Kekayaan Ibu Pertiwi Tereksploitasi

Oleh: Rery Kurniawati Danu Iswanto

(Praktisi Pendidikan)

 

Lensa Media News – Meski berbagai kalangan memberikan pandangannya, seperti tak akan ada habisnya membahas aturan sapu jagat yang dibuat pemerintah dengan nama “Omnibus Law”. Ya, karena memang lingkup undang-undang ini sangat luas sebagaimana namanya omnibus berasal dari bahasa Latin yaitu omnis yang artinya “banyak”. Dalam konteks hukum omnibus law adalah hukum yang mengatur banyak hal baik merevisi atau mengubah undang-undang sebelumnya. Oleh karenanya disebut juga dengan aturan sapu jagat.

Sudahkan anda membaca salinan UU Omnibus Law? Sebagian besar orang mungkin belum membacanya. Karena membaca sendiri salinan UU-nya juga bukan hal yang mudah (konon isinya sangat tebal), maka ulasan para pakar dibidangnya masing-masing rasanya cukup valid untuk dijadikan bahan diskusi.

Meski yang sedang marak dibicarakan adalah isu tentang ketenagakerjaan, ternyata ada isu lain terkait pengelolaan lingkungan hidup yang juga menarik untuk dibahas. Dikutip dari katadata.co.id , 06 Oktober 2020, bahwa terdapat pasal-pasal dalam UU Ciptakerja yang mengancam lingkungan hidup. Dengan dalih menggenjot investasi, UU Ciptakerja telah menghapus, mengubah dan menetapkan aturan baru tentang perijinan usaha yang sebelumnya diatur dalam UU no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam aturan baru disebutkan bahwa proses perijinan usaha tidak lagi melibatkan peran serta masyarakat, namun dibatasi bagi masyarakat yang terdampak langsung saja. Masyarakat pun tidak lagi dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.

Berdasarkan ulasan tersebut terlihat UU ini sangat tidak berpihak pada rakyat. Justru sebaliknya berpihak pada investor kapitalis. Korporasi akan menang dan menguasai semua lahan milik rakyat. Dan hal tersebut seolah-olah cara legal untuk mengeruk (mengeksploitasi) kekayaan ibu pertiwi.

Tidak akan ada lagi hutan, gunung, sawah, dan lautan milik rakyat karena mereka akan kalah bersaing dengan korporasi. Dan rakyat akan menjadi buruh dilahannya sendiri. Ditengah beban menghadapi pandemi, rakyat juga harus berjuang menjaga ibu pertiwi dari cengkraman para kapitalis.

Bagaimana seharusnya pengelolaan lingkungan hidup (sumber daya alam) yang benar, bermanfaat bagi masyarakat dan tanpa harus mengeksploitasi ataupun merusak alam? Sebagai umat Muslim, solusi yang diambil tentu harus berdasarkan aturan yang bersumber dari sang pemilik aturan yaitu Allah SWT.

Terkait pengelolaan sumber daya alam, Rasulullah SAW bersabda: “ Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam 3 hal air, rumput, dan api. (HR. Ibnu Majah). Dalam hadist lain Rasulullah SAW juga bersabda: “ Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli: air, rumput, api. (HR. Ibnu Majah).

Termasuk dalam kategori air diantaranya mata air, sungai, lautan, dsb. Sedangkan kategori rumput adalah hutan, sawah, ladang, perkebunan, dsb. Dan termasuk kategori api diantaranya sektor migas, tambang batu bara, timah, perak, emas, dan sebagainya.

Berdasarkan aturan Islam, sumber daya alam adalah bagian dari kepemilikan umum yang pengelolaannya wajib dilakukan oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaannya pada individu, swasta, apalagi pihak asing.

Masyaa Allah, jika dicermati semua sumber daya alam tersebut ada di bumi ibu pertiwi ini. Seharusnya rakyat Indonesia makmur dan sejahtera dengan semua kekayaan tersebut. Akan tetapi, nyatanya masih jauh panggang dari api. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat rupanya masih mimpi. Apalagi dengan aturan sapu jagat, para kapitalis seakan secara “legal” dijinkan untuk mengeksploitasi ibu pertiwi.

Mestinya pakai saja aturan Allah, tidak perlu membuat aturan-aturan baru yang sama sekali tidak perlu. “ Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam itu jadi agamamu.” (QS. Al Maidah: 3).

Wallahualam bishowab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis