Taubat Hakiki untuk Menangani Pandemi

Oleh : Renita

 

Lensa Media News – Dalam acara pembukaan Muktamar IV PP Parmusi tahun 2020 di Istana Bogor, Jawa Barat, Sabtu (26/9), Presiden Joko Widodo menyerukan masyarakat untuk selalu mengingat Allah SWT., di tengah pandemi covid-19. Presiden juga mengingatkan masyarakat untuk tidak melupakan dzikir, istighfar, taubat kepada Allah. Beliau juga berharap masyarakat memperbanyak sedekah. Sebab, banyak orang yang keadaannya sulit di tengah pandemi (merdeka.com, 26/09/2020).

Dalam menghadapi musibah, kita memang dianjurkan untuk bertaubat dan rida terhadap apapun yang Allah tetapkan kepada kita. Seperti halnya pandemi ini, seyogyanya menjadikan kita introspeksi. Karena bisa jadi musibah yang terjadi saat ini disebabkan oleh dosa-dosa kita. Seperti yang tercantum dalam dalam surat Ar-Rum ayat 41, Allah berfirman, yang artinya :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Dari ayat di atas, dapat kita simpulkan bahwa adanya pandemi ini bisa jadi disebabkan oleh ulah tangan manusia yang melanggar aturan Allah. Sebagaimana diketahui, pandemi ini berasal dari negeri yang menghalalkan berbagai makanan yang dilarang oleh Allah dan mengonsumsinya secara bebas. Ternyata perilaku inilah yang menjadi bibit munculnya pandemi.

 

Taubat Sempurna untuk Menangani Wabah

Dalam setiap permasalahan, Islam selalu memiliki solusi jitu untuk menyelesaikannya, termasuk dalam menangani wabah dan krisis yang dahsyat sekalipun. Islam mengajarkan bertaubat untuk mengatasi wabah sebagai bagian dari ketaatan total. Namun, bukan taubat saja yang harus dijalankan, melainkan seluruh perintah syariat dalam mengatasi  wabah.

Siapa pun paham, wabah tak akan menyebar dengan cepat jika sejak awal area wabah segera diisolasi. Begitu pun dengan pintu-pintu penyebarannya, baik di negara atau wilayah asal maupun di wilayah penularan, semuanya juga harus segera dikunci. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., yang artinya,
Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat, maka janganlah memasukinya, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu ada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya” (HR. Imam Muslim).

Tentu, hal ini dilakukan dengan dibarengi jaminan pemenuhan semua kebutuhan pokok secara langsung termasuk kebutuhan pokok individu seperti pangan, perumahan, dan pakaian. Semua itu efektif untuk memutuskan rantai penularan sehingga wabah tidak meluas dan segera berakhir. Selanjutnya, negara juga wajib menyupport fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, obat-obatan, alat test, vaksin, dan lain-lain.

Demikian pula, negara tak boleh membahayakan jiwa dan membiarkan masyarakat mandiri secara ekonomi ketika resiko penularan masih tinggi. Sebab dalam sistem Islam, negara akan memisahkan daerah yang terkena wabah dengan yang tidak. Daerah yang terkena wabah dianjurkan untuk mengisolasi diri. Tidak ada orang yang diperbolehkan memasukinya. Sementara, daerah yang bukan daerah wabah bisa melanjutkan aktivitasnya tanpa harus mengurung diri di rumahnya. Dengan demikian roda perekonomian tetap berjalan tanpa harus menimbulkan problem baru yaitu kemerosotan di bidang ekonomi.

 

Keteladan Khalifah dalam Menghadapi Masa Krisis

Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khathab, diceritakan bahwa pada tahun 18 H, orang-orang di Jazirah Arab pernah mengalami krisis ekonomi yang hebat dan kemarau panjang, sehingga terjadi kelaparan massal. Orang-orang sakit tak terhitung dan roda perkonomian terseok-seok.

Adapun hal-hal yang dilakukan Khalifah Umar dalam menghadapi krisis adalah: Pertama, hidup sederhana dan memenuhi kebutuhan makan seadanya. Dikisahkan saat itu Khalifah makan makanan yang setara dengan orang paling miskin. Beliau hanya memakan sepotong roti dan minyak setiap hari.

Kedua, Khalifah Umar membuat posko-posko bantuan karena, yang tertimpa kelaparan dan yang sakit berjumlah ribuan. Ketiga, semakin mendekatkan diri dan meminta pertolongan Allah SWT. Khalifah juga langsung memimpin taubatan nasuha. Bisa jadi bencana/krisis yang ada akibat kesalahan-kesalahan atau dosa yang telah dilakukan oleh Khalifah dan atau masyarakatnya. Keempat, tatkala menghadapi situasi sulit, Khalifah Umar bin Khathab meminta bantuan ke wilayah atau daerah bagian Kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu memberi bantuan.

Demikianlah gambaran penyelesaian wabah dan krisis yang pernah dicontohkan dalam Islam. Taubat bukan merupakan satu-satunya jalan untuk keluar dan mengakhiri wabah, karena taubat hanyalah satu bagian dari solusi ditawarkan Islam. Alhasil, yang dibutuhkan adalah penerapan hukum Islam secara total agar pandemi ini segera berakhir sehingga krisis berkepanjangan bisa segera diatasi.

Wallahua’lambiishawwab.

 

[lnr/LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis