Membongkar Konspirasi Kesetaraan Upah
Oleh : Isnawati
(Muslimah Penulis Peradaban)
Lensa Media News – Menjelang peringatan hari kesetaraan upah internasional yang diperingati setiap 18 September, Organisasi Buruh Internional (ILO) menilai bahwa upah antara laki-laki dan perempuan terdapat kesenjangan. Pernyataan tersebut benar adanya dilihat dari data global yang ada. Kesenjangan upah diperkirakan sebesar 16% dengan jenis pekerjaan yang setara.
Direktur ILO untuk Indonesia Michiko Miyamoto melalui keterangan persnya, 17 September 2020 menyatakan, “Prinsip kesetaraan upah untuk pekerjaan yang bernilai sama telah tertuang dalam konstitusi ILO tahun 1919. Seratus tahun terlalu lama untuk menunggu dan kita semua harus bekerjasama mewujudkan kesetaraan upah untuk pekerjaan bernilai sama menjadi kenyataan.” “ILO terus mendukung Indonesia mewujudkan kesetaraan upah di negeri ini,” tandasnya (kompas.com 17 September 2020).
Isu terkait perempuan, khususnya mengenai diskriminasi dan kekerasan, seolah tidak pernah habis untuk diperbincangkan, bahkan sampai mengancam keselamatan. Perempuan menjadi pihak yang tertindas dan membutuhkan solusi. Pegiat gender pun mengambil peran dengan menggaungkan kesetaraan gender yang berkiblat pada barat. Perempuan terus didorong untuk menuntut haknya yaitu kesetaraan secara penuh dalam segala aspek seperti politik, ekonomi dan sosial.
Pemberdayaan ekonomi perempuan merupakan upaya agar perempuan berdaya secara finansial. Partisipasi kerja yang sama dengan laki-laki berusaha diwujudkan melalui iming-iming upah yang sama ketika perempuan menjadi pekerja. Racun berbalut madu ini bertujuan agar perempuan-perempuan berbondong-bondong masuk dunia kerja dan melupakan fitrah sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya.
Tawaran yang menyesatkan ini bagian dari konstelasi politik internasional. Kesadaran tentang Islam kaffah yang mengatur posisi laki-laki dan perempuan pada tempatnya berusaha dibelokkan dengan berbagai cara, salah satunya adalah rekomendasi berislam secara moderat. Sebagaimana diketahui bahwa jaringan Islam moderat mengemban nilai-nilai demokrasi yang menjunjung tinggi HAM dan kesetaraan gender.
Kesetaraan upah berasaskan pada ide kesetaraan gender yang mengkampanyekan nilai-nilai keluarga dan hak perempuan. Para pegiat gender menganggap upah setara adalah solusi untuk mesejahterakan perempuan, mewujudkan kesetaraan gender.
Cara pandang kapitalis sangat tidak masuk akal, upah setara tidak mungkin mampu mewujudkan kesejahteraan, konsekuensi dari upah setara adalah waktu dan tenaga yang dikeluarkan harus seimbang. Upah setara adalah janji palsu yang sejatinya sebuah upaya untuk mengeksploitasi perempuan demi kepentingan pengusaha.
Perempuan didorong untuk lebih meningkatkan kemampuan dalam dunia kerja dengan modal yang sudah ada, yaitu kesabaran dan ketelitian. Ia berada pada posisi yang sulit, hidup diantara dua pilihan antara keluarga dan pekerjaan. Ditambah lagi ancaman bahaya yang selalu mengintai yaitu hancurnya tatanan rumah tangga karena peran ganda seorang ibu.
Berbeda dalam pengaturan Islam, perempuan adalah makhluk yang sangat dimuliakan, perempuan bekerja bukanlah sebuah tuntutan pemenuhan kebutuhan keluarga. Perempuan bekerja untuk mengamalkan ilmu dan untuk kemaslahatan umat, yang tentu akan dihargai sesuai tenaga dan keahliannya tanpa harus dituntut terlebih dulu untuk mendapatkan haknya.
Perempuan berperan sebagai pendamping bagi laki-laki, apa yang menjadi hak laki-laki juga menjadi hak perempuan. Perlindungan agama, harta, kehormatan, akal dan jiwanya sama dengan laki-laki dalam rambu-rambu syariat Islam. Ketika perempuan tersebut menjadi seorang ibu, surga anak-anaknya di bawah telapak kaki ibu. Betapa tingginya Islam menempatkan seorang perempuan.
Syariat Islam memberi hak penuh agar terhindar dari keterpurukan, kehinaan, cacian, direndahkan, diskriminasi, intimidasi dan segala hal yang menimpa perempuan hari ini. Islam adalah satu-satunya agama yang mampu mengawal seluruh aspek kepribadian seorang perempuan, menjaga keamanan dan keselamatannya dari dunia hingga akhirat. Tidak ada ekstrimitas yang akan menolak perannya dan mengotakkannya dalam bilik gelap di balik kata kesetaraan upah. Penderitaan perempuan dalam kapitalis sangat parah. Sudah waktunya para perempuan bertekad untuk berjuang mengembalikan kehormatannya yang sudah lama tercabik-cabik. Syariah dan khilafah ‘ala min hajin nubuwah adalah solusi pasti.
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi laki-laki, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah [2]: 228).
Wallahua’lambishawwab.
[lnr/LM]