Nestapa Idul Fitri Tanpa Adanya Junnah
Oleh: Kunthi Mandasari
(Pegiat Literasi)
Lensa Media News – Akhir Ramadan dan Idul Fitri menjadi momen yang dinantikan kaum muslim. Pekikan takbir menggema, aneka kudapan terhidang, berkumpul bersama keluarga, dan saling berkunjung menjadi rutinitas. Meski telah memasuki tahun kedua masa pandemi, kemeriahan menyambut hari Idul Fitri masih bisa dirasakan dengan mengikuti protokol kesehatan.
Namun, tidak semua kaum muslim bisa merasakan momen Idul Fitri. Seperti masyarakat muslim kota Hotan, Xinjiang, China, yang terdiri dari sebagian besar suku Uighur dan minoritas lainnya. Mereka merayakan Idul Fitri dalam kondisi tertekan setelah puluhan masjid diruntuhkan. Kini yang tersisa hanya puing-puing bangunan (cnnindonesia.com, 08/06/2019).
Sejumlah gambar satelit dan analisis visual oleh Earthrise Alliance kepada AFP menunjukkan ada 36 masjid dan bangunan keagamaan lainnya diruntuhkan atau dihapus oleh pemerintah setempat sejak 2017. Sedangkan pada masjid yang masih berdiri, para jemaat harus melewati metal detector untuk melaksanakan kewajiban mereka kepada Yang Maha Kuasa, atau sekadar menjalankan keyakinan mereka.
Kondisi tak jauh berbeda juga dialami Palestina. Sejak memasuki bulan Ramadan ibadah mereka diganggu. Hingga memasuki hari raya Idul Fitri penyerangan tak juga berakhir. Di saat negara lain terdengar takbir kemenangan, pekik takbir yang mereka kumandangkan justru demi melawan kezaliman zionis Israel. Korban masih terus berjatuhan. Bahkan wanita dan anak-anak turut menjadi korban.
Selain itu, kaum muslim di beberapa negara lain seperti Kashmir, Rohingnya dan sebagainya kondisinya tak jauh berbeda. Perayaan Idul Fitri yang seharusnya disambut dengan suka cita tidak pernah sempurna karena harus dibalut dengan nestapa. Beginilah gambaran Idul Fitri tanpa adanya junnah di tengah kaum muslim. Darah mereka tertumpah, nyawa mereka dengan mudah melayang, tempat tinggal maupun tempat ibadah pun turut dihancurkan.
Kecaman tak pernah berhasil menghentikan penindasan terhadap kaum muslim. PBB pun terbukti gagal memberi perlindungan bagi kaum muslim. Tidak ada jalan lain kecuali dengan menyatukan kaum muslim di bawah satu komando kepemimpinan. Karena model negara bangsa hanya mementingkan dalam negeri mereka sendiri.
Menyelesaikan permasalahan kaum muslim hanya dengan kecaman menunjukkan empati negeri tersebut. Sedangkan pengiriman bantuan mampu meringankan kebutuhan hidup para korban. Namun, hal itu tidak mampu mencegah timbulnya korban lagi. Maka penyebab terjadinya korban inilah yang perlu dibasmi. Penindasan hanya bisa dihentikan ketika ada pemimpin yang melindungi kaum muslim. Dalam Islam khalifah berperan sebagai junnah (perisai).
Muhammad Saw bersabda:
” Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan lain-lain)
Imam al-Mala al-Qari secara gamblang menyatakan:
”Makna kalimat (إنما الإمام) yakni al-Khalifah atau Amirnya” tidak terbatas dalam peperangan semata, hadits ini mengandung konotasi dalam seluruh keadaan. Karena seorang al-Imam menjadi pelindung bagi kaum muslimin dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara berkelanjutan.” (‘Ali bin Sulthan Muhammad Abu al-Hasan Nuruddin al-Mala’ al-Qari, Mirqât al-Mafâtiih Syarh Misykât al-Mashâbiih, juz VI, hlm. 2391).
Seorang khalifah memiliki tugas istimewa untuk melindungi orang-orang yang ada di bawah kekuasaannya. Sebagaimana dijelaskan oleh al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, “(Imam itu perisai) yakni seperti as-sitr (pelindung), karena Imam (Khalifah) menghalangi/mencegah musuh dari mencelakai kaum Muslimin, dan mencegah antar manusia satu dengan yang lain untuk saling mencelakai, memelihara kemurnian ajaran Islam, dan manusia berlindung di belakangnya dan mereka tunduk di bawah kekuasaannya.”
Inilah yang dibutuhkan kaum muslim. Keberadaan junnah yang akan menjaga darah, harta dan kehormatan kaum muslim. Sayangnya junnah tersebut telah sirna sejak seabad yang lalu. Sehingga kondisi memprihatinkan dialami oleh sejumlah kaum muslim di berbagai penjuru dunia. Maka sangat penting untuk mengembalikan junnah di tengah kaum muslim. Agar nestapa di tengah perayaan Idul Fitri tidak pernah terulang lagi.
Wallahu’alam bishshawab.
[LM]