Menjaga Keselamatan Jiwa dengan Sanksi Tegas

Lagi. Kisah pilu kembali terjadi. Adalah Rangga, seorang bocah berusia 9 tahun yang tewas bersimbah darah dibunuh saat melawan pelaku pemerkosa ibunya. Hal itu terjadi di Kecamatan Birem Bayeun, Aceh Timur (Suara.com 10/10).

Tubuh mungilnya memang sudah tiada. Namun, keberaniannya akan selalu dikenang. Kepergiannya dicatat sebagai syuhada yang membela kehormatan sang ibu. Mirisnya, pelaku adalah residivis yang bebas melalui program asimilasi Kemenkumham beberapa waktu lalu. Diketahui, ia pernah dipenjara di Riau karena kasus pembunuhan pada tahun 2005 dan mendapat vonis seumur hidup. Lalu ia mendapat grasi 20 tahun. Pada tahun 2019 tersangka mendapat pengurusan keluarga untuk dipindahkan ke Lapas Tanjung Gusta Medan. Akhirnya, pada 4 April 2020 bebas asimilasi.

Peristiwa di atas, kian menegaskan bahwa sanksi hukum positif sekular yang berlaku di negeri ini tidak mampu menjadikan para pelaku kriminal insyaf dan bertaubat. Ya, penjara tak memberi efek jera sama sekali. Sebab, di alam kapitalisme saat ini penjara tetap menjadi ladang bisnis bagi sejumlah kalangan. Terdapat sejumlah fasilitas penyebarluasan kejahatan di dalamnya. Sudah menjadi rahasia umum jika semua fasilitas yang dibutuhkan bisa dibisniskan dari balik jeruji termasuk hukum itu sendiri.

Sungguh jauh berbeda dengan sistem sanksi dalam Islam. Dimana, pelaksanaan hukumannya bisa membuat efek jera dengan pemberlakuan qishos, sekaligus sebagai penebus dosa. Sanksi pelaku dosa di dunia dilaksanakan oleh Imam atau orang yang mewakilinya. Yaitu diselenggarakan oleh negara dengan menerapkan hududullah dan melaksanakan hukum-hukum jinayat, ta`zir serta mukhalafat. Sanksi di dunia dapat menghapus sanksinya di akhirat. Luar biasa bukan?

Sayangnya, sistem sanksi ini selalu dipandang sebelah mata oleh kaum sekular. Sanksi pidana Islam dianggap tak manusiawi, kejam dan kolot. Padahal, sistem sanksi disyariatkan dalam Islam untuk mencegah manusia dari tindak kejahatan dan memelihara jiwa.

Wallahu a’lam bisshowwab.

 

Teti Ummu Alif,
Kendari, Sulawesi Tenggara

 

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis