UU Cipta Kerja: Bukti Nyata Sistem Kapitalisme Tak Bisa Sejahterakan Buruh

Oleh: Feni Endah Nurfitriyani, S.Pd.

 

Lensamedia.com– Senin, 5 Oktober 2020 kemarin menjadi hari yang mengecewakan bagi para buruh. Pasalnya di hari itu DPR telah mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja/ Omnimbus Law, dimana sebelumnya sudah banyak yang memprotes rancangan undang-undang tersebut lantaran sangat merugikan bagi para buruh/pekerja. Akibatnya pada tanggal 6-8 Oktober 2020 terjadi demo besar-besaran di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Pekanbaru, hingga Lampung. Aksi ini dilakukan oleh para buruh dan mahasiswa dengan tuntutan tolak Omnimbus Law.

 

Undang-Undang ini menuai banyak kritik, karena sangat pro terhadap pengusaha dan zalim terhadap buruh. Terdapat poin bermasalah dalam UU Cipta Kerja, di antaranya 1) Pembahasan RUU Cipta Kerja dinilai terlalu tergesa-gesa, 2) UU Omnimbus Law mengesampingkan partisipasi masyarakat, 3) Membuka keran impor pangan yang berpotensi tak melindungi pangan lokal, 4) Merugikan buruh karena peraturan upah yang ditetapkan berdasarkan satuan waktu/hasil, 5) Meringankan pengusaha atau pemberi kerja karena hak pesangon untuk buruh jua dibayarkan pemerintah dalam skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) (Tirto.id, 06/10/2020).

RUU ini dinilai menghilangkan hak pekerja dan memberi angin segar bagi pelaku usaha. Di antara pasal kontroversi tersebut ialah penghapusan upah minimum kota/kabupaten sebagai dasar upah minimum pekerja, peningkatan waktu kerja lembur yang dianggap sebagai bentuk eksploitasi pada pekerja, pengurangan nilai pesangon, perjanjian kerja waktu tertentu yang terus diperpanjang alias kontrak seumur hidup, ketentuan cuti, dan sejumlah pasal lain yang mengabaikan hak pekerja, lingkungan hidup, dan partisipasi publik sebagai check and balance bagi pemerintah (Muslimahnews.com, 08/10/2020).

 

Sungguh rakyat amat kecewa berat dengan keputusan ini, telah semakin nyata bahwa negeri ini memang menerapkan sistem demokrasi-kapitalis, terbukti dengan undang-undang dan kebijakan yang disahkan senantiasa menguntungkan para pengusaha/korporasi, namun menyengsarakan rakyat. Jika masyarakat mengira demokrasi adalah tentang pengambilan keputusan dari suara terbanyak, padahal kenyataannya keputusan dalam sistem demokrasi adalah diambil dari kepentingan partai yang berkuasa dan pengusaha.

 

Maka demokrasi dengan makna sesungguhnya adalah kedaulatan di tangan manusia, maka manusia berhak membuat aturan. Padahal sesungguhnya hal ini menjadi kebatilan yang nyata, karena satu-satunya dzat yang memiliki hak untuk menetapkan aturan adalah Allah _‘Azza wa Jalla._ Maka berawal dari kesalahan negeri ini mengambil sistem pemerintahan demokrasi-kapitalis, negeri ini akan akan menghasilkan pemerintahan yang zalim dan menyengsarakan rakyat.

 

Negeri ini tentunya bisa bangkit dan sejahtera. Dengan membuka diri untuk mau mengubah sistem negeri ini menjadi sistem Islam. Karena sesungguhnya kita semua adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Bumi ini milik Allah SWT, Allah telah menurunkan seperangkat aturan kehidupan dalam Al-Qur’an, dan Rasulullah SAW telah menyampaikan dalam haditsnya. Persoalan apapun yang datang dalam kehidupan, termasuk tentang pengusaha dan buruh, Islam telah menetapkan solusinya.

 

Sistem pemerintahan Islam akan menerapkan sistem ekonomi Islam. Dimana negara menjamin kebutuhan pokok secara langsung dan terjangkau, yaitu kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Adapun kebutuhan pokok secara tidak langsung adalah penyediaan sandang, pangan, papan ini difasilitasi dengan cara negara menjamin seluruh warga negaranya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan gaji yang mencukupi.

 

Kesejahteraan adalah jaminan dari negara, bukan dari perusahaan. Oleh karena itu negara Islam akan bersikap adil baik kepada pengusaha maupun kepada para buruh, agar keduanya bisa saling bekerjasama dengan baik tanpa ada yang terzalimi.

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra. bahwa Nabi SAW bersabda, Allah SWT berfirman, “Tiga orang yang Aku musuhi pada hari kiamat nanti, adalah orang yang telah memberikan (baiat kepada khalifah) karena Aku, lalu berkhianat; orang yang menjual (sebagai budak) orang yang merdeka, lalu dia memakan harga (hasil) penjualannya; serta orang yang mengontrak pekerja kemudian pekerja tersebut menunaikan pekerjaannya, sedang orang itu tidak memberikan upahnya.” (HR. Bukhari)

 

Kita semua tentunya prihatin dengan kondisi negeri ini yang kian hari kian mengkhawatirkan. Satu-satunya solusi untuk mengatasi seluruh problematika berbagai bidang kehidupan adalah mengembalikan seluruh peraturan kepada Sang Pemilik Alam Semesta ini, yakni Allah SWT. InsyaAllah negeri ini akan diliputi keberkahan dan keadilan.

Wallahu a’lam bishshawab.

(Ah)

Please follow and like us:

Tentang Penulis