Dampak Krisis di Masa Pandemi; Islam Memberi Solusi
Oleh: Umi Jamilah
(Aktivis Muslimah)
Lensamedia.com– Bank Dunia atau World Bank sudah memperkirakan bahwa 92 persen negara di dunia akan mengalami krisis pada 2020. Hal tersebut tak lain disebabkan oleh lumpuhnya perekonomian akibat pandemi Virus Corona. Bank Dunia memproyeksikan perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2020 tidak tumbuh atau 0%.
Sementara IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2020 akan kontraksi atau -0,5%. Sementara meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020 akan -2,8%, Vice President Economist Bank Permata, Josua Pardede menilai, dari proyeksinya pertumbuhan ekonomi pada 2020 bisa -1% sampai 0,5%. Namun krisis ekonomi pada tahun ini tidak separah 1998. (cnbnIndonesia, 24/06/2020)
Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 minus 5,23%. Angka itu membuat ancaman resesi di Indonesia kian nyata. Sejumlah strategi dilakukan pemerintah agar krisis ekonomi 98 tidak terulang.
Tanda-tanda adanya ancaman krisis ekonomi ini dengan indikator-indikator ekonomi yang paling mudah untuk dijadikan penilaian yaitu: anjloknya Index Harga Saham Gabungan (IHSG) di berbagai Pasar Saham dunia, menurunnya output ekonomi dunia (Gross World Product), naiknya index harga-harga dunia, termasuk semakin meningkatnya angka pengangguran dikarenakan PHK.
Faktor penyebab krisis ekonomi ada dua. Pertama, faktor penyebab langsung, yaitu akibat terjadinya wabah virus covid-19 yang melanda dunia. Mengakibatkan lumpuhnya perekonomian dunia. Kedua, faktor yang diakibatkan dari sistem ekonomi kapitalisme. Dimana sistem ini dibangun dari struktur ekonomi yang semu.
Pertumbuhan ekonomi yang dibangun dengan sistem ekonomi kapitalisme bertumpu pada 3 pilar utama yaitu: sistem mata uangnya yaitu mata uang kertas; sistem utang piutang yang berbasis pada bunga dan sistem investasi yang berbasis pada perjudian.
Dari ketiga pilar tesebut hanya menghasilkan ekonomi yang semu. Ibarat balon yang menggelembung tapi di dalamya kosong. Pertumbuhan ekonomi ini hanya berputar-putar pada kertas uang, kertas hutang dan kertas saham yang sewaktu-waktu nilainya bisa anjlok. Oleh karena itu sistem kapitalisme ini akan menjadi langganan krisis ekonomi, apalagi ditambah dengan wabah virus ini.
Maka harus ada perubahan baru yang merubah sistem ini. Sejatinya sistem ekonomi kapitalisme memiliki karakteristik yang periodik dan berulang. Walaupun secara alami mampu memulihkan kembali tetapi dalam waktu yang lama dan pasti akan berulang.
Berbeda dengan sistem ekonomi Islam dalam khilafah yang mampu menerapkan aturan syariat dan tidak hanya parsial. Khilafah akan mengawali dengan pembagian kepemilikan ekonomi secara benar. Kepemilikan dalam Islam dibagi menjadi tiga, yaitu: kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.
Kepemilikan ini sangat penting, agar tidak adanya percampuran dan tidak ada penindasan dari yang kuat terhadap yang lemah. Seperti penguasaan kepemilikan umum oleh pihak yang tidak semestinya (pihak swasta). Baik swasta dalam negeri maupun luar negeri. Contohnya: tambang, gas, minyak bumi, kehutanan, sumber daya air, jalan umum, bandara, pelabuhan dan sebagainya.
Imam Ahmad bin Hanbal telah menuturkan riwayat dari salah seorang muhajirin yang mengatakan bahwa Nabi SAW pernah bersabda: “kaum muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang gembalaan dan api. (HR. Ahmad).
Selanjutnya khilafah akan mengatur bagaimana pembangunan dan pengembangan ekonomi yang benar dan bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi yang nyata bukan semu. Sedangkan pilar terakhir dari ekonomi Islam adalah distribusi kekayaan oleh individu, masyarakat maupun negara.
Bahwa ekonomi Islam akan menjamin seluruh kebutuhan dasar rakyat. Disini jelas, bahwa ekonomi Islam bisa diterapkan melalui penerapan syariat Islam secara kaffah dalam institusi khilafah. Wallahu a’lam bisshawab. [RA/LM]