Pernyataan kontroversi bin ngawur kembali dilontarkan Pak Menteri Agama, Fachrul Razi. Bahwa paham radikalisme masuk salah satunya dengan menempatkan seorang anak yang good looking, penguasaan bahasa arabnya bagus, tahfiz (hafal Alquran) menjadi pengurus masjid. (m.cnnindonesia.com, 03/09/2020).

Sontak pernyataan ini menimbulkan kegaduhan dan menuai banyak kritikan dari sejumlah kalangan. Pasalnya, statement ini dinilai sangat menyudutkan dan mencederai perasaan umat Islam. Stigma-stigma negatif yang disematkan oleh para pejabat negeri ini seolah-olah sengaja dirancang, agar umat Islam takut dan ragu dengan agamanya sendiri alias Islamophobia.

Terlebih lagi, banyak muncul fenomena kaum muda yang berhijrah. Mereka ingin mendalami, mengkaji, mendakwahkan Islam. Jelas, musuh-musuh Islam akan terus berupaya memadamkan kebangkitan Islam dengan berbagai cara, salah satunya dengan propaganda-propaganda busuk, seperti narasi radikalisme, terorisme, dan sebagainya.

Karenanya, narasi jahat radikalisme selalu dikaitkan terhadap semangat umat Islam yang ingin mengkaji dan mengamalkan ajaran Islam. Serta umat yang menghendaki penerapan Islam secara kaffah di bawah institusi khilafah. Padahal umat Islam memang diwajibkan untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan tidak sebagian-sebagian.

Seharusnya Pak Menag dan seluruh elemen masyarakat negeri ini, mendorong generasi muda agar mau lebih dekat dengan masjid, paham bahasa Alquran bahkan menghafalnya, serta secara totalitas mengamalkan ajaran agamanya. Karena generasi muda yang demikian, menjadi dambaan setiap orang tua.

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Qurrata a’yun maksudnya adalah keturunan yang mengerjakan ketaatan, sehingga dengan ketaatannya itu membahagiakan orangtuanya di dunia dan akhirat.”. Selain itu, mereka akan menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki kepribadian Islam, sosok pemimpin masa depan yang beriman dan bertakwa.

Wallahu a’lam bishshawab.

 

Neng Ranie SN
(Pegiat Literasi)

[faz/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis