Waspada Intervensi Asing Berkedok Investasi
Oleh: Asha Tridayana
Lensamedia.com– Sudah menjadi rahasia umum, jika Indonesia tengah menjalin kerja sama dengan China di berbagai aspek. Terlihat banyaknya produk hingga TKA China yang dengan mudah masuk ke negeri ini. Ditambah lagi, berlangsung pertemuan antara Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan di Provinsi Yunnan, China Barat Daya pada Jumat (09/10/2020).
Selain memperingati 70 tahun terbentuknya hubungan diplomatik, hal ini juga dilakukan dalam rangka menguatkan hubungan kerja sama di antara keduanya. Menlu China, Wang Yi pun berharap dapat memperkuat kerja sama di berbagai bidang seperti vaksin, e-commerce, intelegensi artifisial (kecerdasan buatan), serta pertukaran budaya dan masyarakat. Di samping itu, kedua negara harus memainkan peran utama dalam menegakkan kesetaraan dan keadilan, menjaga multilateralisme, serta demokratisasi hubungan internasional (Kompas.com, 10/10/2020).
Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya. Saat menjawab pihak-pihak yang nyinyir soal hubungan Indonesia dengan China. Pada kesempatan itu, Luhut menjelaskan beberapa alasan Indonesia membutuhkan China. Pertama, 18% pergerakan ekonomi dunia dikontrol China. Kedua, selain Amerika Serikat (AS), China juga memiliki pengaruh kuat terhadap pergerakan ekonomi dunia. Ketiga, Indonesia menganut sistem bebas aktif. Luhut menegaskan jika pemerintah Indonesia tetap memberi syarat ketat bagi kerja sama dan investasi yang masuk dari China. Di antaranya China harus membawa teknologi dan menggunakan tenaga kerja Indonesia sebanyak mungkin (Finance.detik.com 27/06/2020).
Pemerintah seolah mengupayakan kesejahteraan demi kepentingan rakyat melalui kerja sama yang dijalin selama bertahun-tahun dengan China. Namun, sejatinya hubungan yang semakin erat dengan China tersebut justru memperbesar potensi intervensi asing, lebih-lebih penjajahan yang berkedok investasi. Karena pemerintah semakin tak kuasa memegang kendali dalam memutuskan nasib negerinya, apalagi terkait kepentingan rakyat akan semakin tergadaikan. Rakyat kembali menjadi korban, hanya dibutuhkan sebagai atas nama dari setiap kebijakan. Selebihnya memberikan manfaat bagi para penguasa dan pemilik modal.
Keputusan yang dibuat penguasa tidak terlepas dari agenda asing. Pemerintah hanya sebagai regulator dalam rangka memudahkan masuknya investasi yang semakin lama mencakup seluruh aspek kehidupan. Intervensi dan jeratan asing pun menjadi semakin kuat mencengkeram negeri ini. Karena keberadaan asing dalam suatu negeri tidak akan memberikan peluang sedikitpun untuk berkembang, justru menjadikan semakin ketergantungan dan melumpuhkan potensinya. Lebih-lebih adanya sistem kapitalis yang menjadi biang kerusakan dari setiap permasalahan. Sistem kufur yang menjadi acuan dan telah mendominasi kehidupan, tak terkecuali sistem pemerintahan. Sehingga setiap kebijakan yang diputuskan hanya berorientasi keuntungan, bukan kemaslahatan rakyat yang menjadi tujuan.
Hal ini akan jelas berbeda jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh, tentunya dalam naungan Khilafah Islamiyyah. Sebuah negeri akan memiliki otoritas atas kebijakannya, tanpa intervensi apalagi sampai terjerat dan tak berdaya. Negara berdaulat penuh demi kepentingan rakyat bukan menjadi negara pengekor yang digerakkan kepentingan asing. Sistem Islam membentuk kemandirian negara dalam menjalankan roda perekonomian dengan seperangkat aturan, termasuk dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia. Mengatur kepemilikan hingga hubungan kerja sama dengan negara lain.
Dalam menjalin hubungan kerja sama, hal ini dibedakan berdasarkan kedudukannya. Jika negara tersebut negara kafir yang nyata memusuhi Islam, maka hukumnya haram melakukan kerja sama dalam bentuk apapun. Baik hubungan diplomatik, kerja sama ekspor impor, dan sebagainya. Lain halnya dengan negara kafir yang kedudukannya sebagai negara yang terikat perjanjian dengan Khilafah, maka dibolehkan mengadakan kerja sama asalkan tidak merugikan Khilafah dan tidak mengancam kedaulatan. Dalam sistem Islam pun, negara dilarang mengikuti perjanjian-perjanjian internasional yang bertentangan dengan Islam.
Begitu kompleksnya sistem Islam termasuk mengatur sistem pemerintahan. Berbagai jaminan kehidupan nyata diwujudkan dan terbukti menjadikan kemaslahatan rakyat sebuah prioritas. Maka inilah satu-satunya solusi melepaskan diri dari jeratan sistem kapitalis dan intervensi asing yang selama ini menyulitkan. Meninggalkan hukum-hukum selain Islam dan beralih pada sistem Islam secara total. Sistem paripurna yang bersumber dari Allah SWT, yang jelas mengetahui kebutuhan hamba-Nya. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian” (QS. Al-Baqarah [2]: 208).
Wallahu a’lam bishshawab.
(Ah/LM)