesehatan serta keselamatan jemaah. Semua merupakan tanggung jawab negara. Negara harus melayani dengan sebaik-baiknya tamu-tamu Allah ini. Pelayanan itu dilakukan tanpa ada unsur bisnis apalagi sampai menyelewengkan dana calon jemaah haji seperti yang diduga dilakukan mayoritas negeri muslim namun menganut paham kapitalisme saat ini.

 

Penyelenggaraan Haji dalam Sistem Islam

Catatan sejarah menunjukkan betapa besar perhatian dan pelayanan yang diberikan para pemimpin Islam (khalifah) kepada jemaah haji. Dalam sistem Islam, khalifah menunjuk pejabat khusus untuk memimpin dan mengelola pelaksanaan haji yang dipilih dari orang-orang yang bertakwa dan cakap memimpin. Rasulullah SAW. pernah menunjuk ‘Utab bin Asad dan Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Rasulullah SAW. juga pernah memimpin langsung pelaksanaan ibadah haji pada saat haji wada’. Pada masa kekhilafahan Umar ra., pelaksanaan ibadah haji pernah diserahkan kepada Abdurrahman bin Auf ra.

Selain itu, khalifah akan membangun berbagai sarana dan prasarana untuk kelancaran, ketertiban, keamanan dan kenyamanan para jemaah haji seperti pada masa Khalifah ‘Abbasiyyah. Harun ar-Rasyid membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah), Pada masa khilafah Utsmaniyah, Sultan ‘Abdul Hamid II membangun sarana transportasi massal dari Istanbul, Damaskus hingga Madinah yang dikenal sebagai Hijaz railway. Terkait dengan ONH (ongkos naik haji), maka khalifah menetapkan harga sesuai dengan biaya serta akomodasi yang dibutuhkan oleh para jamaah berdasarkan jarak wilayahnya dengan Tanah Haram (Makkah-Madinah).

Namun, semua hal ini tidak dapat dilakukan dengan sempurna jika pengurusan haji diurus oleh negara masing-masing. Tanpa ada kesatuan pelayanan karena tiada kesatuan kepemimpinan Islam (khilafah), sering muncul konflik kepentingan dan kesemrawutan antar negara. Misalnya pembagian kuota, masalah visa ONH, komersialisasi hotel, tiket, katering, dan lain-lain.

Maka, sudah saatnya kita sadar untuk meninggalkan sistem nasionalis-kapitalisme buatan manusia dan kembali ke dalam kesatuan sistem dan kepemimpinan yaitu Khilafah Islamiyah. Satu-satunya sistem yang menjamin pelaksanaan ibadah kaum muslimin dengan sempurna.

Wallahua’lambishshawwab.

[lnr/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis