Haji: Tiang Agama yang Harus Dijaga

Oleh: Mimin Diya

 

Lensa Media News – Agama Islam ibarat sebuah bangunan kokoh yang menaungi dan menjaga kaum muslimin dari segala keburukan. Bangunan Islam ini memiliki lima tiang penegak. Apabila tiang tersebut runtuh, maka Islam akan hilang. Sebagaimana sabda Rasulullah saw :
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadan.” (HR Bukhari)

Sebagian besar kaum muslimin telah melaksanakan empat rukun Islam (syahadat, salat, zakat dan puasa) dan senantiasa bermunajat agar mampu melaksanakan haji. Maka sempurnalah dalam menjalankan rukun Islam.

Namun, di tengah kondisi saat ini, upaya menegakkan tiang haji menjumpai ujian. Kesempatan bagi muslim di seluruh dunia, termasuk muslim Indonesia, untuk pergi ke tanah suci semakin sempit. Tidak sedikit yang berdoa agar diberi cukup usia di tengah daftar antrian haji yang panjang.

Kini sudah dua kali pelaksanaan ibadah haji bagi muslim Indonesia batal dengan pertimbangan melindungi kesehatan jemaah dari Covid-19 serta belum adanya nota kesepahaman tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2021 antara pemerintah Arab Saudi dengan RI. Pembatalan haji tersebut sesuai keputusan Kementerian Agama RI Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 Hijriah/2021 Masehi. (BBC, 3/6/2021).

Sementara calon jemaah haji sendiri telah mengikuti himbauan negara terkait kewajiban vaksin, baik vaksin Covid-19 maupun vaksin meningitis. Berdasarkan data BPKH, jemaah yang sudah tervaksin sebanyak 141.311 orang atau 84.49 persen dari total jamaah yang sudah melunasi tahun 2020 (Kompas, 29/4/2021). Disisi lain masih terbuka peluang bagi Indonesia untuk mendapatkan kuota dari 60.000 jemaah yang diizinkan Arab Saudi, 45.000 jemaah luar negeri dan 15.000 ribu dari dalam Saudi. (BBC, 3/6/2021).

Tentu adanya upaya dan peluang ini menjadi secercah harapan bagi umat Islam untuk bisa menginjakkan kaki di tanah suci. Umat butuh tanggung jawab penuh negara dalam memfasilitasi kewajiban agama mereka. Namun, realitas yang dihadapi saat ini berbeda. Keberangkatan jemaah haji sah dibatalkan. Pengamat menilai bahwa langkah tersebut agak terburu-buru. Alangkah baiknya jika pemerintah tetap melakukan diplomasi dan komunikasi yang kuat dengan pemerintah Arab Saudi. Terlebih dikhawatirkan dapat menghapuskan syiar-syiar Allah (sya’airallah) yang hukumnya wajib untuk ditampakkan di tengah masyarakat.

Umat tentu berharap ada upaya optimal pemerintah dalam meriayah seluruh calon jemaah haji. Sikap tranparansi dan profesionalisme harus menonjol. Tentunya dengan tetap mengedepankan kepentingan umat sesuai koridor syariah dalam mengambil setiap keputusan.

Setiap pemimpin dan orang-orang yang dipundaknya memikul amanah, maka harus menjalankan dengan sebaik-baiknya. Karena apapun yang berhubungan dengan umat Islam pasti akan ada pertanggungjawabannya dihadapan Allah swt.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (TQS. An- Nisa ayat 58).

Islam pun jelas mewajibkan negara menjadi ra’in, melakukan upaya maksimal untuk memastikan terlaksananya kewajiban haji oleh rakyat dan menghilangkan hambatan. Bahkan berbagai macam rencana dari A sampai Z sekiranya penting dibuat.

Negara harus siap memberi pelayanan kesehatan, sarana dan bantuan penunjang ibadah haji secara maksimal. Masalah biaya, andai semua didasarkan pada pengelolaan syariat Islam, pasti cukup. Seperti halnya pada masa kekhilafahan dalam menangani masalah haji, dana penyediaan sarana dapat diambilkan dari pemasukan negara seperti kepemilikan umum, fa’i, dan sedekah. Semua akan terlaksana secara maksimal hanya dengan sistem pengaturan Islam.

Wallahu a’lam bishawab.

 

[ra/LM]

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis